Senin, 03 Juli 2017

JANTUNG MISTIK NUSANTARA

MENELISIK PERJALANAN ROH DARI KARNA RAJA ANGGA SAMPAI IR. SOEKARNO

Demikianlah kisah perjalanan Rohku dalam perputaran waktu semesta. Kira-kira pada tahun 1500 SM,  di Tanah Gosen (Negeri Mesir) Rohku menitis kembali sebagai bayi mungil yang dihilirkan di Sungai Nil oleh bundaku, persis kejadian bayi Karna yang dihilirkan  di Sungai Aswa oleh Bunda Kunti. Dari Karna, aku lahir menjadi Ismail, dan kemudian lahir lagi sebagai Musa. Namaku dikenal dengan Musa karena aku adalah “bayi yang diangkat dari air” dan aku juga ditakdirkan menjadi MUSAfir yang berkelana di padang pasir selama sekitar 40 tahun untuk menuntun umat Bani Israel menuju Tanah Yang Dijanjikan (the Promised Land).

Mulai saat itulah (1500 SM), fondasi Agama Samawi (Abrahamefik) diletakkan. Oleh Tuhanku, Hyang Agung, aku diberi tongkat maskulinitas untuk membelah samodra femininitas guna melahirkan generasi baru ke dunia. Pada jagat cilik (mikrokosmos), ini merupakan tamsil bagi lahirnya sang jabang bayi melalui “LAUT MERAH” ibunya. Sedangkan pada jagat gedhe (makrokosmos), aku, Musa, membelah Laut Merah dengan tongkatku untuk menyeberangkan umat Israel dari Negeri Perbudakan menuju Tanah Kemerdekaan yang Dijanjikan.

Hukum yang kubawa dari Tuhanku berupa 10 Perintah Allah (Ten Commandments), tiga teratas untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, dan 7 butir di bawahnya untuk menjaga hubungan antar sesama manusia. Hukum-hukum yang aku berlakukan saat itu sangatlah keras, karena pada eraku, aku diamanahkan untuk mendidik NALURI – fase pertumbuhan awal pada perkembangan manusia. Coba saja bayangkan, aku harus membawa sekitar 600 ribu kepala keluarga melintasi gurun pasir yang gersang, belum lagi mereka membawa hewan peliharaan mereka masing-masing. Sungguh tugas pejalanan yang sangat berat dan melelahkan untuk menyelamatkan umat Bani Israel dari kejaran tentara Firaun.

Sementara, adikku Arjuna, lahir sebagai Ishak, dan pada masa sekitar 500 SM lahir kembali sebagai Sidharta Gautama di Kerajaan Kapilawastu, India Utara, melalui rahim seorang ratu suci, Dewi Maya, yang bersuamikan Raja Sudhadana.  Sesungguhnya, Roh Arjuna bukanlah roh sembarangan. Pada zaman Treta Yuga, adikku Arjuna, telah lahir sebagai Nara, yang lahir kembar bersama Narayana. Dewi Murti putri Daksha kawin dengan Dewa Dharma  dan melahirkan putra kembar Nara dan Narayana. Pada masa Dwapara Yuga, Nara dan Narayana lahir kembali sebagai Arjuna dan Vashudewa Khrisna untuk kembali menegakkan dharma.

Pada masa-masa kehidupan sebelumnya, roh adikku, Arjuna, mempelajari bahwa kekerasan dan senjata tidak dapat menyelesaikan masalah. Dengan tangannya sendiri, bahkan dia membunuh kakak kandungnya, Karna. Berkat jasa-jasa di kehidupan sebelumnya, adikku, Arjuna dianugerahi hidup yang penuh nikmat duniawi, sebagai seorang putra mahkota di Kerajaan Kapilawastu. Disediakan taman-taman yang penuh dengan pelayan cantik dan muda, bahkan disediakan lebih dari 72 “bidadari.” Namun, di dasar hatinya yang paling dalam, masih kuat membekas bahwa Tahta, Harta, dan Asmara justru melahirkan malapetaka, jika diperoleh dengan menghalalkan segala cara. Maka ditinggalkannya semua kehidupan mewah istana, dan Sidharta Gautama hidup sebagai pertapa untuk membebaskan diri dari segala kemelekatan duniawi, mengulangi lakonnya ketika Arjuna bertapa di Gunung Indrakila sebagai Begawan Ciptaning dan memperoleh anugerah Panah Pasupati dari Shiva Mahadewa. Pasupati berasal dari kata pasu (pemusatan) dan pati (kematian). Itulah jalannya untuk mengendalikan dan mengalahkan (meruwat) ego dan keakuan diri agar memperoleh pembebasan dari segala belenggu kemelekatan duniawi.

Pada kehidupan berikutnya, Sidarta Gautama lahir kembali sebagai bayi mungil di palungan sebuah kandang domba di Betlehem. Tiga ahli bintang pun melihat suatu keajaiban akan adanya suatu bintang yang bersinar terang menyinari tempat lahir bayi mungil itu di kandang hewan. Terang Dunia telah lahir ke dunia !

Pada Era Sidarta dan Yesus inilah  tahapan kecerdasan emosional (NURANI) dimulai. Hukum Rajam diganti dengan Hukum Kasih. Bagaimana orang harus mengasihi sesama, berani menyalib egonya untuk mencintai sesama. Seandainya dunia ini menerapkan hukum kasih dengan berjalan di bawah naungan rahmat Ilahi, maka dunia akan damai sejahtera. Tiada lagi peperangan, tiada lagi kekerasan. Pedang dan tombak dijadikan sabit dan mata bajak untuk mengolah dan menyongsong kemurahan Tuhan.

Yesus pun mengajarkan doa yang sangat terkenal: “Bapa yang bertahta di Sorga... Dimuliakanlah namaMu, dsb.” Siapakah yang bertahta di Swargaloka kalau bukan Dewa Indra, bapak Arjuna?

Dua hukum utama yang diajarkan Yesus termuat dalam Injil Matius Bab 22, ayat 37-40:

“Sembahlah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap AKAL-BUDIMU (hamblim minallah = hubungan dengan Tuhan).
Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri (hablim minan naas = hubungan dengan sesama).

Yesus menegaskan: PADA KEDUA HUKUM INILAH TERGANTUNG SELURUH HUKUM TAURAT DAN KITAB PARA NABI.”

Swargaloka hanya dapat diperoleh ketika orang mampu mengendalikan indra, mampu menyalibkan ego dan keakuannya. Cukuplah orang hidup sederhana dengan memenuhi KEBUTUHAN-nya, bukan KEINGINAN. Karena keinginan ibarat air laut, semakin banyak diminum, akan semakin haus jadinya. Keinginan adalah sumber segala kemelekatan, dan kemelekatan adalah SUMBER SEGALA PENDERITAAN. Hiduplah sederhana dengan memenuhi KEBUTUHANmu. Maka Tuhan akan mencukupinya! Gunakan akal-budimu untuk menanggapi Hukum Alam (Sabda Tuhan) untuk menyongsong kemurahanNya agar hidupmu sejahtera, dan gunakanlah kasihmu untuk menjalin hubungan yang harmonis antar sesama manusia.

NALURI dan NURANI belum lah cukup. Kelak dari garis keturunanku (Ismael) lahir seorang nabi besar yang diberi tugas untuk membuka rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin). Salah satu wasiatnya adalah “Carilah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat!” Inilah dimensi PIKIR. Maka sempurnalah sudah. Kitabnya, Al Quran, terangkum dalam Ummul Kitab, yaitu Alfatehah. Inti dari alfatehah adalah lafaz  basmalah “bismillahirrahmanirrahim.”

Secara harfiah, lafaz basmalah (bismillahirrahmanirrahim) dapat diartikan sebagai “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” Ketika seseorang mengucapkan lafaz basmalah maka ada dua konsekuensi utama atas janji yang diucapkan itu, yaitu membawa dan melibatkan nama Allah Swt dalam setiap aktivitas yang akan dilakukan.

Pertama, si pengucap lafaz berjanji mengagungkan Tuhan Semesta Alam dengan tunduk dan taqwa kepada ketentuan Allah Yang Maha Pemurah (ar Rahman). Bagaimana caranya tunduk dan taqwa kepada ar Rahman? Untuk dapat tunduk dan taqwa secara sempurna, si pengucap lafaz tentu harus bisa membaca qudratullah dan sunatullah (hukum alam) yang tertulis di alam semesta ini, atau yang dalam pengertian Nusantara disebut sebagai Sastra Jendra (Sastra = Tulisan, Jendra dari kata Raharja dan  Indra, Raharja = Keselamatan, Indra = Ratu atau Raja, Ratuning Keselamatan). Jadi si pengucap lafaz telah berjanji untuk menggunakan segenap jiwa-raga, akal-budi, pikiran dan segenap panca inderanya untuk mempelajari dan taqwa kepada qudratullah dan sunatullah yang tersurat di hukum alam itu. Tentulah si pengucap itu harus rajin bertanya, rajin belajar dan mencari tahu tentang hukum alam, gigih, penuh semangat belajar dan mempraktekkannya. Contoh, ketika Anda akan menanam padi atau cabai, pastikan Anda mendapatkan bibit yang unggul, tanah yang sesuai dan gembur, pupuk organik terbaik, dan musim yang tepat. Maka dipastikan keberkahan panen dari Yang Maha Murah pun akan melimpah.

Kedua, si pengucap lafaz berjanji untuk tunduk dan taqwa kepada ketentuan Allah Yang Maha Penyayang (ar Rahim). Bagaimana caranya tunduk dan taqwa pada ar Rahim? Untuk dapat tunduk dan taqwa secara sempurna, si pengucap lafaz tentu harus bisa mengamalkan sifat kasih sayang kepada sesama manusia (yang tentu dapat diperluas kepada seluruh titah/makhluk di muka bumi), bersikap jujur, adil dan rendah hati.

Inilah tahap perkembangannya:

MUSA : NALURI, nurani, pikir.
SIDHARTA-YESUS: NALURI,NURANI, pikir.
MUHAMMAD: NALURI, NURANI, PIKIR.

(Perhatikan HURUF BESAR dan HURUF KECIL !)

WADAG/FISIK : NALURI
SANG URIP: NURANI
OTAK: PIKIR.

Inilah makna “NGEKROKKE MBANG TELON” (atau MEKARNYA TIGA JENIS BUNGA) dalam diri manusia:
• Naluri (disimbolkan bunga Mawar Merah) intinya untuk memelihara Wadag Jasmani,
• Nurani (disimbolkan bunga Kenanga warna Hijau) sebagai alat kontrol untuk menata batin agar dapat melangkah sesuai dengan kehendak Tuhan dengan landasan moral kasih-sayang antar sesama manusia, dan
• Pikir (disimbolkan bunga Melati) untuk menanggapi Hukum Alam guna menyongsong kemurahan Tuhan agar hidup manusia menjadi mudah dan sejahtera.

Inilah Inti dari Ajaran Budi Rahayu.

Dengan menggunakan ketiga piranti yang diberikan Tuhan itu secara harmonis, seimbang, dan sinergi, manusia dapat mewujudkan hidup yang sehat, damai, sejahtera baik pada tataran diri, keluarga, dan masyarakat.

Tapi sayang, hingga sekarang NALURI-NURANI-PIKIR terbukti belum bisa menyatu secara seimbang dan senergi pada tataran individu atau pun umat (masyarakat). Karena dikuasai oleh ego dan keakuan individu, golongan atau pun agama, umat yang satu mengkafirkan umat yang lain, mereka tiada menggunakan landasan kasih antar sesama manusia.

Pada penitisan berikutnya, Roh Arjuna akan menitis sebagai Prabhu Airlangga, Raja di Kahuripan. Pada Era Prabhu Airlangga inilah dikarang suatu kidung yang sangat bagus dikenal dengan “Kakawin Arjuna Wiwaha.”

Musa akan lahir sebagai Gadjah Mada, seorang penganut agama Budha, hidup bersama dengan Raja Hayam Wuruk penganut agama Hindu-Syiwaisme.  Untuk menjaga keharmonisan hubungan antar umat, Mpu Tantular mengarang Kitab Sutasoma yang bersemboyankan “Tanhana Dharma Mangruwa, Bhineka Tunggal Ika.” Topik ini akan dibahas pada postingan berikutnya.

Bersambung ke Serial 16D. Tunggu yahh ... tarian jemariku masih harus menanti otak yang berenang mencari titik temu, tapi Gajah Mada tetap Gajah Mada itu moyang kita bukan Gadj ahmadaludin !!

TUNJUNG DHIMAS

Daftar Pustaka:

- Al-Kitab; perjanjian lama dan baru ; injil.

- Kajian Kitab Kuning; Salafiah.

- Serat Babad Jawi; Panembahan Senopati; Damarsashangka.

- Sejarah Animisme dan Dinamisme Nusantara; prespektif suku tengger dan Hiduisme Bali.

- Naskah Novel The Davinci Code; Dan Brown.

- Kitab Veda; Kisah Mahabarata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...