Senin, 03 Juli 2017

Senandung Kausalitas

Senandung Kausalitas

Mengekspresikan Diri : Melakukan Apa Saja Yang Membuat Kita
Merasa Lepas, Damai Dan Bahagia Di Dalam Diri
Perjalanan spiritual mendalam tidak selalu berisi hal-hal yang serius
saja. Tapi merupakan suatu kombinasi, yang juga berisi perbuatan
mengekspresikan diri dan membangkitkan energi sukacita.
Praktek mengekspresikan diri menghantarkan kesadaran kita menuju
ketinggian yang ringan. Praktek meditasi dan belas kasih menghantarkan
kesadaran kita menuju kedalaman yang dalam. Praktek mengekspresikan
diri membuat benih-benih kesadaran di dalam diri kita menjadi mekar.
Praktek meditasi dan belas kasih membuat kesadaran kita menjadi sangat
terang bercahaya. Keduanya bersifat saling melengkapi dan saling
memperkaya kesadaran di dalam diri.
Mengekspresikan diri adalah suatu praktek spiritual yang sifatnya
adalah sangat pribadi. Artinya, tidak ada seorangpun yang bisa
memberitahu, atau mendikte, atau mengatur kita bagaimana jalan atau
caranya. Hanya diri kita sendirilah yang paling tahu. Tidak boleh
diseragamkan dan tidak boleh diorganisasi. Karena akan menghancurkan
keunikan dan keotentikan masing-masing manusia, sekaligus menciptakan
penghalang besar bagi penemuan sukacita mendalam di dalam diri dan
kebebasan dari cengkeraman perasaan yang gelap.

Setiap manusia itu unik dan otentik. Setiap manusia memiliki
kecenderungan, kebutuhan dan arah pertumbuhan spiritual yang berbeda-
beda. Kita sendirilah yang harus mencari dan menemukan jalan kita sendiri
untuk mengekspresikan diri.
[1]. SKEMA EMOSI MANUSIA.
Bagi orang-orang biasa, yang pikirannya masih dicengkeram kuat
oleh dualitas pikiran seperti kotor-suci, buruk-baik, salah-benar, dsb-nya,
serta bagi orang-orang yang pikirannya lama terjerat oleh dogma dan
doktrin agama, mungkin saja mengekspresikan diri sebagai sadhana
[praktek spiritual] akan terdengar sangat aneh. Terutama karena
mengekspresikan diri tidak terlihat sebagai sesuatu yang suci atau sesuatu
yang baik, sehingga tidak dapat termasuk sebagai sesuatu yang spiritual.
Perlu dijelaskan bahwa jantung ajaran Tantra dan Upanishad adalah
KEUTUHAN. Perhatikan bahwa bukan KESUCIAN SEMPURNA, tapi
KEUTUHAN. Karena segala sesuatu secara UTUH dan menyeluruh adalah
manifestasi dari Brahman. Semua fenomena adalah tarian kosmik Shiwa
[Shiwa Nataraja] yang sama. Dualitas kotor-suci, buruk-baik, salah-benar,
dsb-nya, hanya ada dalam pikiran manusia yang terkondisi.
Para Guru spiritual Agung yang sudah mencapai pencerahan
Kesadaran Atma akan mengerti, bahwa mengekspresikan diri adalah bagian
sangat penting dari praktek spiritual yang mendalam. Kita dapat melihat
sendiri pada sadhaka [praktisi spiritual] yang keras mengekang dan
menekan dirinya dengan aturan, larangan dan tata krama sopan-santun,
maka di dalam diri mereka merasakan kegelisahan, atau ketegangan, atau
perasaan tidak bahagia, atau memendam hasrat duniawi, atau memendam
kemarahan, dsb-nya. Di dalam diri mereka persis seperti gunung berapi
yang siap meletus.
Mengekspresikan diri bertujuan untuk menghidupkan energi sukacita
mendalam di dalam diri manusia. Mengekspresikan diri bertujuan membuat benih-benih kesadaran di dalam diri kita dapat menjadi mekar. Jika kita
tidak mengekspresikan diri, jika kita terlalu menekan diri, maka benih-benih
kesadaran di dalam diri akan sangat sulit untuk mekar.
Mengekspresikan diri terkait sangat erat dengan skema emosi
manusia. Dimana skema emosi manusia terbagi menjadi dua bagian. Yaitu
sebagai berikut :
== [1]. Emosi bagian dalam yang terletak jauh di lubuk pikiran seperti
seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-nya.
== [2. Emosi bagian luar seperti perasaan malu, sopan-santun, dsb-nya.
Jika emosi bagian luar, seperti perasaan malu, sopan-santun, dsb-nya,
dalam jangka waktu lama menekan pikiran kita, maka emosi bagian dalam,
akan seperti air besar yang gagal mengalir. Ketika air besar itu lama
menumpuk di dalam, diri maka manusia di dalam dirinya akan merasakan
kegelisahan, atau ketegangan, atau perasaan tidak bahagia, atau
memendam hasrat duniawi, atau memendam kemarahan. Suatu waktu
nanti, jika seandainya air besar itu menumpuk penuh, disana akan terlihat di
permukaan dalam bentuk stres, atau depresi, atau penyakit, atau bahkan
ada yang mengalami gangguan kejiwaan.
Emosi bagian luar seperti rasa malu, sopan-santun, dsb-nya, bukanlah
suatu hal yang murni, melainkan suatu hal yang bersifat buatan. Rasa malu
dan sopan-santun bisa muncul dari pikiran yang terkondisi, yang dibentuk
oleh penghakiman orang lain dan pikiran salah orang lain, atau bisa juga
muncul dari penolakan, kegelisahan dan ketidaknyamanan diri kita sendiri
di dalam. Rasa malu, serta aturan, larangan dan tata krama sopan-santun
ibaratnya adalah racun bagi kesadaran di dalam diri, yang akan membuat
benih-benih kesadaran di dalam diri gagal untuk mekar.
Tentu saja tidak semua emosi bagian luar itu buruk, karena memang
ada rasa malu dan sopan-santun yang baik, yaitu rasa malu untuk berbuat kejahatan dan rasa malu untuk menyakiti orang lain. Tapi sisanya selain itu,
rasa malu dan sopan-santun adalah tembok penghalang besar bagi bangkit
dan mekarnya kesadaran di dalam diri.
Inilah tujuan dari mengekspresikan diri. Yaitu untuk membuka lebar
emosi bagian luar, sehingga emosi di dalam dapat mengalir keluar. Sebagai
hasilnya, kita cenderung lebih mudah menjadi seorang manusia dengan
berlimpah energi sukacita di dalam diri.
Kita manusia sudah sangat lama didikte dan ditekan oleh
pengkondisian pikiran yang membuat tertahannya emosi bagian luar.
Karena secara agama, atau secara budaya, terdapat banyak sekali aturan
dan larangan dengan alasan moralitas yang baik, sesuai ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, yang sifatnya sangat dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-
nya]. Semua itu dapat membuat tertahannya emosi bagian luar.
Sehingga sebelum pikiran kita di dalam kita dilukai oleh aturan dan
larangan seperti itu, mari kita mulai mengekspresikan diri. Dengarkan
panggilan kita di dalam. Kenali keadaan diri kita sendiri, agar kita bisa
melihat dan memahami kebutuhan diri kita sendiri yang unik dan berbeda
dengan orang lain. Kemudian ekspresikan diri kita dengan penuh
kebebasan dan perasaan sukacita. Lakukan apa saja yang membuat kita
merasa nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang membuat
kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa
melibatkan pola dualitas pikiran seperti salah-benar, buruk-baik, kotor-suci,
berdosa-tidak berdosa, tidak sopan-sopan, dsb-nya, dengan Yoga Punya
[tuntunan cahaya di dalam diri] dan belas kasih sebagai penjaga-nya.
[2]. MENGEKSPRESIKAN DIRI.
Hampir semua pengetahuan tentang diri kita diberikan oleh orang
lain dan berasal dari orang lain. Seperti nama lahir, suku, ras, kebangsaan, bahasa, norma-norma sosial, dsb-nya, semuanya datang dari sudut
pandang dan pengalaman orang lain.
Hal ini bahkan termasuk menyangkut tekstur pikiran kita. Tidak saja
ilmu psikologi yang memberikan sudut pandang penilaian dan pengalaman
orang lain ke dalam pikiran kita, bahkan ajaran agamapun juga sama
memberikan sudut pandang penilaian dan pengalaman orang lain ke dalam
pikiran kita. Inilah salah satu akar dari semua kegelisahan dan keterasingan
di dalam diri kita manusia. Semua hal itu membuat kita menjadi
memandang diri kita sendiri berdasarkan sudut pandang penilaian dan
pengalaman orang lain. Padahal sesungguhnya, tekstur pikiran setiap
manusia itu masing-masing adalah unik, otentik dan berbeda-beda satu
sama lain. Sehingga apapun sudut pandang yang berasal dari penilaian dan
pengalaman orang lain tidak akan pernah bisa benar-benar pas dan sesuai
untuk diri kita.
Mengekspresikan diri memberikan kita jalan yang sangat lapang
untuk mengungkapkan diri kita yang unik dan otentik. Membantu kita
menemukan sisi-sisi terindah dari diri kita sendiri, membantu kesadaran kita
untuk mekar dan berkembang. Mengekspresikan diri menjadi langkah
spiritual yang penting jika membuat kita menjadi berani untuk menerima
diri kita sendiri seperti apa adanya, menjalani hidup kita sebagaimana
adanya, dengan cara kita sendiri, dengan cara unik kita sendiri.
Yang dimaksud dengan mengekspresikan diri, melakukan apa saja
yang membuat kita merasa lepas, damai dan bahagia di dalam diri adalah
melakukan suatu hal, suatu aktifitas, suatu kegiatan, apa saja, apapun itu,
kemudian kita rasakan di dalam diri, rasakan tanpa dualitas baik-buruk,
salah-benar, suci kotor, dsb-nya, bahwa hal itu membuat kita merasa
nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, bahwa hal itu membuat
kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita. Itulah yang
dimaksud dengan mengekspresikan diri.
Tapi ini sama sekali tidak berarti kita mabuk minuman keras atau
mengkonsumsi narkoba. Tentu saja tidak. Karena mabuk minuman keras
atau mengkonsumsi narkoba, berarti kita memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh kita untuk membuat kita merasa lepas dan bahagia. Hal itu
merupakan sesuatu yang datang dari luar yang kita masukkan ke dalam
tubuh kita, merupakan sesuatu yang buatan, bukan sesuatu yang asli alami
datang dari dalam diri. Hal itu analoginya seperti kita berusaha menutupi
lubang dengan membuat lubang baru yang lebih besar. Lama-kelamaan
kita akan menjadi kacau di dalam. Sehingga hal itu harus kita hindari.
Mengekspresikan diri kemunculannya harus benar-benar asli alami
datang dari dalam diri kita. Yaitu dalam bentuk kita melakukan suatu
kegiatan, kita melakukan apa saja, yang dapat membuat kita merasa
nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang dapat membuat kita
merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa dualitas
baik-buruk, salah-benar, suci kotor, dsb-nya. Itulah yang disebut dengan
mengekspresikan diri.
Penjaga kita di dalam mengekspresikan diri ada 2 [dua]. Yaitu penjaga
pertama [1] adalah Yoga Punya atau tuntunan cahaya di dalam diri, sebagai
hasil ketekunan kita melakukan praktek meditasi. Untuk menjadi diri kita
sendiri yang unik dan otentik. Serta penjaga kedua [2] adalah belas kasih
dan kebaikan. Dalam bahasa sederhana yang mudah dimengerti, terutama
karena di alam semesta ini terdapat HUKUM KARMA. Hal ini berarti bahwa
di dalam melakukan praktek spiritual mengekspresikan diri, jagalah diri kita
agar kita tidak sampai mengucapkan perkataan, atau melakukan perbuatan,
yang menimbulkan rasa sakit dan kesengsaraan bagi orang lain, sehingga
kita akan terhindar dari membuat karma yang fatal dan berbahaya.
Hukum karma tidak mengenal moralitas yang baik, ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, yang sifatnya dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-nya].
Hukum karma tidak mengenal dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor,
dst-nya. Semua bentuk dualitas hanya ada dalam pikiran manusia yang belum tersentuh oleh pencerahan Kesadaran Atma. Hukum Karma tidak
mengenal semua itu.
Yang ada dalam hukum karma hanya SEBAB dan AKIBAT. Hanya itu
saja. Hanya SEBAB dan AKIBAT. Yaitu seperti apapun bentuk rasa sakit dan
kesengsaraan yang kita timbulkan ke orang lain, suatu saat kelak [di masa
depan atau di kehidupan berikutnya] hal itu akan balik kembali ke diri kita
sendiri dalam bentuk rasa sakit dan kesengsaraan. Sebaliknya, seperti
apapun bentuk kebahagiaan dan sukacita yang kita berikan ke orang lain,
suatu saat kelak [di masa depan atau di kehidupan berikutnya] hal itu akan
balik kembali ke diri kita sendiri dalam bentuk kebahagiaan.
Secara mendasar, mengekspresikan diri bertujuan untuk membuka
lebar emosi bagian luar, sehingga emosi di bagian dalam dapat mengalir
keluar. Akan tetapi, saya [penulis] tidak dapat memberikan Anda pilihan
caranya yang paling tepat. Saya hanya bisa memberikan Anda garis
besarnya saja. Tapi yang mana yang paling tepat untuk diri Anda sendiri,
hanya Anda sendiri yang paling tahu. Karena setiap manusia itu unik dan
otentik. Setiap manusia memiliki kecenderungan, kebutuhan dan arah
pertumbuhan spiritual yang berbeda-beda.
Ada banyak sekali pilihan cara untuk mengekspresikan diri. Beberapa
contoh di bawah ini hanyalah sebagian kecil saran saja :
== 1]. Melakukan kegiatan yang menyenangkan.
Banyak tertawa dan bercanda yang sehat, yaitu tertawa dan bercanda
yang tidak menertawakan atau menghina orang lain. Lakukan hal-hal apa
saja yang mungkin kita suka, seperti misalnya [contoh] bersepeda, bermain
sepakbola, jalan kaki berkeliling, berenang di sungai yang airnya jernih,
memasak, berkebun, membuat kerajinan tangan, menonton film favorit,
mendengarkan musik yang terasa indah di hati [yang sesuai dengan selera
kita sendiri], melihat taman, menikmati keindahan arsitektur tempat suci
kuno, membaca buku, berkumpul dengan sahabat-sahabat kita, makan di tempat makan favorit, atau mungkin sekedar bermain-main ceria seperti
anak kecil, dsb-nya.
== 2]. Melakukan perjalanan.
Lakukan perjalanan seperti apa saja yang mungkin kita suka, seperti
misalnya [contoh] jalan-jalan ke alam terbuka yang alami, melakukan
penjelajahan ke tempat yang belum pernah dikunjungi, melakukan
tirtayatra ke tempat suci yang sakral, jalan-jalan ke obyek wisata, dsb-nya.
== 3]. Melakukan kegiatan seni.
Seni adalah salah satu cara mengekspresikan diri yang baik. Seni
membantu menghidupkan bagian-bagian yang halus di dalam diri kita,
sekaligus melepaskan bagian-bagian yang kasar di dalam diri. Sebagaimana
dapat kita rasakan bersama, masyarakat menanam banyak sekali benih-
benih kekerasan di dalam pikiran kita, seperti melalui penghakiman buruk,
kata-kata tidak sedap, dsb-nya. Tanpa upaya untuk membersihkan diri,
banyak manusia di jaman ini di dalam dirinya bisa menjadi penuh
kekerasan. Lakukan kegiatan seni apa saja yang mungkin kita suka seperti
misalnya [contoh] dengan menari, membuat lukisan, menulis, bermain
musik, dsb-nya.
== 4]. Melakukan kegiatan spiritual.
Kegiatan spiritual adalah salah satu cara mengekspresikan diri yang
sangat baik. Kegiatan spiritual dapat membantu kita menghidupkan
kesadaran di dalam diri, dapat membantu mengumpulkan akumulasi karma
baik, dapat membantu mengikis karma buruk, dapat membantu
memurnikan energi di dalam diri, atau dapat memberikan kita perlindungan
niskala. Lakukan kegiatan spiritual apa saja yang mungkin kita suka seperti
misalnya [contoh] melakukan Asana-Yoga, melakukan snana-widhi
[melukat] di tempat suci yang sakral, menjapakan mantra Ista Dewata,
sembahyang, dsb-nya.
[3]. MENJADI DIRI SENDIRI YANG UNIK DAN OTENTIK.
Seringkali dalam mengekspresikan diri, orang lain akan berusaha
menghambat kita. Kita ingin mengekspresikan diri yang sesuai dengan
panggilan suara hati kita di dalam, tapi orang lain [orang tua, keluarga,
tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat, orang yang memiliki kuasa,
dsb-nya] tidak ingin kita melakukan sesuatu hal tersebut. Mereka ingin kita
mengikuti jalur yang mereka buat, dengan alasan moralitas yang baik,
ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang
beradab, dan sejenisnya. Sehingga kita terpaksa melakukannya, padahal di
dalam hati kita menolak karena kita ingin melakukan hal yang berbeda. Kita
melakukannya dengan terpaksa, hati kita tidak terlibat di dalamnya. Itu
bukan pilihan kita. Kita melakukannya seperti budak, karena tidak datang
dari keunikan dan keotentikan diri kita sendiri.
Mudah untuk mengikuti dikte dan tekanan dari orang lain. Karena hal
itu akan memberikan sebentuk situasi yang nyaman secara sosial. Orang
lain [orang tua, keluarga, tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat,
orang yang memiliki kuasa, dsb-nya] akan gembira jika kita mengikuti
gagasan mereka tentang moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan,
tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya.
Ketika kita patuh dan mengikutinya mereka merasa gembira. Walaupun
gagasan mereka itu tidak memiliki nilai sama sekali secara spiritual, tidak
membuat mereka mengalami pencerahan Kesadaran Atma. Tapi justru
sebaliknya, hal itu membuat di dalam diri mereka merasa gelisah, tegang,
tidak bahagia, atau memendam hasrat duniawi, atau memendam
kemarahan. Di dalam diri mereka cengkeraman pikiran-perasaan pada kesadarannya masih tetap kuat. Tapi mereka tetap saja berusaha
menerapkannya kepada orang lain.
Tentu saja dalam hal ini, tidak ada kecurigaan tentang niat baik dan
mulia dari para pemuka agama, penceramah agama, Guru agama,
intelektual terpelajar dalam agama, dsb-nya. Tidak ada keraguan tentang
niat baik dan mulia mereka yang bertujuan agar manusia menjauh dari
kejahatan. Tapi yang secara jujur harus diungkapkan disini adalah
kegagalan dan ketidakmampuan mereka di dalam memahami fenomena
kesadaran di dalam diri manusia.
Setiap manusia itu unik dan otentik. Memiliki kecenderungan,
kebutuhan dan arah pertumbuhan spiritual yang berbeda-beda. Ketika
orang lain mendikte dan menekan kita bahwa HARUS melakukan ini dan itu
secara sama dan seragam, dengan alasan moralitas yang baik, ajaran
agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang
beradab, dan sejenisnya, maka secara alami di dalam diri, pikiran dan
perasaan kita akan TERBELAH.
Pikiran dan perasaan yang TERBELAH itu akan membuat manusia
menjalani kehidupan ganda. Akibat dikte dan tekanan orang lain tentang
moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup
yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, yang sifatnya sangat
dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-nya], hampir semua manusia
menjalani kehidupan ganda. Dia mengatakan suatu hal atau melakukan
suatu hal, akan tetapi pikiran-perasannya bergerak ke arah yang berbeda.
Hal itu secara alami membuat manusia mengalami konflik di dalam dirinya
secara berkelanjutan. Dia terus bertempur dengan dirinya sendiri di dalam.
Dia terus menyakiti dirinya sendiri.
Jika manusia memilih untuk mengekspresikan diri sesuai dengan
suara hatinya, dia akan merasa bahwa dia sudah melawan masyarakat
umum dan orang yang memiliki kuasa, serta dia sudah melanggar moralitas
yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, 
hidup yang beradab, dan sejenisnya. Hal ini membentuk suatu kondisi di
dalam pikiran-perasan manusia, suatu kondisi yang ditanamkan oleh orang
lain [orang tua, keluarga, tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat,
orang yang memiliki kuasa, dsb-nya], suatu kondisi pikiran yang membuat
manusia sibuk mengutuk dan menyalahkan dirinya sendiri. Hal itu salah, hal
itu tidak pantas, seharusnya kamu tidak melakukan itu, kamu tidak
bermoral, kamu berdosa, atau kamu salah. Kondisi bawah sadar itu akan
menikam dirinya, akan menyiksanya, membuatnya gelisah, tegang, tidak
bahagia dan merasa bersalah.
Sebaliknya, jika manusia memilih untuk TIDAK mendengarkan suara
hatinya, tapi mengikuti dikte dan tekanan orang lain tentang tentang
moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup
yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, maka suara hatinya akan
menekan dirinya. Terus menekan dirinya.
Itulah yang terjadi pada sebagian besar manusia. Pikiran dan
perasaan manusia TERBELAH. Membuatnya memiliki kehidupan dan
kepribadian ganda. Serta di dalam dirinya manusia akan merasakan
kegelisahan, atau ketegangan, atau perasaan tidak bahagia, atau
memendam hasrat duniawi, atau memendam kemarahan.
Bahkan seringkali terjadi pada manusia, dimana emosi bagian dalam
[seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-nya] benar-benar tertahan,
yang ditandai dengan di dalam diri sering merasa gelisah, tegang, tidak
bahagia, sulit tidur, atau memendam kemarahan, atau bahkan sudah
terlihat di permukaan dalam bentuk stres, depresi, penyakit, atau bahkan
gangguan kejiwaan. Di titik kritis tersebut, jangan menunda-nunda lagi,
segeralah belajar dan berusaha untuk mengekspresikan diri. Sebelum kita
mengalami kerusakan dan kehancuran di dalam diri.
Mengekspresikan diri dengan cara kita sendiri, dengan menjadi diri
sendiri, adalah praktek spiritual yang paling penuh tantangan, tapi
sekaligus paling mendamaikan di dalam diri. Yaitu mengekspresikan diri  sesuai dengan panggilan alami kita di dalam diri, serta mengabaikan
standar ideal yang dibuat orang lain tentang diri kita, kemudian dengan
rasa sukacita menjadi diri kita sendiri seperti apa adanya.
Semakin keras kita berusaha memenuhi standar ideal, keinginan dan
harapan orang lain, maka semakin beratlah tumpukan beban mental di
dalam diri kita. Beban mental yang berat itu dapat menjerumuskan kita ke
jurang gangguan pikiran. Tapi banyak orang yang tidak memiliki
keberanian untuk mengekspresikan diri, karena pikirannya sudah
terkondisikan dalam jangka waktu yang sangat lama, atau karena tekanan
dari lingkungan. Mereka yang menganggap bahwa hal yang paling sulit
dilakukan adalah untuk bersantai, untuk mengekspresikan diri.
Sesungguhnya, suatu hal yang mustahil untuk dilakukan di dunia ini
adalah dapat menyenangkan semua orang. Bahkan Guru spiritual paling
Agung-pun tidak dapat menyenangkan semua orang. Jika kita terus
berusaha mencoba untuk menyenangkan semua orang, kita akan merusak
hidup kita sendiri. Sekeras apapun usaha kita, pasti tetap akan ada orang
yang tidak senang. Tidak ada manusia yang bisa menyenangkan semua
orang, adalah mustahil untuk menyenangkan semua orang. Jangan
mencoba untuk berusaha menyenangkan semua orang, karena hal itu sama
dengan merusak diri kita sendiri.
Jangan pernah menjadi korban dari standar ideal orang lain dan
jangan membuat orang lain sebagai korban dari standar ideal kita. Kita
berada di dunia ini tidak untuk memenuhi harapan siapapun dan demikian
juga sebaliknya, tidak ada satupun orang yang berada di dunia ini untuk
memenuhi harapan kita. Mengekspresikan diri adalah bagian dari praktek
spiritual yang bersifat individualitas. Artinya, tidak ada orang lain yang bisa
memberitahu, atau mendikte, atau mengatur kita bagaimana jalan atau
caranya. Hanya diri kita sendiri yang tahu. Hormati individualitas diri kita
sendiri dan hormati individualitas orang lain.
Tidak ada kebenaran mutlak. Kebenaran selalu bersifat sangat relatif.
Mengapa diri kita terlihat benar, karena kita mengukur diri kita sendiri
dengan standar ukuran diri kita sendiri. Mengapa orang lain terlihat salah,
karena kita mengukur orang lain dengan standar ukuran diri kita sendiri.
Sehingga, jangan pernah ikut campur dengan menghakimi, mendikte, atau
mengatur, cara orang lain mengekspresikan dirinya. Demikian juga
sebaliknya, jangan mengijinkan siapapun untuk mencampuri cara kita
mengekspresikan diri. Hanya dengan cara begitu kemudian kesadaran kita
dapat mulai bercahaya.
Pahamilah kontradiksi ini, yaitu bahwa orang-orang yang terlalu keras
menekan dirinya dengan alasan moralitas yang baik, sesuai ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, maka pikiran-perasaan mereka akan TERBELAH. Kesadaran
mereka akan gagal untuk mekar. Mereka akan kehilangan energi sukacita
mendalam di dalam diri. Mereka akan gagal untuk menemukan kedamaian
sejati di dalam diri. Mereka akan akan gagal mengalami pencerahan
Kesadaran Atma.
Akan tetapi pada kenyataannya, kita hidup di dunia dimana banyak
manusia tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Sebagai akibatnya mereka
tidak dapat bahagia dengan orang lain. Mereka menjadi penuh dengan
penghakiman dan mudah mengucapkan perkataan menyakitkan. Inilah
tantangan bagi kita semua dalam mengekspresikan diri.
Orang-orang yang tidak bahagia dengan diri mereka sendiri, tidak
akan dapat bahagia dengan cara apapun. Apapun yang kita lakukan,
mereka pasti akan menemukan cara untuk menjadi tidak bahagia dengan
kita, disebabkan karena mereka sendiri tidak bisa bahagia dengan dirinya
sendiri. Berada di dalam pengaruh orang-orang seperti itu akan
menghalangi cahaya kesadaran di dalam diri kita dapat memancar indah.
Seperti lilin yang diterpa angin, sering-sering berada di dekat mereka dapat
membuat cahaya kesadaran di dalam diri kita menjadi padam. Tentunya, ada cara agar kita selamat dari penghakiman dan kritik
pedas orang lain, yaitu pertama [1] kita pergi menghindar dari mereka, atau
mengabaikan mereka. Kedua [2] jika seandainya kita tidak dapat
menghindar atau mengabaikan mereka, kita sedikit berbicara tapi banyak
tersenyum. Karena menjawab [merespon] dengan perkataan terhadap
orang-orang yang penuh dengan kritik dan penghakiman, hanya akan
memperpanjang jumlah kerumitan yang sudah banyak. Sedikit berkata-kata
dikombinasikan dengan banyak tersenyum, tidak saja akan mengurai
kerumitan menjadi kesederhanaan, tapi juga bisa merubah kesengsaraan
menjadi pengertian. Artinya, mengerti bahwa orang yang penuh
penghakiman dan kritikan, di dalam dirinya sedang sengsara. Kemudian
kita tidak perlu menambahkan kesengsaraan dan kerumitan yang baru.
Salah satu bentuk ketakutan terbesar di dunia ini adalah menyangkut
pendapat orang lain tentang kita. Pada saat kita tidak lagi memiliki rasa
takut terhadap pendapat semua orang-orang banyak tentang kita, maka
secara simbolik kesadaran kita tidak lagi laksana seekor katak di dalam
sumur, tapi kesadaran kita telah menjadi laksana seekor burung elang
terbang tinggi bebas di angkasa yang tidak mengenal takut. Berani menjadi
diri sendiri yang otentik dan berani menjalani hidup kita sesuai dengan
tuntunan cahaya di dalam diri.
Ekspresikanlah diri kita sesuai dengan panggilan alami kita di dalam
diri, sebagaimana diri kita sendiri apa adanya, tanpa melibatkan dualitas
salah-benar, buruk-baik, kotor-suci. Ekspresikanlah diri kita sesuai dengan
panggilan alami kita di dalam diri, tanpa penyesalan dan tanpa rasa
bersalah. Lakukan apa saja yang membuat kita merasa nyaman, lepas,
damai dan bahagia di dalam diri, yang membuat kita merasa hidup,
bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa dualitas baik-buruk,
salah-benar, suci kotor, dsb-nya. Disanalah kita akan mulai terbebas dari
beban berat emosi di dalam, seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-
nya, sekaligus terbebas dari beban berat untuk menginginkan pujian dan
pengakuan dari orang lain. Sehingga kemudian, pikiran-perasaan kita di
dalam menjadi ringan dan nyaman.

Apa jalan kita untuk mengekspresikan diri, hal itu hanya diri kita
sendiri yang tahu. Kriteria sederhana yang harus diingat adalah, apapun
yang di dalam diri membuat kita terasa lepas, damai dan bahagia, yang
membuat kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita,
terjadi karena kemauan kita sendiri, jika kita merasakan kemunculan suatu
energi sukacita yang indah di dalam diri melalui mengekspresikan diri,
maka itu adalah jalan kita.
Jika kita mulai melakukan apa yang didikte, ditekan atau diatur oleh
orang lain, di dalam diri kita akan mulai menjadi kacau. Kita akan
melakukan usaha untuk melawan diri kita sendiri. Hal itu tidak akan alami.
Kita menjadi memaksa diri kita sendiri dan ini akan menghancurkan seluruh
keindahan, kedamaian dan keheningan di dalam diri.
Sehingga setiap orang harus mencari tahu apa cara mengekspresikan
diri yang sesuai dengan panggilan di dalam dirinya. Setiap orang harus
mencari tahu apa yang paling tepat untuk dirinya sendiri. Jika kita
merasakan kenyamanan, perasaan lepas, damai dan bahagia, merasakan
kemunculan suatu energi yang indah di dalam diri melalui
mengekspresikan diri, melalui melepaskan, maka itu adalah jalan kita.
Lakukan hal itu secara total. Jangan melihat ke samping dan jangan peduli
tentang apa yang orang lain katakan. Jangan peduli tentang apa yang
orang lain lakukan. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka lakukan,
kita melakukan apa yang kita lakukan.
Mengekspresikan diri akan menuntun kita menjadi diri sendiri yang
unik dan otentik. Kita dapat menjadi diri kita sendiri yang UTUH dan
menyeluruh. Tidak akan ada lagi pikiran-perasaan yang TERBELAH. Darisana
kemudian terbuka pintu menuju penemuan kebebasan perasaan dan
sukacita mendalam di dalam diri.
Ekspresikanlah diri kita sesuai dengan panggilan alami kita sendiri di
dalam diri. Jadilah diri kita sendiri yang unik dan otentik. Jika kita terus  memikirkan apa pendapat orang lain, atau kita selalu menginginkan
pengakuan dari orang lain, maka kita akan hidup dalam penjara berbahaya.
Bahaya pertama, kita akan berkembang menjadi orang lain, hanya
persoalan waktu kita akan merasa hampa dan terasing dalam hidup kita
sendiri. Bahaya kedua, kehidupan kita akan bergerak dari gelap ke gelap.
Keadaannya mirip dengan merpati yang memaksakan diri menjadi kelinci.
Di mana-mana kita akan merasa resah dan gelisah, atau merasa tidak tentu
arah, atau merasakan kehilangan keyakinan diri.
Sehingga kemudian, belajarlah menjadi diri kita sendiri yang unik dan
otentik. Hal itu laksana pohon kaktus yang merasa bahagia tumbuh di
tanah kering dan bunga teratai yang merasa bahagia tumbuh di kolam
basah. Laksana pohon kelapa yang merasa bahagia tumbuh di tepi pantai
dan pohon pinus yang merasa bahagia tumbuh di lereng pegunungan.
Laksana harimau yang bahagia memakan daging dan kambing yang
bahagia memakan rumput. Laksana ikan yang merasa bahagia berenang di
air dan burung yang merasa bahagia terbang di angkasa. Semuanya merasa
bahagia menjadi dirinya sendiri yang unik dan otentik.
Biarkan saja orang lain mengatakan kita begini dan begitu.
Penghakiman dan kata-kata tidak sedap yang diucapkan orang tentang diri
kita, itu adalah racun yang mereka minum untuk pikiran mereka sendiri.
Ingatlah selalu bahwa menjadi bahagia adalah spiritual. Menjadi
bahagia adalah mulia. Hanya orang yang dapat membahagiakan dirinya
sendiri yang kemudian dapat membahagiakan orang lain secara
mengagumkan. Laksana pohon rindang yang dapat menyejukkan banyak
mahluk yang berteduh di bawahnya, demikian juga dengan orang yang di
dalam dirinya berlimpah dengan perasaan sukacita. Sehingga sesibuk
apapun pekerjaan kita, seberat apapun tugas rumah tangga kita, selalu
sediakan waktu untuk membuat diri kita bahagia. Lakukan apa saja yang
membuat kita merasa lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang
membuat kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita. Ekspresikan diri kita sesuai dengan panggilan alami kita di dalam diri, tanpa
melibatkan dualitas salah-benar, buruk-baik, kotor-suci.
Ini bukanlah praktek spiritual untuk menjadi egois, ini bukanlah
praktek spiritual yang mementingkan diri sendiri, melainkan praktek
spiritual untuk membebaskan diri kita dari pikiran-perasaan yang
TERBELAH. Untuk membuka lebar emosi bagian luar sehingga emosi di
dalam dapat mengalir keluar, untuk membebaskan kesadaran kita dari
cengkeraman perasaan yang gelap, untuk membangkitkan energi sukacita
di dalam diri, untuk berani menerima diri kita sendiri seperti apa adanya,
untuk menemukan sisi-sisi terindah dari diri kita sendiri, serta untuk
mengungkapkan diri kita yang unik dan otentik.
Semua hal tersebut akan membantu kesadaran kita untuk dapat
mekar berkembang dan bercahaya, sekaligus mempersiapkan diri kita agar
dapat menolong dan membahagiakan orang lain secara lebih mendalam.

Tunjung Dhimas & R. Aprilia Gunawan.

Sumber Redaksional:


- Menyatu dengan Tarian Kosmik ; I Nyoman Kurniawan

- Kidung Romansa Cinta; R. Aprilia Gunawan.

- Kisah Cinta Rahwana;  Damarsashangka.

- Kitab Veda; Bagavatgita; Salinan II.

- Psikologi Jiwa; karya Agung Ki Ageng Suryo Metaram.

- Bumi Manusia; Pramoedya Ananta Toer.

- Filsafat Landasan Aksiologi dasar Humaniora; Made Pramono.

- Metseba; S.H. Dewantoro.

- Sang Suwung; S.H. Dewantoro.

- Teori Sikap dan Perilaku; Dr. Ardward.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...