Senin, 10 Juli 2017

Reinkarnasi Dan Nasib Sebagai Tanggung Jawab Masing-Masing

Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula"[1]) atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.

Terdapat dua aliran utama yaitu pertama,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. Kedua,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.

Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya. Dalam agama Hindu dan Buddha, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

12 Tanda Jiwa yang Pernah Mengalami Reinkarnasi – Keyakinan tentang reinkarnasi awalnya bertolak belakang dengan keyakinan saya. Sebelumnya saya tidak pernah percaya/menerima apa itu reinkarnasi atau kelahiran berulang. Tapi, setelah mengalami sendiri dan melakukan penelitian tentang beberapa ‘keanehan’ pengalaman-pengalaman spiritual seperti deja vu, prekognisi dll, akhirnya saya mengerti bahwa reinkarnasi memang benar-benar nyata. Artikel berikut menjelaskan tanda-tanda jiwa yang sudah pernah mengalami reinkarnasi.

Dalam tradisi Islam, kepercayaan adanya reinkarnasi ini banyak dianut kalangan sufi. Mereka percaya bahwa banyak sisipan ayat-ayat dalam kitab Suci yang menyiratkan kebenaran adanya reinkarnasi. Meskipun banyak penyair yang mengutarakannya secara tersembunyi dalam syair-syair yang ditulisnya seperti Jalaluddin Rumi, Ibnu al-arabi, maupun Saadi dari Shiraz.

Reinkarnasi saat ini telah menjadi pembahasan ilmiah kalangan intelektual barat. Dan beberapa perguruan tinggi di dunia barat mencantumkan permasalahan paranormal, termasuk didalamnya tentang reinkarnasi sebagai mata kuliah pada fakultas kedokteran dan psikologi. Penelitian yang logis, objektif dan tentu saja netral telah mampu menepis secara perlahan tentang kemustahilan adanya reinkarnasi. Para peneliti telah menemukan bukti bahwa reinkarnasi bukanlah merupakan sesuatu yang takhayul, dan benar-benar ada dalam kehidupan manusia. Reinkarnasi berlaku untuk semua makhluk hidup. Hal ini didukung adanya fakta bahwa seluruh responden yang diterapi dengan metode Past Life Regression (regresi kehidupan lampau, yang membantu mengobati trauma atau sakit yang diderita) menunjukan reaksi yang diluar pemikiran akal, yaitu secara sadar, walau dalam kondisi terhipnosis, menceritakan fragmen-fragmen kehidupan mereka pada kehidupan sebelum saat ini.

Beberapa orang percaya bahwa ada jiwa-jiwa di antara kita yang baru mengalami kehidupan pertama mereka di Bumi (belum pernah inkarnasi) dan ada juga beberapa jiwa yang lebih berpengalaman yang telah tinggal berkali-kali sebelumnya (jiwa tua, biasanya dialami orang-orang Indigo). Nah, ini adalah pertanyaan yang harus Anda cari sendiri ketika mencoba untuk menentukan apakah Anda sudah pernah tinggal di kehidupan sebelumnya.

1. Anda memiliki mimpi yang sama berulang-ulang
Mimpi adalah refleksi dari hal-hal yang Anda lihat dalam hidup Anda, itu bukan sekedar ‘bunga tidur’. Apakah Anda tahu, meski semua tampak sangat asing, setiap momen dalam mimpi Anda adalah kejadian yang telah Anda lihat sebelumnya. Ini fakta yang memaksa saya untuk menambahkan mimpi berulang untuk artikel ini. Apakah Anda memiliki mimpi aneh yang terjadi berulang-ulang ketika tidur? Apakah orang-orang dan tempat-tempat dalam mimpi ini muncul untuk mewakili periode tertentu dalam sejarah? Ini mungkin merupakan tanda bahwa jiwa Anda mengingat kenangan dari kehidupan Anda sebelumnya.

2. Intuisi Anda kuat dan sangat berguna
Intuisi berasal dari kemampuan untuk memanfaatkan kebijaksanaan dan pengetahuan yang tidak tersedia bagi kita untuk mengartikulasikan. Kadang-kadang kemampuan dan kebijaksanaan datang dari pengalaman yang sudah pernah Anda alami dalam hidup Anda, tapi itu tidak selalu terjadi. Mereka yang cenderung bijaksana dan bisa mengendalikan ego berarti berjiwa matang (old soul). Jika Anda memiliki intuisi yang kuat, mungkin merupakan indikasi bahwa jiwa Anda sudah memiliki pengalaman masa lalu, hanya perlu untuk dilatih kembali.

3. Beberapa kenangan seperti muncul kembali dari tempat yang dikunjungi
Hal ini cukup sering terjadi khususnya pada anak-anak. Anak-anak jauh lebih dekat ke titik persimpangan jiwa daripada orang dewasa, dan mereka sering mampu mengingat lebih mudah hal-hal dari masa lalu. Saat masih kecil atau sekarang, apakah Anda memiliki kenangan saat Anda berkunjung ke suatu tempat tertentu? Seperti tiba-tiba muncul ikatan emosi dengan tempat itu? Memiliki tempat kenangan sepertinya tidak asing umumnya terjadi pada orang yang telah memiliki kehidupan masa lalu, padahal kehidupan saat ini belum pernah mengunjungi tempat itu.


4. Anda sering mengalami déjà vu
Hal ini terjadi untuk semua orang di beberapa titik atau lebih. Déjà vu yang jelas merupakan indikasi bahwa Anda sudah pernah berada di suatu tempat sebelumnya, bertemu dengan seseorang sebelumnya, dan hal itu berdampak pula pada pengetahuan Anda tentang hal-hal tertentu, meskipun Anda belum pernah belajar dalam hidup ini.

5. Anda sangat empatik
Orang yang memiliki perasaan empatik memiliki sensitifitas tinggi. Mereka sering langsung merasakan pengalaman orang-orang di sekitar mereka. Kadang-kadang orang menggunakan empatinya untuk melupakan masalah mereka sendiri dan memiliki rasa welas asih kepada orang lain. Tapi itu bisa menjadi tanda nyata bahwa jiwa Anda memiliki inkarnasi sebelumnya dan lebih diarahkan untuk perdamaian dunia daripada diri sendiri.

6. Anda sering mengalami prekognisi
Prekognisi, juga disebut visi masa depan atau visi kedua, adalah kemampuan sebagian dari kita untuk mendapatkan informasi tentang peristiwa yang akan terjadi di masa depan yang umumnya belum pernah terpikirkan. Seseorang mengalami prekognisi melalui visi (penglihatan), perasaan, dan kadang-kadang lewat mimpi. Beberapa menganggapnya sebagai fenomena pseudo-science (parapsikologi), itu pertanda bahwa jiwa Anda telah tumbuh dewasa dan penuh energi wawasan.

7. Anda juga mengalami retrokognisi
Retrokognisi berlawanan dengan prekognisi. Retrokognisi memungkinkan Anda untuk mengakses informasi dan rincian dari peristiwa masa lalu Anda sendiri. Retrokognisi sangat sulit dibuktikan, tidak seperti prekognisi. Terlepas dari seberapa baik Anda sudah bisa membuktikan kepada orang lain, tapi mengalami retrokognisi adalah tanda kuat bahwa Anda telah menjalani kehidupan masa lalu.

8. Anda “lebih bijaksana melampaui usia Anda”
Pengalaman ini disebut teori “Soul Age”, yang menjelaskan bahwa jiwa yang telah bereinkarnasi berkali-kali mendapatkan usia yang jauh melampaui kepribadian kita. Jika Anda dilahirkan sebagai seorang jiwa yang baru, Anda mudah sekali terlihat dari perilaku dan cara bersikap dalam menyikapi masalah. Jika Anda seorang jiwa yang lebih tua, itu berarti menunjukkan Anda telah bereinkarnasi berkali-kali. Salah satu tandanya adalah tidak suka menyalahkan dan selalu memiliki cara pandang dalam banyak sudut.

9. Anda memiliki ketertarikan pada suatu masa atau budaya tertentu
Ketika Anda masih kecil, apakah Anda memiliki ketertarikan pada periode waktu atau budaya? Apakah Anda menyukai gaya tahun 1950-an? Apakah Anda merasa sangat terhubung dengan budaya lain, yang saat ini masih ada atau tidak lagi ada? Anda bahkan mungkin memiliki perasaan aneh, tentang jenis pekerjaan tertentu atau karyawan dari suatu profesi tertentu. Afinitas ini mungkin semacam residu kenangan dari kehidupan masa lalu yang mungkin cukup membahagiakan untuk Anda. Jika Anda tidak bahagia, Anda tidak mungkin memiliki ‘perasaan aneh’ untuk itu dalam hidup ini, bukan? Pelajari apa yang perlu diketahui. Anda mungkin memiliki beberapa kebijaksanaan mendalam yang terkubur di dalam ingatan Anda.

10. Anda memiliki phobia yang tidak bisa dijelaskan
Saya sendiri memiliki fobia ketinggian dan suara ledakan keras. Jika Anda dapat mengingat tempat yang membuat trauma dari kehidupan masa lalu Anda, yang terus menghantui mimpi Anda, maka tidak ada alasan untuk terus mengingatnya hari ini dan seterusnya. Renungkan rasa takut dan cobalah menghadapinya. Putuskan siklus inkarnasi jiwa Anda saat ini, agar tidak ada lagi beban yang harus dibawa saat menyusuri perjalanan ke dimensi lebih tinggi.

11. Anda tidak merasa berada di rumah
Tidak hanya di rumah, tetapi juga di kota Anda. Bahkan di negara Anda, benua, atau budaya saat ini. Kerinduan untuk pergi ke ‘kampung halaman’ mungkin merupakan tanda bahwa jiwa Anda memiliki kecintaan budaya atau periode waktu tertentu yang tidak mungkin lagi Anda miliki. Jiwa yang pernah bereinkarnasi mungkin merasa memiliki keinginan yang mendalam untuk kembali ‘bernostalgia’ dengan kehidupan masa lampau.

12. Anda tidak memiliki hubungan kuat dengan orang tua Anda
Yang satu ini hampir secara pasti dialami anak-anak. Sebagai seorang anak, Anda mungkin seharusnya mencintai dan menghormati orang tua Anda, tetapi Anda tidak memiliki rasa ketertarikan untuk mereka. Mengapa? itu berarti inkarnasi Anda sebelumnya mengalami kematian saat usia belia, dan belum sempat mengenal orang tua Anda. Apakah Anda pernah bermimpi memiliki orang tua lainnya? Bisakah Anda mengingat nama-nama mereka dan dimana mereka tinggal?Ini merupakan tanda yang mengarah bahwa Anda pernah lahir di kehidupan sebelumnya.

Ada banyak keyakinan tentang reinkarnasi. Beberapa orang percaya bahwa kita berulang kali bereinkarnasi sebagai manusia sampai kita benar-benar belajar tentang pelajaran kehidupan sejati dan kemudian berpindah ke dimensi lain yang lebih tinggi dari keberadaan. Anda tidak harus percaya dengan artikel yang saya tulis ini. Tapi, akan lebih baik Anda saya anjurkan untuk lebih percaya kepada ketentuan (qadha’ dan qadar) Tuhan YME dan mencatat setiap pengalaman Anda sendiri, karena alam semesta ini penuh dengan banyak misteri yang kadang tidak masuk akal. Dalam hidup, kita tidak boleh berhenti belajar mengenali diri kita sendiri dan hal-hal di sekitar kita. Karena setiap pengalaman semasa kita hidup adalah guru terbaik bagi kita agar jauh lebih memahami hakikat kehidupan (Haqqul Yaqin).

Disclaimer : Segala sesuatu yang saya tuliskan tidak bermaksud lain selain membagikan apa yang saya alami dan yakini dalam perjalanan spiritual saya sendiri. Dengan niat yang tulus untuk berbagi tentang kesadaran, diluar batas sebagai organisasi, paham, atau bahkan agama. Saya netral menuliskan semuanya dalam cinta kasih, dan saya yakin semua orang bisa merasakannya. Sekali lagi, satu-satunya sarana untuk mengenali kebenaran hanyalah dengan menggunakan hati. Setiap kali membaca atau menerima informasi tertentu, tanyakan pada hati, apakah hal yang Anda terima sesuai dengan keyakinan diri sendiri? Jika jawabannya tidak, Anda bisa mengembalikannya kepada semesta. Tanpa penilaian akal/menghakimi.

Tunjung Dhimas

Sumber:

- Regresi psikosomatik: dr. Newton.

- Kidung Semesta; R. Aprilia Gunawan.

- Divine Message Of DNA; Murakmi.

- (hasil diskusi komunitas Indigo &; praktisi sepiritual; experimen penulis)

Modus Puasa

Puasa atau shaum (bahasa Arab) secara harfiah berarti menahan diri. Ilmu Fiqh mendefinisikan puasa sebagai perilaku menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya (pemenuhan dorongan biologis seperti; makan, minum dan hubungan seksual) dari mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dari tinjauan psikodinamika, mekanisme ritual puasa yang demikian mengandung pesan bahwa tidak akan terjadi perkembangan rohaniah (ego) jika setiap kali muncul dorongan dari dalam (syahwat) yang berbentuk keinginan seketika itu juga harus terpenuhi. Harus ada pendidikan, pendewasaan, dan pelatihan untuk Ego yang setiap saat berhadapan dengan realitas atau stimulus yang selalu membangkitkan syahwat tersebut. Meskipun pada tujuan aslinya ritual puasa dipersembahkan hanya untuk Tuhan namun dalam implementasinya ia mengandung dimensi ini. Dengan perkataan lain puasa merupakan simbol tentang pentingnya pengekangan Id demi penguatan dan pendewasaan terhadap Ego. Selanjutnya,  Al-Quran menyatakan bahwa tujuan puasa adalah untuk mencapai derajat taqwa. Maka, taqwa di sini harus diberi pengertian kemampuan Ego dalam menunda dan  mengendalikan keinginan-keinginan syahwat yang tidak  dapat dimusnahkan tersebut  pada arah pemenuhan yang sesuai dengan ketentuan moral agama. Syahwat yang mencapai titik kepuasan melalui proses taqwa inilah yang kita sebut dengan nafsu yang dirahmati oleh Tuhan (Q.S.89;27).

Strategi kebudayaan
Herbert Marcuse (1898-1979), filosof mazhab Frankfurt, menyatakan bahwa peradaban umat manusia dalam bentuk konstruksi tatanan masyarakat  pada hakikatnya adalah hasil represi atau pengekangan terhadap Eros. Eros adalah dorongan-dorongan primitif (insting kebinatangan) yang dalam tulisan ini kita padankan dengan term syahwat atau Id. Represi adalah pengekangan sampai pada batas waktu tertentu sehingga berlangsung rasionalisasi, sublimasi dan pengarahan dorongan-dorongan primitif tersebut pada saluran-saluran yang lebih intelektual, perikemanusiaan, kultural dan artistik yang kemudian mewujud dalam bentuk sistem lembaga-lembaga. Proses ini merupakan situasi di mana prinsip realitas mendominasi  dan selanjutnya memodifikasi  prinsip kesenangan. Suatu proses yang menjadi prasarat bagi kemajuan.  Dalam sejarah perkembangan manusia, penggantian prinsip kesenangan dengan prinsip realitas adalah peristiwa traumatis yang hebat dan selalu terjadi. Namun, Freud memperingatkan bahwa kemenangan prinsip realitas tersebut tidak pernah sempurna.  Apa yang direpresi dan dikuasai oleh peradaban klaim prinsip kesenangan-- tetap hidup dan eksis dalam peradaban itu sendiri. Alam tak sadar tetap menjaga dan memelihara tujuan-tujuan prinsip-prinsip kesenangan yang dikalahkan itu meskipun dipaksa mundur oleh realitas eksternal, atau bahkan tidak mampu menjangkau realitas tersebut. Namun, kekuatan penuh prinsip kesenangan tidak hanya tetap hidup di alam bawah sadar, tetapi dengan bermacam cara mempengaruhi realitas yang telah mengatasi prinsip kesenangan itu. Apabila  prinsip kesenangan mengambil alih kekuasaan dan mendominasi prinsip realitas maka di situlah awal kehancuran sebuah masyarakat atau peradaban.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menemukan jawaban mengapa Tuhan menetapkan ritual puasa sebagai kewajiban universal pada agama-agama dan berlaku sepanjang masa. Ritual puasa merupakan pesan simbolik bahwa potensi kehancuran peradaban atau masyarakat bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri. Dan, potensi ini tidak dapat dimusnahkan, ia selalu muncul setiap waktu. Karena itu, perilaku manusia selalu mendasarkan diri, mendapatkan ujian, dan penilaian ketaqwaan dari Tuhan. Sebaliknya, melalui ritual puasa manusia mendapatkan pelajaran bahwa untuk  membangun kembali masyarakat  dan peradaban harus dimulai dari pengekangan secara kolektif atas dorongan syahwat atau Id tersebut. Maka, ritual puasa dalam konteks ke-Indonesia-an bisa menjadi sebuah titik tolak dan strategi dalam merestorasi kembali pemerintahan dan budaya masyarakat yang sedang mengalami krisis berkepanjangan.

Tunjung Dhimas

sumber :

-representasi tesis Ahmad Fauzi; Nabi Kriminal
- Kajian Budaya Barat; Sujarwanto

Sabtu, 08 Juli 2017

RUMAH BERCAHAYA


Betapa pun gelap malam datang membelenggu, sebuah rumah yang telah menyiapkan cahaya di dalam, akan selalu terang meski di luar sana kepekatan malam dan rimbunnya hutan mengitarinya dengan kegelapan.

Sedang gua-gua yang sedari awal selalu menyimpan gelap dalam dirinya, seterang apa pun siang membawa cahaya matahari, ia akan tetap terjebak dalam kegelapan.  Apalagi bila malam sendiri menemani kegelapan itu dari luar.

Serupa dengan ruang batin yang telah bercahaya oleh pengetahuan, maka kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang benderang dalam diri akan melindunginya dari segala kegelapan yang mencoba membelenggunya dari luar diri.

Berbeda dengan ruang hati yang sedari awal telah gelap oleh ketiadaan pengetahuan, tambahan kegelapan emosi yang mampir dari luar akan disambut riang oleh kegelapan ego dalam dirinya.

Cerita ini sedang berpesan, bila batin masih mudah ditipu dan dibodohi oleh segala bentuk kegelapan dari luar, pertanda rumah di dalam belum menyalakan cahayanya.

Tidak ada yang salah. Hanya perlu bergegas menyalakan sumber cahaya di dalam.

Tunjung Dhimas

Kenyataan Bukan Berarti Kasunyatan

Tak cukup amal yang akan menyelamatkan, namun tingkat kesadaran, karena manusia dikatarsis oleh free will. Apa yang kau yakini tentang surga? Yakinilah..! karena itu kompas, namun setelah kau temui kebenaran buang keyakinanmu karena itu kemelekatan. Dunia quantum bagian dari pararel. Kata "Tuhan" hanya ringkasan dari alam raya yang tak terbataskan.  teori 7 tubuh: fisikal, etherik, astral, mental, spiritual, cosmic & nirvanic (mikrokosmos) 7 material air, api, udara, bumi, matahari, bintang & rembulan (makrokosmos) adalah jembatan dualisme yang harus disinkronisasikan oleh pelaku kesadaran.Ketika Rasululloh sampai ke langit 7 bukan ia membawa material tapi tataran kesadarannya sudah melintasi ruang pararel lalu ia membukukan Al-Quran sebagai pohon keyakinan untuk misi penyadaran umat pada tahap ultimate intellegence.Tapi tak serta merta keyakinan melampaui kebenaran yang hakiki. Rasululloh, Yesua, wisnu, adalah contoh manusia yang mampu menembus portal dengan kesadaran yang dicapainya. Hingga dia berhasil melampaui daya quantum yang melampaui agama samawi. Saat jiwanya telah melampaui ia bergeser masuk pada alam trasenden jauh dari tataran galaxy dan adromeda disitulah alam surga jati/kadewatan peleburan dualisme menjadi satu dimensi keu-Tuhan atau sumber. Nitis/reiinkarnasi adalah perihal perjalanan dimasa lalu. Tapi ada juga yang memilih untuk menjadi sukarelawan terlahir kembali ke alam madya pada untuk menjadi pembimbing jiwa-jiwa yang belum mencapai tingkat kesadaran spiritual alias masih banyak hutang karma dan kemelekatan pada gravitasi bumi (inilah dosa sesungguhnya). Menyebabkan manusia menjadi fana dan tersangkut saat penghisapan menuju alam kelanggengan. Seperti Yesua dan Rasulluloh adalah sukarelawan yang memilih turun kembali ke alam material fana (bumi) untuk menjadi seorang pembimbing tentunya dengan kosekuensi amnesia karena harus melintasi alam cahaya dan pararelitas ruang waktu karena dilahirkan kembali melalui rahim manusia. Hinga menjadi jabang bayi. Jabang bayi didampingi malaikat 4 yang membawa data petunjuk atas track recordnya atau orang jawa menyatakan kakang kawah adi ari2.  sedulur 4, 5 pancer. Ketika jabang bayi lahir dalam alam sangkan paran/bumi dan menghirup nafas pertamanya itulah nafas divine Illahi kesadaran bayi tingkat pertama lalu kakang kawah adi ari2 menjelma menjadi sedulur 4 dan memberikan pedoman bagi si manusia dengan kesadaran awal ini. Menurut versi lain sedulur 4 adalah perwjudan dari sang malaikat 4 jibril, izrail, mikail, azrofil masing2 adalah pembimbing. Pancernya adalah manifestasi dari nur muhamad atau ruh kudus. Setelah wahyu petunjuk dari malaikat tersampaikan ke tahap selanjutnya adalah kesadaran Illahi manusia menemukan jati diri melalui prosesnya. Pembimbingnya berganti sang guru sejati (ruh kudus/nur muhammad/ maniefestasi Gusti) baru ia menjalankan misinya di semesta ruang waktu ini. Hingga kembali lagi pada monad2 atau penggembalanya di alam surga jati pra-reinkarnasi atau alam sumber (sunya ruri). Jadi amal baik saja tak cukup menyelamatkan (kemerdekaan jiwa). Namun kesadaran adalah utamanya. Ruang waktu adalah bentuk linieritas yang melingkar tak berawal tak berakhir orang jawa menyebut cakra manggilingan atau melingkar. Keabadian adalah quantum waktu. Sesungguhnya yang abadi itu waktu (kahanan) waktu inilah yang terus melahirkan material dan imaterial tak ada puncak dan akhir. Namun terus bergatra (membentuk) hancur dan kembali lagi seperti itu. Damar kurung dalam falsafah jawa sesungguhnya adalah keterbatasan alam material namun didalam kurungan (tubuh manusia) terdapat alam tanpa batas yang dilahirkan Waktu. Kata Einstein inilah relativitas dimensi waktu. Waktulah yang melahirkan ruang. Waktulah yang menggelar dan menggulung jagad raya cermin waktu adalah "batin manusia yang mencapai kesadaran" waktu adalah tangan Tuhan.

Tunjung Dhimas

Kenyataan Bukan Berarti Kasunyatan

Tak cukup amal yang akan menyelamatkan, namun tingkat kesadaran, karena manusia dikatarsis oleh free will. Apa yang kau yakini tentang surga? Yakinilah..! karena itu kompas, namun setelah kau temui kebenaran buang keyakinanmu karena itu kemelekatan. Dunia quantum bagian dari pararel. Kata "Tuhan" hanya ringkasan dari alam raya yang tak terbataskan.  teori 7 tubuh: fisikal, etherik, astral, mental, spiritual, cosmic & nirvanic (mikrokosmos) 7 material air, api, udara, bumi, matahari, bintang & rembulan (makrokosmos) adalah jembatan dualisme yang harus disinkronisasikan oleh pelaku kesadaran.Ketika Rasululloh sampai ke langit 7 bukan ia membawa material tapi tataran kesadarannya sudah melintasi ruang pararel lalu ia membukukan Al-Quran sebagai pohon keyakinan untuk misi penyadaran umat pada tahap ultimate intellegence.Tapi tak serta merta keyakinan melampaui kebenaran yang hakiki. Rasululloh, Yesua, wisnu, adalah contoh manusia yang mampu menembus portal dengan kesadaran yang dicapainya. Hingga dia berhasil melampaui daya quantum yang melampaui agama samawi. Saat jiwanya telah melampaui ia bergeser masuk pada alam trasenden jauh dari tataran galaxy dan adromeda disitulah alam surga jati/kadewatan peleburan dualisme menjadi satu dimensi keu-Tuhan atau sumber. Nitis/reiinkarnasi adalah perihal perjalanan dimasa lalu. Tapi ada juga yang memilih untuk menjadi sukarelawan terlahir kembali ke alam madya pada untuk menjadi pembimbing jiwa-jiwa yang belum mencapai tingkat kesadaran spiritual alias masih banyak hutang karma dan kemelekatan pada gravitasi bumi (inilah dosa sesungguhnya). Menyebabkan manusia menjadi fana dan tersangkut saat penghisapan menuju alam kelanggengan. Seperti Yesua dan Rasulluloh adalah sukarelawan yang memilih turun kembali ke alam material fana (bumi) untuk menjadi seorang pembimbing tentunya dengan kosekuensi amnesia karena harus melintasi alam cahaya dan pararelitas ruang waktu karena dilahirkan kembali melalui rahim manusia. Hinga menjadi jabang bayi. Jabang bayi didampingi malaikat 4 yang membawa data petunjuk atas track recordnya atau orang jawa menyatakan kakang kawah adi ari2.  sedulur 4, 5 pancer. Ketika jabang bayi lahir dalam alam sangkan paran/bumi dan menghirup nafas pertamanya itulah nafas divine Illahi kesadaran bayi tingkat pertama lalu kakang kawah adi ari2 menjelma menjadi sedulur 4 dan memberikan pedoman bagi si manusia dengan kesadaran awal ini. Menurut versi lain sedulur 4 adalah perwjudan dari sang malaikat 4 jibril, izrail, mikail, azrofil masing2 adalah pembimbing. Pancernya adalah manifestasi dari nur muhamad atau ruh kudus. Setelah wahyu petunjuk dari malaikat tersampaikan ke tahap selanjutnya adalah kesadaran Illahi manusia menemukan jati diri melalui prosesnya. Pembimbingnya berganti sang guru sejati (ruh kudus/nur muhammad/ maniefestasi Gusti) baru ia menjalankan misinya di semesta ruang waktu ini. Hingga kembali lagi pada monad2 atau penggembalanya di alam surga jati pra-reinkarnasi atau alam sumber (sunya ruri). Jadi amal baik saja tak cukup menyelamatkan (kemerdekaan jiwa). Namun kesadaran adalah utamanya. Ruang waktu adalah bentuk linieritas yang melingkar tak berawal tak berakhir orang jawa menyebut cakra manggilingan atau melingkar. Keabadian adalah quantum waktu. Sesungguhnya yang abadi itu waktu (kahanan) waktu inilah yang terus melahirkan material dan imaterial tak ada puncak dan akhir. Namun terus bergatra (membentuk) hancur dan kembali lagi seperti itu. Damar kurung dalam falsafah jawa sesungguhnya adalah keterbatasan alam material namun didalam kurungan (tubuh manusia) terdapat alam tanpa batas yang dilahirkan Waktu. Kata Einstein inilah relativitas dimensi waktu. Waktulah yang melahirkan ruang. Waktulah yang menggelar dan menggulung jagad raya cermin waktu adalah "batin manusia yang mencapai kesadaran" waktu adalah tangan Tuhan.

Tunjung Dhimas

MANUSIA BUKANLAH BUDAK TUHAN


Satu kesadaran yang sewajarnya tumbuh pada siapapun yang telah terhubung dengan Diri Sejatinya adalah bahwa manusia bukanlah hamba atau budak dari Tuhan.  Yang tepat adalah, manusia merupakan manifestasi dari Tuhan yang memiliki free will dan dilimpahi kuasa sesuai tingkat kesadarannya.  Relasi manusia dengan Tuhanlah bukanlah relasi budak dan tuannya, dimana sang budak harus selalu memenuhi hasrat tuannya dan dicekam ketakutan jika gagal menyenangkan sang tuan.  Justru, Tuhan menjadi ada dan nyata lewat manifestasinya termasuk manusia yang hidup di Planet Bumi.  Dalam kemenyatuan yang tanpa batas, sejatinya manusia adalah penggatraan dari Tuhan yang berkarya dengan segenap kuasa dan kecerdasanNya.

Keberadaan manusia dan seluruh titah di jagad raya ini adalah konsekuensi logis dari realitas Tuhan sebagai kekosongan yang mengandung benih-benih keberadaan.  Dari keadaan suwung, terdapat probabilitas tak terbatas untuk menjadi apapun.  Karena dari suwung itu selalu memancar dark energy yang memiliki karakter mengekspansi atau meluaskan keberadaan.  Manusia adalah salah satu bentukan atau manifestasi fisik dari dark energy ini.  Berangkat dari kesadaran ini, maka sejatinya manusia dan Tuhan bukanlah sosok terpisah.  Terminologi manusia sebagai hamba atau budak Tuhan otomatis tak lagi berlaku.

Pengkondisian manusia sebagai budak Tuhan, tentunya bukan muncul dari Tuhan yang sejati.  Tetapi memang di jagad raya ini ada banyak entitas yang secara natural punya kuasa besar dan bisa memperbudak manusia.  Kita bisa membahasakan entitas ini dengan bermacam cara: alien, iblis, demit, apapun.  Entitas ini punya free will juga dan demi kepentingannya bisa mengaku sebagai Tuhan.  Lalu memperbudak siapapun yang mempercayainya sebagai Tuhan.

Tuhan palsu yang berkehendak memperbudak manusia, umumnya melakukan rekayasa pikiran dengan pendekatan hipnotik massal.  Secara massal manusia dijauhkan dari kesadaran murninya, dikerdilkan jiwanya, diajak untuk dengan sukarela menyatakan mereka adalah hamba atau budak.  Lalu pikirannya diisi dengan program yang seragam, yang berisi rasa takut jika membuat sang tuhan palsu itu tidak senang.  Maka, mereka yang mulai mempercayai sebagai budak tuhan palsu ini didorong untuk melakukan segenap ritual bahkan pengorbanan untuk membuatnya senang.  Untuk memperkuat daya hipnotik massal ini umumnya juga dijanjikan imbalan dari sang tuhan palsu berupa kesenangan ragawi yang kelak dinikmati dalam kehidupan setelah mati.

Mereka yang menyelami realitas diri secara utuh, niscaya mengerti bahwa sejatinya Tuhan adalah suwung atau kekosongan yang meliputi segala-galannya.  ManifestasiNya di dalam diri adalah Kasih Murni dan Kecerdasan Tertinggi yang bertahta di pusat hati, yang dijuluki Diri Sejati.  Dia bekerja sebagai pemberi hidup: dayaNya mengalir melalui nafas manusia, dan dari pusat hati memancar daya lembut (yaitu Divine Energy) yang menghidupkan seluruh sel dan organ tubuh manusia.  Dialah yang juga bertahta di pusat semesta, sebagai kekuatan yang mengasihi dan menggerakkan semesta dan bisa dijuluki sebagai Roh Agung Semesta.  Dia sejatinya merupakan keberadaan yang menyatu dengan semesta itu sendiri, dan kebijaksanaanNya memanifestasi sebagai hukum-hukum semesta.

Tunjung Dhimas

Kesurupan Dosa

Maaf tuan kemarin saya kerasukan setan anak bajang..
Bola mata saya merah nanar..
Dari mulut saya menyembur api kebencian lantang mengutuk pemerintahan...
Lancang menguliti muka tuan..
Ini mukanya, saya kembalikan
Silahkan pasang kembali di kepala tuan..
Tuanku dapat salam dari setan anak bajang..
Arwah anak-anak yang bergentayangan..
Yang mati kelaparan di bawah jembatan..
Yang mati kedinginan diatas trotoar
Yang mati menggigil di dalam gerobak sampah...
Esok malam mereka adakan pesta darah..
Di atas atap rumah tuanku yang megah..
Mereka akan menyanyikan lagu Indonesia Raya...
Mereka akan bacakan puisi-puisi saya, mereka akan masuk dalam pipa menyamar jadi air..
Masuk ke dapur dan kamar mandi..
Merasuki tubuh tuanku yang gagah..
Dan tuanku akan terus mengigau..
Mengutuki dan menguliti muka tuan sendiri hingga tuan sadar bahwa uang yang memfigurkan tuan adalah hasil korupsi di negeri kami yang kita bagi dengan tuanku ini...

Tunjung Dhimas

Runtuhnya Muka Garuda

Riak suara pecah membentur kedaulatan..
Terbang dengan sayap terikat membuatmu terjatuh dilumpur zaman...

Perlahan bulu-bulu sayapmu dicerabuti oleh pemilikmu, yang sudah terhipnotis iblis seberang..
Menelanjangi kehormatan dan kewibawaanmu...

Matamu yang tajam kini rabun dilempari debu gurun...
Cakar tajammu terantai besi kemunafikan...

Pilar-pilarmu kini jadi barang dagangan kaum iblis mengatasnamakan agamawan...

Mural berbaju moral datang berkendara unta dan singa menerbar senyum kebencian...

Perbedaan yang kau satukan dalam cengkraman kini dilucuti muka kedurhakaan...

Garuda mukamu dikudung kain cadar tanah tak bertuan...
Kala semua berjibaku berpangku tangan...

Justru mereka yang sering mengucap jargon perdamaian..
Kini meludahi pilar pertamamu atas nama Ketuhanan...

Kini engkau terbuang jauh di tanah yang pernah kau perjuangkan...
Betapa piciknya mereka yang menggadaikan keluhuran demi paham ideologi kematian...

Garuda bangkit dan sembuhlah aku dan kita rindu akan teriakan cinta dan sayap dharma yang ada di deret dada dan puisi di jangga kayu tempatmu bertengger dengan gagah nan hati merendah...

Salamku memelukmu, salamku untuk Indonesiaku salamku untuk Pancasilaku...

By: Tunjung Dhimas

Gincu Merah Part 3

Engkau sulami diri dengan merah gincumu yang ramah..
Duh, cantiknya gaun bibirmu diwarnai darah...
Itu indahnya merah, bukan lantas keindahan pongah...

Engkau yang terkasih, dalam sunyi bersuara langgam lirih..
Yang sejati dari apa yang direnggangi jarak tak akan berdalih..
Karena yang terganti sebelum engkau hanyalah buih..

Kemarin aku merindui rupamu yang terkaram di lautan doa ujung harapan..
Senyum itu berawal dari ilusi yang terjebak masa silapan..
Tapi hatiku selalu mengatakan bahwa hadirmu tak hanya sendau gurau dalam peran..

Tarian riuh rasamu membangunkan cinta ini yang pulas ditiduri permadani rindu tak bertuan..
Seakan merah gincumu menampar nafsu-nafsu liar dibalik ratapan..

Kau lelah dan engkau benci terkuras letihnya hati...
Aku tau tampak apa yang sedang berhenti dan terjadi..

Teriakan saja kepada dunia saat kau bernyanyi, itu bukan cinta dia tak kan membuat engkau merasa kehilangan nada dalam di jiwa...
Hanya jebakan drama belia kata-kata..

Ijinkan aku mengikuti suara Tuhan yang menuntunku untuk memelukmu di ujung jalan ketersesatan..
Dulu aku hilang arah, engkau membawaku ke tanah rindang berantah, walau ku tahu hanya sekedar kau persembahkan gincu merah...

Duh, ini pilihanku untuk kembali menjatuhkan daun cinta dikala rindu-rindu tersisih menjadi artefak kusam...

Duh, ini budi balasku kala lelah kau cumbuiku dengan doa-doa dan ketulusan berwajah manja nan desah....

Semoga waktu benar-benar datang menjemput cinta yang ditawan sunyi, yang dikira mati, yang betah disandera sendiri dan kini terjatuh kembali....

By: Tunjung Dhimas
3/Juni/2017

Gincu Merah Part 2

Engkau seperti belahan dari jiwaku yang terbelah...
Oh gincu merah sorot matamu menawan rindu, rinduku dan rindumu yang berbuah...

Paras rupamu menyambuk sesak nafas yang tersendat desah...
Oh gincu merah lembut genggam tanganmu menyirnakan rautku yang susah...

Kini engkau menampak kala aku mulai ragu akan cinta-cinta yang hadir tak begitu ramah...
Oh gincu merah senyumu memadamkan padang hati yang terselubung amarah...

Akankah engkau menyembuhkan hatiku yang telah patah ?
Oh gincu merah aroma sukmamu meratapi seluruh lajur luka yang telah mendarah...

Aku ingin tertidur pulas dipelukmu dan kaca-kaca ketulusan doa yang berbuah...
Oh gincu merah kecup bibirmu menggoncang dadaku yang terengah-engah...

Ketika asaku tertidur pulas, cintamu telah menggugah...
Oh gincu merah kuletakan keyakinanku padamu agar semakin kuat dan bertambah...

Ketika citaku hilang tak terarah, rindumu mengairi dan memecah...
Oh gincu merah aku mengerti semenjak itu pula hatiku telah kau tancapi cinta membalut anak panah...

Gincu merah oh gincu merah rupamu seindah darah...
Oh gincu merah bibirmu hanya pemicu desah, namun cintamu membawa berkah...
Membuat malaikat tersungkur kebawah...
Dan aku landai berlutut dalam cintamu yang membangun istana Tuhan untuk di sembah...

By : Tunjung Dhimas

MERDEKA DARI ATURAN ILUSIF

Seseorang yang semakin mencapai kesadaaran murni, juga semakin merdeka dari belengu peraturan dan norma produk penalaran subyektif manusia.  Hukum yang sejati sejatinya adalah hukum yang bekerja di alam ini, yang disebut hukum sebab akibat, kausalitas, atau nama lain.  Inilah yang benar-benar mengikat manusia.  Sementara semua bentuk peraturan atau norma yang dilabeli sebagai hukum adat maupun hukum agama, sejatinya adalah produk penalaran manusia yang tadinya merupakan kebenaran subyektif tapi seiring perkembangan waktu disepakati secara kolektif sehingga menjadi kebenaran kolektif. 

Pada sebagian kasus, hukum dan norma ini benar-benar dibuat atas dasar pertimbangan yang rasional.  Sebagai contoh, didasari kehendak membangun ketertiban sosial.  Otoritas dipergunakan untuk meneguhkan peraturan dan norma yang dipandang bisa memastikan ketertiban sosial berjalan.  Biasanya ini berlaku pada komunitas adat, dengan kesadaran itu hanya berlaku terbatas pada area dan komunitas terkait.  Sebagai contoh, saat saya masuk ke kawasan Kanekes (Baduy) di Banten, saya menemukan peraturan-peraturan yang sepintas tidak masuk common sense saya.  Beberapa peraturan itu antara lain, tidak boleh menaiki kendaraaan saat bepergian (siapapun yang melanggar saat ketahuan akan mengalami sanksi sosial), tidak boleh meratakan tanah saat membangun rumah tapi tiang-tiang rumahlah yang harus menyesuaikan dengan kontur tanah (alasannya adalah untuk selaras dengan alam, tidak memaksa alam), tidak boleh memelihara kambing (karena kambing bisa berkeliaran dan merusak tanaman tetangga),  tidak boleh pacaran dan berpoligami, dan seterusnya.  Peraturan-peraturan demikian hanya berlaku terbatas untuk warga Kanekes.  Jika ada warga yang tidak mau mematuhinya, mereka berkesempatan untuk tinggal di kawasan yang lebih longgar peraturannya (ke kawasan Kanekes/Baduy Luar), atau memang keluar sepenuhnya dari kawasan Kanekes.  Tapi peraturan ini tak dipaksakan berlaku secara luas untuk komunitas lain.

Tetapi ada kalanya dinamika kepentingan politik dan kekuasaan mewarnai proses penetapan peraturan dan norma ini.  Ini terjadi terutama pada peraturan dan norma yang coba diuniversalkan, dengan asumsi itu bisa berlaku pada seluruh manusia di berbagai belahan Planet Bumi.  Hasrat hegemoni dari satu bangsa atau kelompok umumnya kental mewarnai proses universalisasi sebuah peraturan dan norma.  Sebagai contoh adalah peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan pribadi manusia mulai dari cara berpakaian, relasi laki-laki perempuan, dan sejenisnya, yang dianggap sebagai peraturan Tuhan yang berlaku mutlak bagi manusia.  Padahal sesungguhnya ini hanya adat satu komunitas, tapi coba diglobalisasikan/diuniversalisasi dengan label peraturan Tuhan, padahal sejatinya bukan.

Pribadi yang berkesadaran mengerti benar perkara ini.  Sehingga kepatuhannya pada satu aspek peraturan atau norma lebih dilandasi prinsip empan papan (menyelaraskan diri dengan tempat berpijak).  Dia tetap sadar penuh bahwa sejatinya semua peraturan dan norma itu buatan manusia, dan kebenarannya tetaplah subyektif.  Pada titik tertentu, pribadi yang berkesadaran juga dengan tegas bisa menyatakan “Tidak!” pada fenomena universalisasi sebuah peraturan atau norma dengan label tertentu.  Sikap ini merupakan bagian dari perjuangan untuk menegakkan keadilan di muka bumi.  Universalisasi peraturan dan norma, terlebih jika itu diasumsikan sebagai aturan dan norma dari Tuhan, akan mengkerdilkan manusia dan melahirkan tragedi kemanusiaan.

Tunjung Dhimas

Gincu Merah Part 1

Gincu merah...

Aku tau engkau bukan sekedar anugerah...
Dikendarai kegilaan memeluk nafas dan desah..

Yang terus menamparku dengan simpangan masa kelabu...
Membuatku tersendu pilu..
Seperti indahnya bibirmu yang berbalut gincu...

Mengobarkan denting amarah..
Seperti mencium aroma tajam
Jantung hati yang telah patah,
Pecah......

Gincu merah oh gincu merah kau melumatkan secara perlahan jalan desah yang ditemani amarah dan jantung hati yang telah patah...

Ia seperti memeluk penderitaan dengan sebentuk secercah pencerah walau kulihat hanya berlabel gincu merah...

Terus mengasah paras untuk menyembukan rasaku yang susah...

Peluk aku, yang kini lumpuh di racuni pecinta palsu...
padamkan hatiku, yang kini terbakar cinta yang semu...

Aku tak pernah tau sedalam apa arti gincumu..
Atau hanya seperti cerminan merah lajur darahku...

Namun rasaku selalu memujamu, seperti tumpukan rindu, meskipun belum pernah bertemu...

Surabaya, 13 April 2017
TUNJUNG DHIMAS

Perpisahan

Bukankah habislah gelap terbitlah terang itu juga bagian perpisahan...
Perpisahan tak selalu perihal yang begitu sedih dan derita...

Ia seperti sempurnanya penciptaan..
Ia seperti pelengkap yang beriringan...
Ia pengajar yang bijak pada perihal proses penyatuan...

Bulan sangat dirindui pecinta malam...
Dan matahari memisahkan pecinta malam...
Ini juga makna perpisahan ...

Dulu kita sangat dekat sedekat urat nadi...
Kini akan terpisah dalam buramnya tampak yang begitu jauh seperti jauhnya mata dan telinga...

Tapi mengertilah saudaraku Tuhan itu maha penakar ...
Ia tahu bagaimana memberikan pelajaran berharga dari setiap pertemuan yang diakhiri perpisahan..

Ini adalah tulisan terbaiknya..
Mengajarkan kita akan pentingnya memiliki tanpa melekati...
Mencintai tanpa syarat...

Namun hanya meletakan mereka yang terpisah atau kita yang terpisah di dalam hati satu sama lain..

Seperti cinta manusia pada Tuhannya....

Tunjung Dhimas

Guru

Kami gelap suram tanpa secercah pelita..
Diujung simpang haus akan pengetahuan dan lapar akan pendidikan...

Engkau siram kami dengan pengajaran..
Engkau cahayakan kami dengan buku bacaan...

Peluhmu lusuh terbuang, tapi kulihat tak gentar semangatmu untuk perjuangan..
Perjuangan bebaskan kami dari gelapnya zaman...

Kami murid yang menghamba pada kekuatan pengetahuan...
Kami pelita yang engkau bangun..
Kami mecusuar cahaya penerus...
Guruku engkau pahlawan revolusi bagi kami...
Guruku hidupku semu tanpa juangmu...

Kau ajarkan kami deritakan diri untuk peduli akan negeri...
Kau tuliskan surat Tuhan dalam harapan besar takdir hidup setiap kami....

Kau sungguh kasatriya yang tak pernah tuli pada denyut nadi...
Kau sungguh penginspirasi di ujung negeri ...
Kau curahkan hati di tanah pinggiran hingga bestari...
Pengabdianmu adalah senjata terbaik untuk mengharu biru...

Tunjung Dhimas

Rindu

Menangis adalah hak para pelaku cinta yang dipasung rindu....
jika jarak menjadikan jibakumu antara sepi dunia yang terasing...

Tanpa pasanganmu sesungguhnya engkau sedang dipasung rindu yang dibalut sunyi....

Kini aku telah merasakan pukulan parasmu kala aku dirinduimu..
Dulu kita pernah sedekat urat nadi..
Dan kini sejauh mata yang tak mampu menatap telinga....

Pisah dalam lenturan nafas yang mendesah...
Kini aku dan engkau menjadi bagian pasungan rindu....

Wajahmu terjebak irama melodi yang ada dalam penatku...
Tahukan engkau bahwa engkau lupa membawa bayanganmu yang kini tertinggal di relung jiwaku...

Kini aku hanya bermunajat kutitipkan rinduku pada semilir angin yang ramah silih berganti menyapaku di ujung hidungku...

Dan Tuhan pun mengerti apa yang kita rasakan...
Kitalah pencinta karena engkau adalah arjuna dan aku srikandinya...

Tunjung Dhimas

Tuhan Bisa Jadi Hantu

Tuhan aku adalah manusia yang meminjam "keakuan" dari baju kesombongan yang seharusnya engkau yang hanya boleh memakainya..

Aku semangat dalam perjuangan kemanusiaan, namun ada iming-iming hadiah popularitas...

Aku semangat dan tekun menjalankan agamamu, namun ada iming-iming hadiah surga...

Dan inilah kenyataan para manusia itu ...
Yang menempelkanmu dalam kerongkongan...
Namun membuangmu beramai-ramai dalam ucapan...
Termasuk hambamu ini yang menulis namamu untuk sekedar mandi popularitas....

Tunjung Dhimas

Tersesat Di Hutan Melankolis

Mengendap parasmu di ruang-ruang angan...
Ada yang mencoba memasung rindu...
Namun seseorang telah memenjarakan rindu lebih dulu...

Melankolis membuat seseorang dibuat bulan-bulanan sedih tanpa ujung...
Fiksi-fiksi menghasut nalar...
Mengubah secara bengis ritme biologis....

Sadis, ini masih kau bilang pembelajaran...
Sabar, bagaimana bisa jika kau bilang begitu sementara tetes air matamu saja terus kau buat hambar....
Sadar, bagaimana bisa jika kau bilang begitu sementara raut wajahmu saja kau buat asing dari parasmu...

Benang melankolis tampak ikal...
Membenahinya butuh waktu yang mengucap beribu-ribu ayat suci Tuhan sekalipun....

Pisau dan peluru tak pernah tertancap pada seseorang itu...
Namun bujur panah melankolis berpoles telah tertancap kuat pada jantung hati ....

Getaran sonar mendengung hebat merong-rong kala tampak senyum-senyum dari seseorang yang dirindui, bergelantungan di dinding artefak penat....

Seseorang itu mengutuki dirinya sendiri....
Seseorang itu menyumpahi rahim ibunya...
Inilah neraka, tampak sel tubuhnya hidup namun jiwanya tersiksa dan terpasung....

Sakit tak hanya menghujani selaput logikanya...
Yang lebih menyedihkan sakit telah mengerak di jantung nuraninya...

Ribuan malaikat bertepuk tangan, tersenyum ...
Iblis pun tertawa terbahak-bahak...

Sementara Tuhan meneteskan air matanya melalui hujan ....

Tunjung Dhimas

Gaun Reiinkarnasi

Tujuh batang penderitaan gugur di sungai tanpa arti..
Dicengkram tanya yang dipagar sunyi..

Dinding antara sastra surga dan neraka dilingkari arah cinta yang mati...
Hei, para pencari tidakkah kau ranumkan kebingunganmu jauh di inti hati...

Ataukah setumpuk ketakutanmu menutupi arah jalanmu untuk kembali...
Kau bungkam kepalsuan di ujung penatmu bahkan rupa muram yang  menamai diri berani untuk mati...

Atau gaun reiinkarnasi terhenti kala engkau berdoa tanpa mengerti...
Keinginanmu untuk pergi tertutup gelap rasa iri memeluk dengki...

Lalu kau mencari guru yang kau cipta sebagai nabi..
Lalu memilih bunuh diri didalamnya dan mentiraikan kebodohanmu sendiri....

Gaun reiinkarnasi adalah jubah lembut yang memeluk dambamu meniti jalan sufi...

Menyangkal jalan hidup yang telah kau ingkari di lingkar kepastian janji...
Mematikan beribu urat nadimu sendiri...
Sendiri, menanti, mencari, menangisi, meniti, melukai
Dan sunyi sepi mengiringi tanggalnya gaun reiinkarnasi...

Tunjung Dhimas

Melati Fana

Sesak cintamu penuh tertahan..
Di jendela dadamu..
Kau tutup rapat rapat..
Jadi pengap..
Dalam kamar kesendirianmu..
Berantakan..
Berserakan rindu..

Sungguh..
Jikalau tak begitu angkuh bukalah..
Biar cintamu dijemput angin..
Disapakan pada putik jadi melati..
Dihembuskan pada rindang..
Jadi sepoi..
Atau dibisikan pada kelam..
Jadi badai..

Jika jarak memisah tubuh dan rindu adalah renta yang paling mungkin jatuh..
Maka menulis puisi ialah dada yang paling lapang...
Agar rindu dapat bersandar...

Yang lebih tulus dari cinta tepuk sebelah tangan, adalah cinta yang dikubur dalam dipendam-pendam hingga tumbuh rindu rindang..
Berbuah lebat doa-doa sepertiga malam..

Siapa yang memberimu ijin menjadi manusia abadi ??
Balas dendam paling romantis adalah menyadari bahwa kita dan dunia ini adalah fana..
Lalu katakan pada si pendongeng itu bahwa cintamu hanya berhenti pada ruang Sang Pencipta...

Tunjung Dhimas

Membusuk

Dari gelap pada cahaya ...
Kusimpulkan keangkuhanku..
Yang memenuhi kepala hingga tak mau lagi menunduk..

Dari gelap pada cahaya...
Kurekat tali-tali kemanusiaan..
Yang terurai berai meregang dikoyak congkakku..

Dari gelap pada cahaya...
Semoga di akhir pendidikanku..
Dalam upacara wisuda kematianku..
Kuharap tersandang gelar tertinggi di belakang namaku....

Meski kau jejali dengan kebencian dan cacimakian..
Dunia ini akan tetap berakhir bukan..?

Kini kita diatas tanah, tak pelat kau dan aku tak tau kapan tanah diatas kita...
Tapi sadarlah bahwa itu kepastian....

#celotehsenja

Tunjung Dhimas

Dawai Qilan Salama

Siapapun engkau kawan, marilah duduk bersama, ada sama dalam beda, biar beda tetap sama

Ini bukan medan perang, ini taman Nusantara, dengan nikmat alam ini, kitab Tuhan berumpama..

Marilah kawan duduklah, jangan anggap aku musuh kalaupun bukan saudara, anggaplah sebagai sesama..

Warna kulit, mata sipit, bukan kita yang memilih kita yang menerima, itu sudah hukum lama..

Tiap orang tak seragam dalam nalar dan rasa, ada banyak penafsiran dalam satu agama..

Namun itu tak masalah, asalkan tak saling benci, asal tiada buruk sangka, asal jaga tata krama..

Siapapun, dimanapun, menginginkan hidup aman dalam iman, kedamaian yang utama..

Tak pernahkah kau bernyanyi, atau sekedar mendengar, di dalam lagu yang indah ada beragam irama..

Tengoklah bulan di langit tiap malam beda bentuk kadang hilang, kadang hilal, kadangpun jadi purnama..

Para arif tak mengenal siapapun selain Al-Haqq, namun satu Dzat itu miliki sifat dan nama..

Di sana syeikh berkhutbah, di sini Anmmar bersyair moga Tuhan menjadikan sebagai Qilan Salama...

Tunjung Dhimas

Jumat, 07 Juli 2017

Hakikat Islam (Sudut Pandang Sufi)

Innad dina 'indallahil islam (Sesungguhnya jalan hidup di sisi Tuhan adalah jalan hidup berserah diri). Ayat Al-Quran di atas menunjukkan bahwa risalah yang dibawa Nabi Muhammad mengapresiasi jalan hidup apa pun asalkan jalan hidup itu mengembangkan sikap berserah diri, hanif, dalam menjalani kehidupan.

Kata “islam” berasal dari bahasa Arab “aslama-yuslimu”, yang bermakna berserah diri. Orang Jawa menamai sikap berserah diri itu dengan istilah sumeleh dan sumarah. Dengan demikian, orang yang secara formal beragama Buddha, Hindu, Konghucu, Kristen, Kejawen, atau apa pun, jika ia menjalani laku berserah diri, sumeleh dan sumarah, ia layak disebut muslim. Muslim bukan sekedar sebutan bagi manusia agama tertentu, namun lebih bermakna pada laku tata dhohir dan tata batin/nafs yang menyatu menjadi alunan rasa kepasrahan total pada Sang Pencipta. Disinilah terjadi alur medan sembah yang utuh.

Sebaliknya, jika orang yang secara formal beragama Islam namun tidak menjalani laku berserah diri, ia tak layak disebut muslim. Menjadi seorang muslim itu sungguh berat. Ia harus senantiasa berusaha membersihkan egonya (tazkiyatun nafs) untuk bisa sepenuhnya berserah diri kepada Sang Urip (Tuhan), karena tiada daya dan upaya selain dengan kehendak Sang Urip (La hawla wala quwwata illa billah). Kesempurnaan Islam bukan sekedar formalitas hukum-hukum agamawi yang mengatur dalam tataran syariatnya saja, namun lebih mendalam pada puncak kemakrifatan yaitu hukum alamiah kesemestaan yang berlaku pakem.

Itulah sebabnya Islam (jalan berserah diri) disebut sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta). Dan jika engkau bertemu dengan orang yang secara formal beragama Islam tetapi mudah sekali mengafirkan orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya, maka ia belum layak disebut muslim.

Meskipun di KTP tertera agama Islam, sungguh seharusnya malu untuk mengatakan diri ini muslim. Jadikan kemusliman sebagai cita-cita tertinggi. Seyogianya terus berusaha menjadi muslim, apa pun agama formal yang dimiliki sekarang. Kali ini penulis mencoba mengkaji prespektif Islam pada tata letak menjalani hukum berbangsa dan bernegara. Dalam; Al-Tarmizhi "mengatakan dimana bumi dipijak, Islam mengajarkan untuk mencintai tanah tumpah darah, sesuai budaya dimana manusia dilahirkan dilingkungannya". Tesis tersebut menyatakan Islam layak dikatakan Agama sempurna karena mampu menerima serta memfilterisasi suatu hukum dan paham kehidupan berbangsa bernegara secara holistik. Dimana di negara yang berpaham demokrasi ini Islam melalui pelaku dan pemikirnya melahirkan pondasi Islam yang mampu meng-akulturasi budaya dengan pendekatan sinkretis.

Sinkretisme menurut Neil Amstrong dalam tesis "Perang Suci" adalah pendekatan dengan dialektika budaya,adat, dan kapabilitas setiap individu dalam menangkap pesan dan maksud si penyampai. Sinkretisme diterapkan dengan alur waktu yang panjang menitik fokus pada revolusi perubahan dalam jangka panjang. Ini yang dilakukan tokoh Islam tanah Jawa pada masa itu adalah "Wali Songo".

Tercatat tokoh yang paling menonjol adalah "Kanjeng Sunan Kalijaga" beliau adalah seorang misionaris sejati. Cara berdakwah dan menyampaikan Islam di tanah jawa tidak terkesan kaku. Bahkan menerapkan metode seni budaya setempat dimana tanah dipijak. Cara ini menunjukan hasil yang otentik. Seperti pernyataan Tarmizhi; bahwa Islam mengajarkan cinta tanah air dan budaya kearifan lokal bukan lantas mengubah dan menggantinya secara sepihak demi kepentingan ekspansi; serta mampu meredam bara konflik dan pergeseran paham.

Merangkul seluruh prespektif paham secara spiritualis itu yang dilakukan Sunan Kalijaga. Pada saat runtuhnya majapahit akibat munculnya ekstrimis Islam, Sunan Kalijaga adalah satu-satunya orang yang mampu mengembalikan situasi kondisi pasca kericuhan antara Majapahit dan Demak.

Warisan Sunan Kalijaga

Nabi Muhammad berhadapan dengan banyak sekali jenis manusia semasa hidupnya, dengan tingkat kecerdasan dan spiritual yang berbeda-beda. Ajaran yang beliau sampaikan kepada umat awam tentunya berbeda dengan ajaran yang beliau sampaikan kepada umat khos. Celakanya, ajaran untuk umat khos ini dalam sejarah sering ditindas penguasa. Umat khos inilah yang disebut dengan kaum sufi. Al-Hallaj dan Syekh Siti Jenar pun difatwa sesat. Di tanah Jawa, ajaran yang mula-mula masuk adalah ajaran sufi, sampai kemudian karena kepentingan politik dan yang lainnya kaum sufi seperti Syekh Siti Jenar dan ajarannya pun dihabisi. Beruntung tanah Jawa mempunyai Sunan Kalijaga. Oleh beliau, ajaran-ajaran sufi dihadirkan dalam bentuk seni pertunjukan seperti pagelaran wayang kulit atau tetembangan seperti Lir Ilir (yang secara konten persis dengan kitab Manthiquth Thayr karya sufi besar Fariduddin Attar). Ajaran Sunan Kalijaga di kemudian hari lantas berkembang menjadi Islam Kejawen. Bisa dibilang, tanpa Sunan Kalijaga, Jawa dan Nusantara bisa senasib dengan Afghanistan atau Pakistan.

Hikayat Ajaran Sufi "Kanjeng Sunan Kalijaga"

Karena “keberadaan” pada hakikatnya adalah “ketiadaan”, maka anggapan bahwa dirimu itu “ada” merupakan dosa yang “tak terampuni”. Itulah makna sejati syirik. Sejatine ora ana apa-apa, sing ana kuwi dudu (sesungguhnya tidak ada apa-apa, yang ada itu tiada).

Lalu, apakah semua manusia adalah musyrik, jatuh dalam kesyirikan? Aku tak bisa mengatakannya. Syariat menahanku membicarakannya. Hanya sadarilah bahwasanya engkau tak pernah terpisah dengan apa pun. Engkau tak pernah terpisah dengan Tuhan. Karena la maujuda illallah. Tiada yang maujud selain Tuhan semata.

Dari seluruh uraian diatas penulis memaparkan makna kesufian diluar hukum tertulis sejarah "Musaf dan Kitab Suci". Karena agama tertua adalah "Manusia" kata Osho. Sufi adalah "keheningan" dimana disana hanya ada "kemanunggalan". Antara mikro dan makro antara kitab tertulis dan kitab basah (batin). Keduanya telah melebur menyatu (manunggal).Dalam keheningan, seorang pejalan spiritual sejatinya bisa menerima pesan dan pembelajaran dari Sang Guru Sejati.  Rasa Sejati menangkap vibrasi dari ruang kosong di pusat hati, lalu mengenkripsinya dan menyampaikannya ke otak sehingga sang pejalan bisa mengerti.

Inilah sejatinya Firman, kata-kata yang muncul dari keheningan.  Ketika diungkapkan kembali menggunakan bahasa manusia, tentu saja faktor-faktor manusiawi berpengaruh.Tingkat kecerdasan intelektual, tingkat kemurnian jiwa, menentukan bagaimana Firman yang terucap secara verbal dan ditangkap orang lain.  Sebagian pejalan memilih menuliskannya, dan orang lain membacanya.

Jika sang pejalan benar-benar cerdas dan murni dari berbagai kepentingan egoistik, tentu saja akurasi Firman ini mendekati 100 %.  Jika sebaliknya, akurasinya mendekat ke 0 %.Seorang pejalan yang punya murid, biasanya menyampaikan ajarannya secara verbal yang lalu diingat-diingat atau dicatat para murid.  Tentu saja disini kembali ada proses interpretasi.  Akurasi pesan dari sang pejalan yang ditangkap para murid juga tergantung kecerdasan dan kemurnian jiwa mereka.

Sebuah Kitab Suci, pada akhirnya adalah kumpulan dari berbagai pesan dan catatan dari sang pejalan yang dianggap tercerahkan, sebagaimana terdokumentasi oleh para murid/pengikut.  Proses penyusunan menjadi satu buku yg definitif, tentu saja menjadi peristiwa spiritual, budaya dan politik ekonomi sekaligus.  Dimungkinkan ada dokumen yang disembunyikan atau malah diada-adakan.  Terlebih jika sudah melibatkan institusi agama dan negara.

Ada kalanya sang pejalan juga mendapat pesan tidak dari Guru Sejati tetapi dari Divine Entity seperti Dewa/Dewi dan Angel.  Tapi prosesnya mirip saja dengan pesan dari Sang Guru Sejati.  Begitu juga probabilitas akurasinya.Jadi, apakah Kitab Suci itu pasti benar? Jelas belum tentu.  Ada kemungkinan human error dalam bentuk misinterpretation dan misunderstanding.  Semakin banyak kepentingan egoistik bermain, semakin rendah mutu dan akurasi kitab suci itu.Sebagian teks dalam kitab suci memang punya vibrasi kuat hingga bisa dibaca sebagai mantra, dikidungkan.Sebagian ada juga yang tersusupi energi hipnotik yang membuat pendengarnya jadi zombie. Seperti beberapa ayat pada kitab suci agama tertentu yang justru banyak kontroversial daripada tingkat kebersahajaannya.

Jadi apalah membaca kitab suci pasti membuat Tuhan senang? Ini adalah bentuk ilusi berganda, ilusi tentang Tuhan yang bisa senang/benci, dan ilusi tentang firman itu sendiri.

Sejatinya, setiap pejalan spiritual bisa menangkap pesan sendiri.  Dan jika mau, membuat kitab suci sendiri. Namun saling mengerti jaringan sebab akibat secara sadar. Seperti Sunan Kalijaga yang mampu menampung aspirasi dan mewadahinya dengan sufi. Dengan begitu Islam benar adanya dalam kapasitas setiap pribadi yang ber-Tuhan. Bukan mencipta ilusi Tuhan bahkan ngotot ngebelain Tuhan demi kepentingan tertentu.

Demikian khotbah Jumat hari ini...
Semoga kita senantiasa ber-islam secara sufi bukan pemicu oligarki..

TUNJUNG DHIMAS
07/07/2017

- Kumpulan musaf; bedah Al-Quran; Tarmizhi.

- Perang Suci; Neil Amstrong

- Permenungan Gusti; S.H. Dewantoro.

Senin, 03 Juli 2017

Man Ana?Siapa sih kita?

Setiap para pencari kesejatian pada suatu ketika pasti akan sampai pada suatu kondisi yang membuatnya bertanya tanya, siapa dirinya sebenarnya.
Begitu banyak bisikan yang muncul ketika seorang salik menempuh jalan (thoriq) memasuki relung relung dirinya sendiri.

Setiap pencari yang tidak mudah puas dengan suatu pencapaian posisi perjalanan spiritual akan membawanya masuk lebih dalam lagi dalam kepahaman dan samudra kejernihan penyaksian.
Siapa diri kita sebenarnya?
Diri kita adalah sosok yang bukan membisiki diri kita sendiri. Diri kita adalah yang menerima limpahan ide - ide tanpa diawali dari tangkapan panca indra.
Tidak dipengaruhi oleh setiap yg ada di luar diri kita.
Dengan kata lain adalah diri yang 'sadar'

Bagaimana bentuk diri yang sadar itu?  Tentunya adalah bukan diri yang pasif yang harus disentuh baru merasa, harus dibisiki baru mendengar, dlsb.

Dalam Dzikir Nafas, tahap pertama, kita sama sama belajar mengamati - menyaksikan - menyadari siapa diri kita ini?
Berangkat dari mengamati nafas yang masuk-keluar secara alamiah, kita kemudian akan menemukan ternyata diri kita ada tiga, 1). Diri yg tampak seolah bernafas, yang dialiri nafas dan ditempati oksigen.
2). Diri yg sadar bahwa dia sedang mengamati aliran nafas yang bergerak alamiah
3). Esensi yang menyebabkan nafas ini tertarik masuk, terdorong keluar dan menggerakkan diafragma serta paru - paru untuk turut andil dalam proses pernafasan secara alami.

Siapa saja mereka?
Anda masing masing musti memahami hal ini dari penyaksian anda masing masing secara otentik original. Bukan kata saya. Dan jangan percaya dengan apa yg saya katakan sebelum anda benar benar menyaksikan hal tersebut.

Praktis saya, diri yg dialiri nafas pada poin pertama tersebut adalah raga saya. Yang juga dialiri darah dan berbagai macam proses alamiah lainnya yg bekerja _('tampak seolah')_ secara otomatis. Raga yang nantinya akan masuk ke liang lahat dan mengalami proses peleburan kembali menjadi tanah.

Diri pada poin ke-2 adalah diri yang dipanggil di dalam al-qur'an dengan sebutan sebutan nafs al-lawwamah, nafs al-muthmainnah, dll. Yang dalam bahasa indonesia  disebut dengan jiwa.
Dipanggil dengan _'nafs lawwamah'_ (yang menyesal)  adalah karena hampir setiap waktu si jiwa ini lebih memilih untuk mengikuti berbagai keinginan dan macam macam prasangka belaka. Yang kelak dalam bahasa indonesi disebut sebagai 'nafsu'. Ini silahkan disaksikan sendiri sendiri ketika apabila dalam kehidupan kita lebih mengutamakan mengikuti macam macam prasangka dan keinginan yg 'tidak berdasar', pasti penyesalan yg akan kita gapai.
Disebut sebagai _'nafs al-muthmainnah'_ karena sudah tenang disebabkan si diri (nafs) tidak condong pada keinginan 'tak berdasar' dan prasangka, melainkan condong pada kehendak ilahiah. Ciri jiwa yg berposisi disebut dg muthmainnah adalah senantiasa ridho dan 'narimo'. Ikhlas.
Setiap gerak dirinya (baik jiwa maupun raganya) adalah bersandar kepada titah dari Alloh (urwatul wutsqo _~ albaqoroh-256 ~_) Dan urwatul wutsqo ini jalan petunjuk yg akan kita bahas kemudian

"Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
Surah Al-Baqarah (2:38)

Selanjutnya yang ke-3, esensi yg menjadi sebab hidup, geraknya seluruh partikel dan proses di dalam diri kita termasuk nafas.
Adalah ar-ruh.
Satu esensi suci (quds) dan diberikan oleh Alloh secara khusus menjadi penyempurna manusia.

"_Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya _(min~sebagian dari)_  ruhKu; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya"_
Surah Sad (38:72)

Namun kita tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyibak terlalu banyak hal tentang ruh ini.
Yang perlu kita ketahui adalah sebagaimana kabar dariNya sendiri bahwa ruh ini adalah bagian dariNya.
Karena ini adalah bagian dariNya, maka setiap kabar dariNya yang biasa kita sebut dengan sebutan ilham akan sampai pada kita dengan ini.

Sekali lagi anda tidak perlu percaya saya, tapi temukan sendiri benar atau tidaknya penjelasan ini.
Yaitu dengan cara kenali-pahami-titeni-ikuti sebagian titah ilahiah yang mewujud dalam bentuk dorongan nafas.
Setelah anda 'titen' dengan bentuk dorongan - dorongan semacam daya yang mendorong dan mengharuskan kita bernafas, selanjutnya setiap muncul dorongan yg serupa untuk bergerak, ikuti terus.
.......
Amati perubahan pada jiwa anda, apakah menjadi lebih tenang dan legowo dalam bertindak, ataukah justru lebih sering menyesal?!

Dalam praktis saya, sebab itulah kemudian saya menyebut hal tersebut lah yg disebut sebut dengan istilah _'tali Alloh'_ dalam al-qur'an
Sesuatu yg menghubungkan kita dengan Alloh yang kemudian diperintahkanNya kepada kita semua untuk senantiasa berpegang teguh pada 'tali Alloh ini'.

wallohu'alam bish-showab.

Tunjung Dhimas Bintoro / 23 Juni 2017.

Sumber Redaksional :

- kitab Suci Al-Qur'an

- Musaf Sufi ; terjemahan kitab kuning; salafi, Tambak Beras, Jombang.

- Mistik Kejawen Kanjeng Sunan Kalijaga dan Syeh Siti Jenar; suluk wujil, suluk linglung; artikel sinar merah.

- Eathel Slone ; Anatomi & fisiologi dasar.

JANTUNG MISTIK NUSANTARA

MENELISIK PERJALANAN ROH DARI KARNA RAJA ANGGA SAMPAI IR. SOEKARNO

Demikianlah kisah perjalanan Rohku dalam perputaran waktu semesta. Kira-kira pada tahun 1500 SM,  di Tanah Gosen (Negeri Mesir) Rohku menitis kembali sebagai bayi mungil yang dihilirkan di Sungai Nil oleh bundaku, persis kejadian bayi Karna yang dihilirkan  di Sungai Aswa oleh Bunda Kunti. Dari Karna, aku lahir menjadi Ismail, dan kemudian lahir lagi sebagai Musa. Namaku dikenal dengan Musa karena aku adalah “bayi yang diangkat dari air” dan aku juga ditakdirkan menjadi MUSAfir yang berkelana di padang pasir selama sekitar 40 tahun untuk menuntun umat Bani Israel menuju Tanah Yang Dijanjikan (the Promised Land).

Mulai saat itulah (1500 SM), fondasi Agama Samawi (Abrahamefik) diletakkan. Oleh Tuhanku, Hyang Agung, aku diberi tongkat maskulinitas untuk membelah samodra femininitas guna melahirkan generasi baru ke dunia. Pada jagat cilik (mikrokosmos), ini merupakan tamsil bagi lahirnya sang jabang bayi melalui “LAUT MERAH” ibunya. Sedangkan pada jagat gedhe (makrokosmos), aku, Musa, membelah Laut Merah dengan tongkatku untuk menyeberangkan umat Israel dari Negeri Perbudakan menuju Tanah Kemerdekaan yang Dijanjikan.

Hukum yang kubawa dari Tuhanku berupa 10 Perintah Allah (Ten Commandments), tiga teratas untuk menjaga hubungan dengan Tuhan, dan 7 butir di bawahnya untuk menjaga hubungan antar sesama manusia. Hukum-hukum yang aku berlakukan saat itu sangatlah keras, karena pada eraku, aku diamanahkan untuk mendidik NALURI – fase pertumbuhan awal pada perkembangan manusia. Coba saja bayangkan, aku harus membawa sekitar 600 ribu kepala keluarga melintasi gurun pasir yang gersang, belum lagi mereka membawa hewan peliharaan mereka masing-masing. Sungguh tugas pejalanan yang sangat berat dan melelahkan untuk menyelamatkan umat Bani Israel dari kejaran tentara Firaun.

Sementara, adikku Arjuna, lahir sebagai Ishak, dan pada masa sekitar 500 SM lahir kembali sebagai Sidharta Gautama di Kerajaan Kapilawastu, India Utara, melalui rahim seorang ratu suci, Dewi Maya, yang bersuamikan Raja Sudhadana.  Sesungguhnya, Roh Arjuna bukanlah roh sembarangan. Pada zaman Treta Yuga, adikku Arjuna, telah lahir sebagai Nara, yang lahir kembar bersama Narayana. Dewi Murti putri Daksha kawin dengan Dewa Dharma  dan melahirkan putra kembar Nara dan Narayana. Pada masa Dwapara Yuga, Nara dan Narayana lahir kembali sebagai Arjuna dan Vashudewa Khrisna untuk kembali menegakkan dharma.

Pada masa-masa kehidupan sebelumnya, roh adikku, Arjuna, mempelajari bahwa kekerasan dan senjata tidak dapat menyelesaikan masalah. Dengan tangannya sendiri, bahkan dia membunuh kakak kandungnya, Karna. Berkat jasa-jasa di kehidupan sebelumnya, adikku, Arjuna dianugerahi hidup yang penuh nikmat duniawi, sebagai seorang putra mahkota di Kerajaan Kapilawastu. Disediakan taman-taman yang penuh dengan pelayan cantik dan muda, bahkan disediakan lebih dari 72 “bidadari.” Namun, di dasar hatinya yang paling dalam, masih kuat membekas bahwa Tahta, Harta, dan Asmara justru melahirkan malapetaka, jika diperoleh dengan menghalalkan segala cara. Maka ditinggalkannya semua kehidupan mewah istana, dan Sidharta Gautama hidup sebagai pertapa untuk membebaskan diri dari segala kemelekatan duniawi, mengulangi lakonnya ketika Arjuna bertapa di Gunung Indrakila sebagai Begawan Ciptaning dan memperoleh anugerah Panah Pasupati dari Shiva Mahadewa. Pasupati berasal dari kata pasu (pemusatan) dan pati (kematian). Itulah jalannya untuk mengendalikan dan mengalahkan (meruwat) ego dan keakuan diri agar memperoleh pembebasan dari segala belenggu kemelekatan duniawi.

Pada kehidupan berikutnya, Sidarta Gautama lahir kembali sebagai bayi mungil di palungan sebuah kandang domba di Betlehem. Tiga ahli bintang pun melihat suatu keajaiban akan adanya suatu bintang yang bersinar terang menyinari tempat lahir bayi mungil itu di kandang hewan. Terang Dunia telah lahir ke dunia !

Pada Era Sidarta dan Yesus inilah  tahapan kecerdasan emosional (NURANI) dimulai. Hukum Rajam diganti dengan Hukum Kasih. Bagaimana orang harus mengasihi sesama, berani menyalib egonya untuk mencintai sesama. Seandainya dunia ini menerapkan hukum kasih dengan berjalan di bawah naungan rahmat Ilahi, maka dunia akan damai sejahtera. Tiada lagi peperangan, tiada lagi kekerasan. Pedang dan tombak dijadikan sabit dan mata bajak untuk mengolah dan menyongsong kemurahan Tuhan.

Yesus pun mengajarkan doa yang sangat terkenal: “Bapa yang bertahta di Sorga... Dimuliakanlah namaMu, dsb.” Siapakah yang bertahta di Swargaloka kalau bukan Dewa Indra, bapak Arjuna?

Dua hukum utama yang diajarkan Yesus termuat dalam Injil Matius Bab 22, ayat 37-40:

“Sembahlah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap AKAL-BUDIMU (hamblim minallah = hubungan dengan Tuhan).
Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri (hablim minan naas = hubungan dengan sesama).

Yesus menegaskan: PADA KEDUA HUKUM INILAH TERGANTUNG SELURUH HUKUM TAURAT DAN KITAB PARA NABI.”

Swargaloka hanya dapat diperoleh ketika orang mampu mengendalikan indra, mampu menyalibkan ego dan keakuannya. Cukuplah orang hidup sederhana dengan memenuhi KEBUTUHAN-nya, bukan KEINGINAN. Karena keinginan ibarat air laut, semakin banyak diminum, akan semakin haus jadinya. Keinginan adalah sumber segala kemelekatan, dan kemelekatan adalah SUMBER SEGALA PENDERITAAN. Hiduplah sederhana dengan memenuhi KEBUTUHANmu. Maka Tuhan akan mencukupinya! Gunakan akal-budimu untuk menanggapi Hukum Alam (Sabda Tuhan) untuk menyongsong kemurahanNya agar hidupmu sejahtera, dan gunakanlah kasihmu untuk menjalin hubungan yang harmonis antar sesama manusia.

NALURI dan NURANI belum lah cukup. Kelak dari garis keturunanku (Ismael) lahir seorang nabi besar yang diberi tugas untuk membuka rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin). Salah satu wasiatnya adalah “Carilah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat!” Inilah dimensi PIKIR. Maka sempurnalah sudah. Kitabnya, Al Quran, terangkum dalam Ummul Kitab, yaitu Alfatehah. Inti dari alfatehah adalah lafaz  basmalah “bismillahirrahmanirrahim.”

Secara harfiah, lafaz basmalah (bismillahirrahmanirrahim) dapat diartikan sebagai “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” Ketika seseorang mengucapkan lafaz basmalah maka ada dua konsekuensi utama atas janji yang diucapkan itu, yaitu membawa dan melibatkan nama Allah Swt dalam setiap aktivitas yang akan dilakukan.

Pertama, si pengucap lafaz berjanji mengagungkan Tuhan Semesta Alam dengan tunduk dan taqwa kepada ketentuan Allah Yang Maha Pemurah (ar Rahman). Bagaimana caranya tunduk dan taqwa kepada ar Rahman? Untuk dapat tunduk dan taqwa secara sempurna, si pengucap lafaz tentu harus bisa membaca qudratullah dan sunatullah (hukum alam) yang tertulis di alam semesta ini, atau yang dalam pengertian Nusantara disebut sebagai Sastra Jendra (Sastra = Tulisan, Jendra dari kata Raharja dan  Indra, Raharja = Keselamatan, Indra = Ratu atau Raja, Ratuning Keselamatan). Jadi si pengucap lafaz telah berjanji untuk menggunakan segenap jiwa-raga, akal-budi, pikiran dan segenap panca inderanya untuk mempelajari dan taqwa kepada qudratullah dan sunatullah yang tersurat di hukum alam itu. Tentulah si pengucap itu harus rajin bertanya, rajin belajar dan mencari tahu tentang hukum alam, gigih, penuh semangat belajar dan mempraktekkannya. Contoh, ketika Anda akan menanam padi atau cabai, pastikan Anda mendapatkan bibit yang unggul, tanah yang sesuai dan gembur, pupuk organik terbaik, dan musim yang tepat. Maka dipastikan keberkahan panen dari Yang Maha Murah pun akan melimpah.

Kedua, si pengucap lafaz berjanji untuk tunduk dan taqwa kepada ketentuan Allah Yang Maha Penyayang (ar Rahim). Bagaimana caranya tunduk dan taqwa pada ar Rahim? Untuk dapat tunduk dan taqwa secara sempurna, si pengucap lafaz tentu harus bisa mengamalkan sifat kasih sayang kepada sesama manusia (yang tentu dapat diperluas kepada seluruh titah/makhluk di muka bumi), bersikap jujur, adil dan rendah hati.

Inilah tahap perkembangannya:

MUSA : NALURI, nurani, pikir.
SIDHARTA-YESUS: NALURI,NURANI, pikir.
MUHAMMAD: NALURI, NURANI, PIKIR.

(Perhatikan HURUF BESAR dan HURUF KECIL !)

WADAG/FISIK : NALURI
SANG URIP: NURANI
OTAK: PIKIR.

Inilah makna “NGEKROKKE MBANG TELON” (atau MEKARNYA TIGA JENIS BUNGA) dalam diri manusia:
• Naluri (disimbolkan bunga Mawar Merah) intinya untuk memelihara Wadag Jasmani,
• Nurani (disimbolkan bunga Kenanga warna Hijau) sebagai alat kontrol untuk menata batin agar dapat melangkah sesuai dengan kehendak Tuhan dengan landasan moral kasih-sayang antar sesama manusia, dan
• Pikir (disimbolkan bunga Melati) untuk menanggapi Hukum Alam guna menyongsong kemurahan Tuhan agar hidup manusia menjadi mudah dan sejahtera.

Inilah Inti dari Ajaran Budi Rahayu.

Dengan menggunakan ketiga piranti yang diberikan Tuhan itu secara harmonis, seimbang, dan sinergi, manusia dapat mewujudkan hidup yang sehat, damai, sejahtera baik pada tataran diri, keluarga, dan masyarakat.

Tapi sayang, hingga sekarang NALURI-NURANI-PIKIR terbukti belum bisa menyatu secara seimbang dan senergi pada tataran individu atau pun umat (masyarakat). Karena dikuasai oleh ego dan keakuan individu, golongan atau pun agama, umat yang satu mengkafirkan umat yang lain, mereka tiada menggunakan landasan kasih antar sesama manusia.

Pada penitisan berikutnya, Roh Arjuna akan menitis sebagai Prabhu Airlangga, Raja di Kahuripan. Pada Era Prabhu Airlangga inilah dikarang suatu kidung yang sangat bagus dikenal dengan “Kakawin Arjuna Wiwaha.”

Musa akan lahir sebagai Gadjah Mada, seorang penganut agama Budha, hidup bersama dengan Raja Hayam Wuruk penganut agama Hindu-Syiwaisme.  Untuk menjaga keharmonisan hubungan antar umat, Mpu Tantular mengarang Kitab Sutasoma yang bersemboyankan “Tanhana Dharma Mangruwa, Bhineka Tunggal Ika.” Topik ini akan dibahas pada postingan berikutnya.

Bersambung ke Serial 16D. Tunggu yahh ... tarian jemariku masih harus menanti otak yang berenang mencari titik temu, tapi Gajah Mada tetap Gajah Mada itu moyang kita bukan Gadj ahmadaludin !!

TUNJUNG DHIMAS

Daftar Pustaka:

- Al-Kitab; perjanjian lama dan baru ; injil.

- Kajian Kitab Kuning; Salafiah.

- Serat Babad Jawi; Panembahan Senopati; Damarsashangka.

- Sejarah Animisme dan Dinamisme Nusantara; prespektif suku tengger dan Hiduisme Bali.

- Naskah Novel The Davinci Code; Dan Brown.

- Kitab Veda; Kisah Mahabarata.

Sejarah, Makna dan Filosofi Ketupat dalam Tradisi Lebaran

Makna Ketupat

Arti dan Makna Filosofi Ketupat di Tanah Jawa
ketupat tidak lepas dari perayaan Idul Fitri. Dalam perayaan Idul Fitri, tentunya di situ ada satu hal yang tidak pernah pisah dari perayaan Ketupat Lebaran. Istilah tersebut telah menjamur di semua kalangan umat Islam terutama di pulau Jawa.

Ketupat atau kupat sangatlah identik dengan Hari Raya Idul Fitri. Buktinya saja di mana ada ucapan selamat Idul Fitri tertera gambar dua buah ketupat atau lebih. Apakah ketupat ini hanya sekedar pelengkap hari raya saja ataukah ada sesuatu makna di dalamnya?

Ketupat

Sejarah Ketupat.
Adalah Kanjeng Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali BAKDA, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah lebaran. Pada hari yang disebut BAKDA KUPAT tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda.

Setelah selesai dianyam, ketupat diisi dengan beras kemudian dimasak. Ketupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan.

Arti Kata Ketupat

Dalam filosofi Jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.

Ngaku Lepat

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa.
Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini.
Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.

Laku Papat

Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Empat tindakan tersebut adalah:
1. Lebaran.
2. Luberan.
3. Leburan.
4. Laburan.

Arti Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan

Lebaran
Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.

Luberan
Bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Leburan
Maknanya adalah habis dan melebur.
Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

Laburan
Berasal dari kata labur atau kapur.
Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding.
Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.

Nah, itulah arti kata ketupat yang sebenarnya.
Selanjutnya kita akan mencoba membahas filosofi dari ketupat itu sendiri.

Filosofi Ketupat:
1. Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini.

2. Kesucian hati.
Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.

3. Mencerminkan kesempurnaan.
Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri.

4. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang “KUPA SANTEN“, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).

Itulah makna, arti serta filosofi dari ketupat.

Betapa besar peran para Wali dalam memperkenalkan agama Islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar, seperti tradisi lebaran dan hidangan ketupat yang telah menjadi tradisi dan budaya hingga saat ini.

Secara umum ketupat berasal dan ada dalam banyak budaya di kawasan Asia Tenggara. Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa (janur) yang masih muda. Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Lebaran, ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa.

Makanan khas yang menggunakan ketupat, antara lain kupat tahu (Sunda), katupat kandangan (Banjar), Grabag (kabupaten Magelang), kupat glabet (Kota Tegal), coto makassar (dari Makassar, ketupat dinamakan Katupa), lotek, serta gado-gado yang dapat dihidangkan dengan ketupat atau lontong. Ketupat juga dapat dihidangkan untuk menyertai satai, meskipun lontong lebih umum.

Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Di Filipina juga dijumpai bugnoy yang mirip ketupat namun dengan pola anyaman berbeda.[1]

Ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal bersudut 7 (lebih umum) dan jajaran genjang bersudut 6. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Di antara beberapa kalangan di Pulau Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat. Ada masyarakat yang memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari biasa, sehingga ketupat hanya disajikan sewaktu lebaran dan hingga lima hari (Jawa, sepasar) sesudahnya. Bahkan ada beberapa daerah di Pulau Jawa yang hanya menyajikan ketupat di hari ketujuh sesudah lebaran saja atau biasa disebut dengan Hari Raya Ketupat.

Di pulau Bali, ketupat (di sana disebut kipat) sering dipersembahkan sebagai sesajian upacara. Selain untuk sesaji, di Bali ketupat dijual keliling untuk makanan tambahan yang setaraf dengan bakso, terutama penjual makanan ini banyak dijumpai di Pantai Kuta dengan didorong keliling di sana.

Tradisi ketupat (kupat) lebaran menurut cerita adalah simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa ku = ngaku (mengakui) dan pat = lepat (kesalahan) yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mensyiarkan ajaran Islam di Pulau Jawa yang pada waktu itu masih banyak yang meyakini kesakralan kupat. Asilmilasi budaya dan keyakinan ini akhirnya mampu menggeser kesakralan ketupat menjadi tradisi Islami ketika ketupat menjadi makanan yang selalu ada di saat umat Islam merayakan lebaran sebagai momen yang tepat untuk saling meminta maaf dan mengakui kesalahan.

Tunjung Dhimas

Dari berbagai sumber.

JIKA SEANDAINYA & BILA MANA AKHIRNYA SAYA MEMILIH ???!


Saya lebih baik membicarakan cinta, budaya dan kesenian. Daripada saya harus membicarakan Politik, Idealisme dan Paham-paham lainnya.

Karena saya sadar, saya di lahirkan di dalam sebuah negara dan tanah yang kaya akan khasanah Budayanya, mulai dari pakerti dan filosofinya.

Saya tidak akan banyak membicarakan sebuah ekspetasi tunggal  yang hanya berujung pada sebuah kepentingan-kepentingan.

Mendasari saya hanyalah seorang rakyat jelata kawulo alit, yang daripada pemahaman saya Cinta Nasional dan Nusantara Indonesia  itu harus berakar dari cinta atas seni dan budayanya sebagai salah satu warisan leluhur.

Ketika sebuah tradisi menjadi sebuah bagian tata krama.
Ketika sebuah langgam bahasa menjadi sebuah alat pemersatu bahasa hati.

Saya tak perlu menjadi di barisan depan, mengingat terlalu banyak sekali orang yang ingin terlihat di depan.

Saya hanya ingin menulis sebagai wujud cinta saya kepada kehidupan saya
Saya hanya ingin bernyanyi sebagai wujud rindu saya kepada harmoni kedamaian
Tidak lebih dan tidak kurang.
Di situlah saya sudah sangat menemukan arti kebahagian.
Untuk akhirnya bisa mendapatkan lebih kesempatan,  itu hanyalah karena Kuasa Tuhan yang Maha Esa.

Pantaskah kita membicarakan sebuah arti nasionalisme bila kita sendiri lupa akan budaya bangsa kita dan keseniannnya, bahkan menyentuhpun tidak.

Lalu dasarnya apa?

Mengingat Bapak Bangsa kita sendiri Ir. Soekarno (Presiden RI  yang I ) sangat mencintai kesenian bahkan wayang.

Saya pikir aneh, atau saya sendiri yang kentir .....???

Kita membicarakan nasionalisme tapi tak pernah menyentuh bahasa hati kebudayaan, kebudayaan yang seperti apa?

Budaya yang lahir dari cipta, rasa atau karsa kah?

Itu yang sedang bergelut dalam pikiran saya.

Ketika banyak sekali elemen membicarakan Saya Indonesia. Ya kita memang Satu yakni Satu Tumpah Darah Indonesia.
Untuk itu kenalilah Budayanya, minimal kita paham dan mengerti .

Sangat lah lucu dan keblinger, ketika kita mengucapkan Aku Indonesia. Tetapi ketika kita menjawab sebuah pertanyaan Tari Lilin berasal dari mana ? kita Jawab dari Papua.

Mari kita renungkan bersama, benar apa salah bila kita sebagai generasi bangsa tak cukuplah hanya mengandalkan sebuah kepandaian saja, tapi imbangilah dengan wawasanmu atas kebudayaan bangsamu, daerahmu dan asalmu sebagai muara menuju Bhineka Tunggal Ika berlandaskan Iman tentunya.

Salam Perjuangan

#TrilogiBestari
#Astungkaracinta
#Jamuskalimasada

Tunjung Dhimas

Siklus Mainstream


Pesan dari Eyang Gajah Mada:
Pesanku satu, jangan ada lagi penaklukkan yg dilakukan oleh anak2 Nusantara....dan jangan lagi ada rasa ingin menaklukkan bangsa lain....tatalah setiap jengkal tanah yg dikaruniakan kepadamu....
Dulu, pada masa Majapahit dan sebelumnya, sering ada penaklukkan untuk perluasan wilayah kekuasaan....ketika terjadi penaklukan itu, tentu ada masyarakat atau pihak yg disakiti. Ini menimbulkan ikatan karma-phala yg tidak ada putusnya. Ketika Majapahit menaklukkan wilayah diluar Majapahit, seperti ketika menduduki Bali, terjadi eksodus orang dari Jawa ke Bali yg membuat penduduk Bali aga merasa tersingkir. Ini sangat menyakitkan bagi mereka. Dan bagiku, sangat menyakitkan juga di alam spiritual.
Hindari penaklukkan.
Belum lagi cerita2 semacam itu yg akan kamu jumpai di tanah sunda, semenanjung Melayu, dan didaerah bekas taklukan Majapahit lainnya.
Kamu pikir, mengapa para waskita ketika runtuhnya Majapahit mengatakan bahwa tanah Jawa akan berada dalam kegelapan selama 500 tahun? Dapat darimana angka 500 tahun itu?
Itu karena Kerajaan Jawa sebelumnya menaklukkan wilayah lain dan membuat wilayah lain menjadi gelap selama kurang lebih 500 tahun....

Aku akan meramalkan ketika aku berada di siang hari dan mengatakan : nanti akan terjadi kegelapan selama 12 jam...

Dan ketika malam hari tiba, aku pun bisa dg lantang berkata : " besok akan ada terang selama 12 jam..

Karena memang begitu siklusnya....dan zaman dimuka bumi ini juga ada siklusnya....walaupun disetiap wilayah bisa berbeda panjang dan pendeknya....

Agar terputus dari siklus samsara itu, jangan ada lagi yg tersakiti ketika Nusantara bangkit lagi....kecuali kalau negara lain memohon bantuan, bantulah....

Karena kebangkitan kelak beda dg kejayaan Majapahit...kalau diumpamakan siklus alam, Majapahit waktu itu berada di sore hari....menjelang malam.....setelah Majapahit runtuh, datanglah waktu malam...
Sedangkan kamu sekarang berada pada waktu subuh, dimana matahari menjelang terbit....dan sebentar lagi fajar tiba....

Pertemuan gelap yg akan runtuh dg fajar yg akan terbit terjadi di waktu subuh...terlihat warnanya spt keungu unguan....itulah pertempuran energi positif dan negatif yg terjadi sekarang....bahkan jika tak terhindarkan, perang dunia bisa terjadi....setelah perang, peradaban baru akan bangkit....
Tapi jangan lihat ini dari standart moral baik-buruk.....memang begitulah adanya...

Jika kalian bisa melewati saat kebangkitan Nusantara tanpa ada yg disakiti karena penaklukan, Nusantara akan bebas dari siklus samsara dan karma phala kolektif🙏

Bapak pendiri bangsamu dulu dituntun untuk menuliskan kalimat :
"....maka penjajahan diatas dunia, harus dihapuskan....."
Dalam pembukaan UUD 1945.....

TUNJUNG DHIMAS

Trilogi Bestari

Aku Lelakimu dan Kamu Perempuanku

“BESTARI, INI TANGANKU YANG SUDAH KASAR DAN KAPALAN, JUGA KAKIKU YANG SUDAH PECAH-PECAH”

Aku mencandumu seperti bintang menjilat malam, meski aku dalam keterasingan dan serba kurang!

Kamu manusia tapi aku melihat Tuhan pada dirimu. Tentunya semua mengerti termasuk kamu, aku bisa meninggalkan manusia tapi aku tak bisa meninggalkan Tuhan, Tuhan yang berada pada dirimu !

Dan kamu tahu! Hati ini tlah mengecap manisnya madu yang diulas pada ranjang-ranjang asmara. Menjadi birahi untuk aku mengecup senyuman cinta yang setiap pagi kamu bawa!
Dan aku pun tak rela kamu untuk di sentuh kumbang yang lain!
Karena kamu sudah menjadi candu untukku, menjadi senggama untuk lagu-lagu malamku dipelukan langit yang membungkus pedar gulita dan telisik hening seolah aku rebah di sampingmu meski tak kusentuh!

Sering kali aku membuat kamu menangis!
Sampai akhirnya membuat kamu paham hakikinya kehidupan yang tak hanya butuh nilai pujian bahkan sanjungan yang berbungkus kepalsuan.

Dan malaikat malam berkata menemani ku kepada jiwamu.
Kamu wanitaku bukan kah kamu mengerti apa yang harus kamu lakukan tanpa aku meminta? dan menjelaskan dengan semestinya, karena aku bukan seperti mereka yang hanya haus kepada keindahanmu dan pandai picik memujimu!

Kamu perempuanku baik-burukmu aku terima meski kadang kesadaran diatas ambangmu melebihi akal liar mu, sering kali aku luap kan karena kamu tak cukup mengerti dimana kamu harus berhenti!

Kamu perempuanku yang selalu dalam selimut sutra hangat pada dini hari
Dan kamu perempuanku yang kadang enggan menerima sebuah kenyataan bahwa hidup tak selalu indah!

Karena kasar tanganpun membuat kamu seakan tak percaya bahwa ini lah kehidupan yang tak selalu mulus pada kakiku yang pecah -pecah!

Dan kamu pun tak segan enggan beranjak untuk tak percaya bahwa cacian itu ada, meski akhirnya kamu sadari itu!
Aku sampaikan kepadamu untuk menemui aku nanti di ujung senja!

Pada tapal batas sebuah desa dimana aku tinggal,
Akan aku ceritakan kisahku dan kubagi hatiku untuk kita belajar bersama bagaimana berjalan diatas bumi ini
Dan mengikuti roda putaran yang tak selamanya nyaman!
Ini kehidupan nduk bukan pujian bahkan sanjungan yang berbalut

Ini kenyataan nduk,  bahwa sabitnya bulan yang menerangimu pun bisa membuat kamu tercabik
Karena lupa dan kau hanyut

Meski hatimu berontak teriak tapi inilah kenyataan kepada air mata yang dilahirkan serta tangisan bersumbang
Hidup yang indah tapi tak mudah

Waktu yang bengis mengajariku untuk kuat
Dan menerima apapun itu atas amanah alam kepadaku
Sampai nanti hikmah mengambil kita dalam doa
Dan kamu akan mengerti !

Magetan, 28 Juni 2017

Tunjung Dhimas Bintoro.

Mencabut Pohon Cinta

Mencabut Pohon Cinta

Adakalanya, pohon cinta yang tumbuh subur di hati kita perlu dicabut.  Mengapa?   Alasan yang paling logis, karena yang kita cintai ternyata tak mencintai kita.  Kan gak enak cinta sepihak ha ha.  Alasan lain, kita punya pertimbangan cinta itu bisa mengganggu pertumbuhan spiritual, atau kita anggap tidak pas.

Intinya, ada saat kita memang mau tidak mau mencabut pohon cinta yang menjadi akar duka.

Nah...bagaimana pohon cinta ini dicabut?  Ya cabut aja. He he.  Berhentilah mencintai yang dicintai.  Sadari bahwa ia bukan jatah kita.  Bahwa perpisahan adalah awal untuk cerita yang lebih indah.  Lalu rubah cinta menjadi kasih yang tak menuntut.

Tentu saja, saat pohon cinta dicabut hati akan terluka.  Nikmatilah sakit karena luka ini.  Biarkan ia disembuhkan sang waktu.  Fokus pada penyembuhan dg semakin berkesadaran dan terhubung dengan Diri Sejati

Nb: Jika sakit berlanjut....carilah jurang terdekat...ha ha ha

Apa Itu Jodoh?

Jodoh...
Apa itu Jodoh ?

Ketika bicara tentang jodoh, banyak orang menafsirkannya dengan interpretasi yang beragam. Namun tahukah engkau apa itu jodoh?
Jodoh ialah sebuah anugerah yang sudah tergariskan oleh sang maha Kuasa. Jodoh ialah takdir yang sudah digariskan, namun ia mampu diubah.

"Jodoh tak kemana, namun harus ditemukan keberadaannya." Ketika seseorang bertemu dengan orang yang baru, dan memiliki pemikiran, visi, maupun vibrasi yang sama dan bersifat selaras tanpa mampu saling direncanakan manusia antar manusia, itu adalah Jodoh. Jodoh dibagi menjadi tiga, soulmate, soul group, dan twin flame. Ketiganya ialah takdir dari Sang Maha Tunggal untuk dipertemukan dalam membentuk setiap manusia dalam bertumbuh dan berkembang menuju berkesadaran.

Namun jodoh tidak serta merta menjadi pasangan hidup (suami dan istri). Jodoh akan menjadi suatu pasangan jika sepasang individu telah saling menemukan kenyamanan rasa, raga, dan jiwa untuk hidup bersama dengan ikatan resmi/pernikahan dalam berkehidupan di dunia.

Keselarasan merupakan unsur penting dalam perjodohan.  Tapi jodoh itu bukan hanya dalam asmara dan pernikahan.  Kita punya jodoh dalam bisnis, perjuangan, pembelajaran dll.

Kesadaran saya menangkap bahwa jodoh yang selaras tidak hanya satu.  Namun kitalah yang memilih mana yang kita ambil jadi pacar atau istri. Dalam tradisi awam inilah yang disebut membangun bahtera hubungan dari keselarasan yang menemukan apa itu hakikat jodoh ideal, semua bebas hanya  alur ceritanya saja yang akan berbeda-beda tergantung bagaimana nanti menjalani dalam kesadaran masing-masing.

Note:

Twin Flames : adalah splite jiwa ia hadir untuk saling memberi pengajaran satu sama lain (kusus dalam cinta tak bersyarat).

Soulmate : Ia adalah jodoh dalam keselarasan merupakan pematangan dari level twin flames dipuncak reinkarnasi atau sudah ber-inkarnasi biasanya keduanya memiliki tingkat kesadaran yang hampir sama.

Soulgroup : Adalah kondisi dimana suatu kelompok jiwa yang memiliki vibrasi dan visi yang sama saling membuka diri dalam memacu kesadaran.

Ketiganya biasanya old soul. Memiliki keterhubungan dari rangkaian kehidupan dari masa ks masa merupakan evolusi tataran semesta dan segala hukum kuantumnya.

By: Tunjung Dhimas

Makna Sejati Islam


Innad dina 'indallahil islam (Sesungguhnya jalan hidup di sisi Tuhan adalah jalan hidup berserah diri). Ayat Al-Quran di atas menunjukkan bahwa risalah yang dibawa Nabi Muhammad mengapresiasi jalan hidup apa pun asalkan jalan hidup itu mengembangkan sikap berserah diri, hanif, dalam menjalani kehidupan. Kata “islam” berasal dari bahasa Arab “aslama-yuslimu”, yang bermakna berserah diri. Orang Jawa menamai sikap berserah diri itu dengan istilah sumeleh dan sumarah. Dengan demikian, orang yang secara formal beragama Buddha, Hindu, Konghucu, Kristen, Kejawen, atau apa pun, jika ia menjalani laku berserah diri, sumeleh dan sumarah, ia layak disebut muslim. Sebaliknya, jika orang yang secara formal beragama Islam namun tidak menjalani laku berserah diri, ia tak layak disebut muslim. Menjadi seorang muslim itu sungguh berat. Ia harus senantiasa berusaha membersihkan egonya (tazkiyatun nafs) untuk bisa sepenuhnya berserah diri kepada Sang Urip (Tuhan), karena tiada daya dan upaya selain dengan kehendak Sang Urip (La hawla wala quwwata illa billah). Itulah sebabnya Islam (jalan berserah diri) disebut sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta). Dan jika engkau bertemu dengan orang yang secara formal beragama Islam tetapi mudah sekali mengafirkan orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya, maka ia belum layak disebut muslim.
.
Meskipun di KTP tertera agamamu Islam, sungguh engkau seharusnya malu untuk mengatakan dirimu muslim. Jadikan kemusliman sebagai cita-cita tertinggimu. Engkau seyogianya terus berusaha menjadi muslim, apa pun agama formalmu.

Senandung Kausalitas

Senandung Kausalitas

Mengekspresikan Diri : Melakukan Apa Saja Yang Membuat Kita
Merasa Lepas, Damai Dan Bahagia Di Dalam Diri
Perjalanan spiritual mendalam tidak selalu berisi hal-hal yang serius
saja. Tapi merupakan suatu kombinasi, yang juga berisi perbuatan
mengekspresikan diri dan membangkitkan energi sukacita.
Praktek mengekspresikan diri menghantarkan kesadaran kita menuju
ketinggian yang ringan. Praktek meditasi dan belas kasih menghantarkan
kesadaran kita menuju kedalaman yang dalam. Praktek mengekspresikan
diri membuat benih-benih kesadaran di dalam diri kita menjadi mekar.
Praktek meditasi dan belas kasih membuat kesadaran kita menjadi sangat
terang bercahaya. Keduanya bersifat saling melengkapi dan saling
memperkaya kesadaran di dalam diri.
Mengekspresikan diri adalah suatu praktek spiritual yang sifatnya
adalah sangat pribadi. Artinya, tidak ada seorangpun yang bisa
memberitahu, atau mendikte, atau mengatur kita bagaimana jalan atau
caranya. Hanya diri kita sendirilah yang paling tahu. Tidak boleh
diseragamkan dan tidak boleh diorganisasi. Karena akan menghancurkan
keunikan dan keotentikan masing-masing manusia, sekaligus menciptakan
penghalang besar bagi penemuan sukacita mendalam di dalam diri dan
kebebasan dari cengkeraman perasaan yang gelap.

Setiap manusia itu unik dan otentik. Setiap manusia memiliki
kecenderungan, kebutuhan dan arah pertumbuhan spiritual yang berbeda-
beda. Kita sendirilah yang harus mencari dan menemukan jalan kita sendiri
untuk mengekspresikan diri.
[1]. SKEMA EMOSI MANUSIA.
Bagi orang-orang biasa, yang pikirannya masih dicengkeram kuat
oleh dualitas pikiran seperti kotor-suci, buruk-baik, salah-benar, dsb-nya,
serta bagi orang-orang yang pikirannya lama terjerat oleh dogma dan
doktrin agama, mungkin saja mengekspresikan diri sebagai sadhana
[praktek spiritual] akan terdengar sangat aneh. Terutama karena
mengekspresikan diri tidak terlihat sebagai sesuatu yang suci atau sesuatu
yang baik, sehingga tidak dapat termasuk sebagai sesuatu yang spiritual.
Perlu dijelaskan bahwa jantung ajaran Tantra dan Upanishad adalah
KEUTUHAN. Perhatikan bahwa bukan KESUCIAN SEMPURNA, tapi
KEUTUHAN. Karena segala sesuatu secara UTUH dan menyeluruh adalah
manifestasi dari Brahman. Semua fenomena adalah tarian kosmik Shiwa
[Shiwa Nataraja] yang sama. Dualitas kotor-suci, buruk-baik, salah-benar,
dsb-nya, hanya ada dalam pikiran manusia yang terkondisi.
Para Guru spiritual Agung yang sudah mencapai pencerahan
Kesadaran Atma akan mengerti, bahwa mengekspresikan diri adalah bagian
sangat penting dari praktek spiritual yang mendalam. Kita dapat melihat
sendiri pada sadhaka [praktisi spiritual] yang keras mengekang dan
menekan dirinya dengan aturan, larangan dan tata krama sopan-santun,
maka di dalam diri mereka merasakan kegelisahan, atau ketegangan, atau
perasaan tidak bahagia, atau memendam hasrat duniawi, atau memendam
kemarahan, dsb-nya. Di dalam diri mereka persis seperti gunung berapi
yang siap meletus.
Mengekspresikan diri bertujuan untuk menghidupkan energi sukacita
mendalam di dalam diri manusia. Mengekspresikan diri bertujuan membuat benih-benih kesadaran di dalam diri kita dapat menjadi mekar. Jika kita
tidak mengekspresikan diri, jika kita terlalu menekan diri, maka benih-benih
kesadaran di dalam diri akan sangat sulit untuk mekar.
Mengekspresikan diri terkait sangat erat dengan skema emosi
manusia. Dimana skema emosi manusia terbagi menjadi dua bagian. Yaitu
sebagai berikut :
== [1]. Emosi bagian dalam yang terletak jauh di lubuk pikiran seperti
seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-nya.
== [2. Emosi bagian luar seperti perasaan malu, sopan-santun, dsb-nya.
Jika emosi bagian luar, seperti perasaan malu, sopan-santun, dsb-nya,
dalam jangka waktu lama menekan pikiran kita, maka emosi bagian dalam,
akan seperti air besar yang gagal mengalir. Ketika air besar itu lama
menumpuk di dalam, diri maka manusia di dalam dirinya akan merasakan
kegelisahan, atau ketegangan, atau perasaan tidak bahagia, atau
memendam hasrat duniawi, atau memendam kemarahan. Suatu waktu
nanti, jika seandainya air besar itu menumpuk penuh, disana akan terlihat di
permukaan dalam bentuk stres, atau depresi, atau penyakit, atau bahkan
ada yang mengalami gangguan kejiwaan.
Emosi bagian luar seperti rasa malu, sopan-santun, dsb-nya, bukanlah
suatu hal yang murni, melainkan suatu hal yang bersifat buatan. Rasa malu
dan sopan-santun bisa muncul dari pikiran yang terkondisi, yang dibentuk
oleh penghakiman orang lain dan pikiran salah orang lain, atau bisa juga
muncul dari penolakan, kegelisahan dan ketidaknyamanan diri kita sendiri
di dalam. Rasa malu, serta aturan, larangan dan tata krama sopan-santun
ibaratnya adalah racun bagi kesadaran di dalam diri, yang akan membuat
benih-benih kesadaran di dalam diri gagal untuk mekar.
Tentu saja tidak semua emosi bagian luar itu buruk, karena memang
ada rasa malu dan sopan-santun yang baik, yaitu rasa malu untuk berbuat kejahatan dan rasa malu untuk menyakiti orang lain. Tapi sisanya selain itu,
rasa malu dan sopan-santun adalah tembok penghalang besar bagi bangkit
dan mekarnya kesadaran di dalam diri.
Inilah tujuan dari mengekspresikan diri. Yaitu untuk membuka lebar
emosi bagian luar, sehingga emosi di dalam dapat mengalir keluar. Sebagai
hasilnya, kita cenderung lebih mudah menjadi seorang manusia dengan
berlimpah energi sukacita di dalam diri.
Kita manusia sudah sangat lama didikte dan ditekan oleh
pengkondisian pikiran yang membuat tertahannya emosi bagian luar.
Karena secara agama, atau secara budaya, terdapat banyak sekali aturan
dan larangan dengan alasan moralitas yang baik, sesuai ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, yang sifatnya sangat dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-
nya]. Semua itu dapat membuat tertahannya emosi bagian luar.
Sehingga sebelum pikiran kita di dalam kita dilukai oleh aturan dan
larangan seperti itu, mari kita mulai mengekspresikan diri. Dengarkan
panggilan kita di dalam. Kenali keadaan diri kita sendiri, agar kita bisa
melihat dan memahami kebutuhan diri kita sendiri yang unik dan berbeda
dengan orang lain. Kemudian ekspresikan diri kita dengan penuh
kebebasan dan perasaan sukacita. Lakukan apa saja yang membuat kita
merasa nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang membuat
kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa
melibatkan pola dualitas pikiran seperti salah-benar, buruk-baik, kotor-suci,
berdosa-tidak berdosa, tidak sopan-sopan, dsb-nya, dengan Yoga Punya
[tuntunan cahaya di dalam diri] dan belas kasih sebagai penjaga-nya.
[2]. MENGEKSPRESIKAN DIRI.
Hampir semua pengetahuan tentang diri kita diberikan oleh orang
lain dan berasal dari orang lain. Seperti nama lahir, suku, ras, kebangsaan, bahasa, norma-norma sosial, dsb-nya, semuanya datang dari sudut
pandang dan pengalaman orang lain.
Hal ini bahkan termasuk menyangkut tekstur pikiran kita. Tidak saja
ilmu psikologi yang memberikan sudut pandang penilaian dan pengalaman
orang lain ke dalam pikiran kita, bahkan ajaran agamapun juga sama
memberikan sudut pandang penilaian dan pengalaman orang lain ke dalam
pikiran kita. Inilah salah satu akar dari semua kegelisahan dan keterasingan
di dalam diri kita manusia. Semua hal itu membuat kita menjadi
memandang diri kita sendiri berdasarkan sudut pandang penilaian dan
pengalaman orang lain. Padahal sesungguhnya, tekstur pikiran setiap
manusia itu masing-masing adalah unik, otentik dan berbeda-beda satu
sama lain. Sehingga apapun sudut pandang yang berasal dari penilaian dan
pengalaman orang lain tidak akan pernah bisa benar-benar pas dan sesuai
untuk diri kita.
Mengekspresikan diri memberikan kita jalan yang sangat lapang
untuk mengungkapkan diri kita yang unik dan otentik. Membantu kita
menemukan sisi-sisi terindah dari diri kita sendiri, membantu kesadaran kita
untuk mekar dan berkembang. Mengekspresikan diri menjadi langkah
spiritual yang penting jika membuat kita menjadi berani untuk menerima
diri kita sendiri seperti apa adanya, menjalani hidup kita sebagaimana
adanya, dengan cara kita sendiri, dengan cara unik kita sendiri.
Yang dimaksud dengan mengekspresikan diri, melakukan apa saja
yang membuat kita merasa lepas, damai dan bahagia di dalam diri adalah
melakukan suatu hal, suatu aktifitas, suatu kegiatan, apa saja, apapun itu,
kemudian kita rasakan di dalam diri, rasakan tanpa dualitas baik-buruk,
salah-benar, suci kotor, dsb-nya, bahwa hal itu membuat kita merasa
nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, bahwa hal itu membuat
kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita. Itulah yang
dimaksud dengan mengekspresikan diri.
Tapi ini sama sekali tidak berarti kita mabuk minuman keras atau
mengkonsumsi narkoba. Tentu saja tidak. Karena mabuk minuman keras
atau mengkonsumsi narkoba, berarti kita memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh kita untuk membuat kita merasa lepas dan bahagia. Hal itu
merupakan sesuatu yang datang dari luar yang kita masukkan ke dalam
tubuh kita, merupakan sesuatu yang buatan, bukan sesuatu yang asli alami
datang dari dalam diri. Hal itu analoginya seperti kita berusaha menutupi
lubang dengan membuat lubang baru yang lebih besar. Lama-kelamaan
kita akan menjadi kacau di dalam. Sehingga hal itu harus kita hindari.
Mengekspresikan diri kemunculannya harus benar-benar asli alami
datang dari dalam diri kita. Yaitu dalam bentuk kita melakukan suatu
kegiatan, kita melakukan apa saja, yang dapat membuat kita merasa
nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang dapat membuat kita
merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa dualitas
baik-buruk, salah-benar, suci kotor, dsb-nya. Itulah yang disebut dengan
mengekspresikan diri.
Penjaga kita di dalam mengekspresikan diri ada 2 [dua]. Yaitu penjaga
pertama [1] adalah Yoga Punya atau tuntunan cahaya di dalam diri, sebagai
hasil ketekunan kita melakukan praktek meditasi. Untuk menjadi diri kita
sendiri yang unik dan otentik. Serta penjaga kedua [2] adalah belas kasih
dan kebaikan. Dalam bahasa sederhana yang mudah dimengerti, terutama
karena di alam semesta ini terdapat HUKUM KARMA. Hal ini berarti bahwa
di dalam melakukan praktek spiritual mengekspresikan diri, jagalah diri kita
agar kita tidak sampai mengucapkan perkataan, atau melakukan perbuatan,
yang menimbulkan rasa sakit dan kesengsaraan bagi orang lain, sehingga
kita akan terhindar dari membuat karma yang fatal dan berbahaya.
Hukum karma tidak mengenal moralitas yang baik, ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, yang sifatnya dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-nya].
Hukum karma tidak mengenal dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor,
dst-nya. Semua bentuk dualitas hanya ada dalam pikiran manusia yang belum tersentuh oleh pencerahan Kesadaran Atma. Hukum Karma tidak
mengenal semua itu.
Yang ada dalam hukum karma hanya SEBAB dan AKIBAT. Hanya itu
saja. Hanya SEBAB dan AKIBAT. Yaitu seperti apapun bentuk rasa sakit dan
kesengsaraan yang kita timbulkan ke orang lain, suatu saat kelak [di masa
depan atau di kehidupan berikutnya] hal itu akan balik kembali ke diri kita
sendiri dalam bentuk rasa sakit dan kesengsaraan. Sebaliknya, seperti
apapun bentuk kebahagiaan dan sukacita yang kita berikan ke orang lain,
suatu saat kelak [di masa depan atau di kehidupan berikutnya] hal itu akan
balik kembali ke diri kita sendiri dalam bentuk kebahagiaan.
Secara mendasar, mengekspresikan diri bertujuan untuk membuka
lebar emosi bagian luar, sehingga emosi di bagian dalam dapat mengalir
keluar. Akan tetapi, saya [penulis] tidak dapat memberikan Anda pilihan
caranya yang paling tepat. Saya hanya bisa memberikan Anda garis
besarnya saja. Tapi yang mana yang paling tepat untuk diri Anda sendiri,
hanya Anda sendiri yang paling tahu. Karena setiap manusia itu unik dan
otentik. Setiap manusia memiliki kecenderungan, kebutuhan dan arah
pertumbuhan spiritual yang berbeda-beda.
Ada banyak sekali pilihan cara untuk mengekspresikan diri. Beberapa
contoh di bawah ini hanyalah sebagian kecil saran saja :
== 1]. Melakukan kegiatan yang menyenangkan.
Banyak tertawa dan bercanda yang sehat, yaitu tertawa dan bercanda
yang tidak menertawakan atau menghina orang lain. Lakukan hal-hal apa
saja yang mungkin kita suka, seperti misalnya [contoh] bersepeda, bermain
sepakbola, jalan kaki berkeliling, berenang di sungai yang airnya jernih,
memasak, berkebun, membuat kerajinan tangan, menonton film favorit,
mendengarkan musik yang terasa indah di hati [yang sesuai dengan selera
kita sendiri], melihat taman, menikmati keindahan arsitektur tempat suci
kuno, membaca buku, berkumpul dengan sahabat-sahabat kita, makan di tempat makan favorit, atau mungkin sekedar bermain-main ceria seperti
anak kecil, dsb-nya.
== 2]. Melakukan perjalanan.
Lakukan perjalanan seperti apa saja yang mungkin kita suka, seperti
misalnya [contoh] jalan-jalan ke alam terbuka yang alami, melakukan
penjelajahan ke tempat yang belum pernah dikunjungi, melakukan
tirtayatra ke tempat suci yang sakral, jalan-jalan ke obyek wisata, dsb-nya.
== 3]. Melakukan kegiatan seni.
Seni adalah salah satu cara mengekspresikan diri yang baik. Seni
membantu menghidupkan bagian-bagian yang halus di dalam diri kita,
sekaligus melepaskan bagian-bagian yang kasar di dalam diri. Sebagaimana
dapat kita rasakan bersama, masyarakat menanam banyak sekali benih-
benih kekerasan di dalam pikiran kita, seperti melalui penghakiman buruk,
kata-kata tidak sedap, dsb-nya. Tanpa upaya untuk membersihkan diri,
banyak manusia di jaman ini di dalam dirinya bisa menjadi penuh
kekerasan. Lakukan kegiatan seni apa saja yang mungkin kita suka seperti
misalnya [contoh] dengan menari, membuat lukisan, menulis, bermain
musik, dsb-nya.
== 4]. Melakukan kegiatan spiritual.
Kegiatan spiritual adalah salah satu cara mengekspresikan diri yang
sangat baik. Kegiatan spiritual dapat membantu kita menghidupkan
kesadaran di dalam diri, dapat membantu mengumpulkan akumulasi karma
baik, dapat membantu mengikis karma buruk, dapat membantu
memurnikan energi di dalam diri, atau dapat memberikan kita perlindungan
niskala. Lakukan kegiatan spiritual apa saja yang mungkin kita suka seperti
misalnya [contoh] melakukan Asana-Yoga, melakukan snana-widhi
[melukat] di tempat suci yang sakral, menjapakan mantra Ista Dewata,
sembahyang, dsb-nya.
[3]. MENJADI DIRI SENDIRI YANG UNIK DAN OTENTIK.
Seringkali dalam mengekspresikan diri, orang lain akan berusaha
menghambat kita. Kita ingin mengekspresikan diri yang sesuai dengan
panggilan suara hati kita di dalam, tapi orang lain [orang tua, keluarga,
tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat, orang yang memiliki kuasa,
dsb-nya] tidak ingin kita melakukan sesuatu hal tersebut. Mereka ingin kita
mengikuti jalur yang mereka buat, dengan alasan moralitas yang baik,
ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang
beradab, dan sejenisnya. Sehingga kita terpaksa melakukannya, padahal di
dalam hati kita menolak karena kita ingin melakukan hal yang berbeda. Kita
melakukannya dengan terpaksa, hati kita tidak terlibat di dalamnya. Itu
bukan pilihan kita. Kita melakukannya seperti budak, karena tidak datang
dari keunikan dan keotentikan diri kita sendiri.
Mudah untuk mengikuti dikte dan tekanan dari orang lain. Karena hal
itu akan memberikan sebentuk situasi yang nyaman secara sosial. Orang
lain [orang tua, keluarga, tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat,
orang yang memiliki kuasa, dsb-nya] akan gembira jika kita mengikuti
gagasan mereka tentang moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan,
tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya.
Ketika kita patuh dan mengikutinya mereka merasa gembira. Walaupun
gagasan mereka itu tidak memiliki nilai sama sekali secara spiritual, tidak
membuat mereka mengalami pencerahan Kesadaran Atma. Tapi justru
sebaliknya, hal itu membuat di dalam diri mereka merasa gelisah, tegang,
tidak bahagia, atau memendam hasrat duniawi, atau memendam
kemarahan. Di dalam diri mereka cengkeraman pikiran-perasaan pada kesadarannya masih tetap kuat. Tapi mereka tetap saja berusaha
menerapkannya kepada orang lain.
Tentu saja dalam hal ini, tidak ada kecurigaan tentang niat baik dan
mulia dari para pemuka agama, penceramah agama, Guru agama,
intelektual terpelajar dalam agama, dsb-nya. Tidak ada keraguan tentang
niat baik dan mulia mereka yang bertujuan agar manusia menjauh dari
kejahatan. Tapi yang secara jujur harus diungkapkan disini adalah
kegagalan dan ketidakmampuan mereka di dalam memahami fenomena
kesadaran di dalam diri manusia.
Setiap manusia itu unik dan otentik. Memiliki kecenderungan,
kebutuhan dan arah pertumbuhan spiritual yang berbeda-beda. Ketika
orang lain mendikte dan menekan kita bahwa HARUS melakukan ini dan itu
secara sama dan seragam, dengan alasan moralitas yang baik, ajaran
agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang
beradab, dan sejenisnya, maka secara alami di dalam diri, pikiran dan
perasaan kita akan TERBELAH.
Pikiran dan perasaan yang TERBELAH itu akan membuat manusia
menjalani kehidupan ganda. Akibat dikte dan tekanan orang lain tentang
moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup
yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, yang sifatnya sangat
dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-nya], hampir semua manusia
menjalani kehidupan ganda. Dia mengatakan suatu hal atau melakukan
suatu hal, akan tetapi pikiran-perasannya bergerak ke arah yang berbeda.
Hal itu secara alami membuat manusia mengalami konflik di dalam dirinya
secara berkelanjutan. Dia terus bertempur dengan dirinya sendiri di dalam.
Dia terus menyakiti dirinya sendiri.
Jika manusia memilih untuk mengekspresikan diri sesuai dengan
suara hatinya, dia akan merasa bahwa dia sudah melawan masyarakat
umum dan orang yang memiliki kuasa, serta dia sudah melanggar moralitas
yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, 
hidup yang beradab, dan sejenisnya. Hal ini membentuk suatu kondisi di
dalam pikiran-perasan manusia, suatu kondisi yang ditanamkan oleh orang
lain [orang tua, keluarga, tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat,
orang yang memiliki kuasa, dsb-nya], suatu kondisi pikiran yang membuat
manusia sibuk mengutuk dan menyalahkan dirinya sendiri. Hal itu salah, hal
itu tidak pantas, seharusnya kamu tidak melakukan itu, kamu tidak
bermoral, kamu berdosa, atau kamu salah. Kondisi bawah sadar itu akan
menikam dirinya, akan menyiksanya, membuatnya gelisah, tegang, tidak
bahagia dan merasa bersalah.
Sebaliknya, jika manusia memilih untuk TIDAK mendengarkan suara
hatinya, tapi mengikuti dikte dan tekanan orang lain tentang tentang
moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup
yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, maka suara hatinya akan
menekan dirinya. Terus menekan dirinya.
Itulah yang terjadi pada sebagian besar manusia. Pikiran dan
perasaan manusia TERBELAH. Membuatnya memiliki kehidupan dan
kepribadian ganda. Serta di dalam dirinya manusia akan merasakan
kegelisahan, atau ketegangan, atau perasaan tidak bahagia, atau
memendam hasrat duniawi, atau memendam kemarahan.
Bahkan seringkali terjadi pada manusia, dimana emosi bagian dalam
[seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-nya] benar-benar tertahan,
yang ditandai dengan di dalam diri sering merasa gelisah, tegang, tidak
bahagia, sulit tidur, atau memendam kemarahan, atau bahkan sudah
terlihat di permukaan dalam bentuk stres, depresi, penyakit, atau bahkan
gangguan kejiwaan. Di titik kritis tersebut, jangan menunda-nunda lagi,
segeralah belajar dan berusaha untuk mengekspresikan diri. Sebelum kita
mengalami kerusakan dan kehancuran di dalam diri.
Mengekspresikan diri dengan cara kita sendiri, dengan menjadi diri
sendiri, adalah praktek spiritual yang paling penuh tantangan, tapi
sekaligus paling mendamaikan di dalam diri. Yaitu mengekspresikan diri  sesuai dengan panggilan alami kita di dalam diri, serta mengabaikan
standar ideal yang dibuat orang lain tentang diri kita, kemudian dengan
rasa sukacita menjadi diri kita sendiri seperti apa adanya.
Semakin keras kita berusaha memenuhi standar ideal, keinginan dan
harapan orang lain, maka semakin beratlah tumpukan beban mental di
dalam diri kita. Beban mental yang berat itu dapat menjerumuskan kita ke
jurang gangguan pikiran. Tapi banyak orang yang tidak memiliki
keberanian untuk mengekspresikan diri, karena pikirannya sudah
terkondisikan dalam jangka waktu yang sangat lama, atau karena tekanan
dari lingkungan. Mereka yang menganggap bahwa hal yang paling sulit
dilakukan adalah untuk bersantai, untuk mengekspresikan diri.
Sesungguhnya, suatu hal yang mustahil untuk dilakukan di dunia ini
adalah dapat menyenangkan semua orang. Bahkan Guru spiritual paling
Agung-pun tidak dapat menyenangkan semua orang. Jika kita terus
berusaha mencoba untuk menyenangkan semua orang, kita akan merusak
hidup kita sendiri. Sekeras apapun usaha kita, pasti tetap akan ada orang
yang tidak senang. Tidak ada manusia yang bisa menyenangkan semua
orang, adalah mustahil untuk menyenangkan semua orang. Jangan
mencoba untuk berusaha menyenangkan semua orang, karena hal itu sama
dengan merusak diri kita sendiri.
Jangan pernah menjadi korban dari standar ideal orang lain dan
jangan membuat orang lain sebagai korban dari standar ideal kita. Kita
berada di dunia ini tidak untuk memenuhi harapan siapapun dan demikian
juga sebaliknya, tidak ada satupun orang yang berada di dunia ini untuk
memenuhi harapan kita. Mengekspresikan diri adalah bagian dari praktek
spiritual yang bersifat individualitas. Artinya, tidak ada orang lain yang bisa
memberitahu, atau mendikte, atau mengatur kita bagaimana jalan atau
caranya. Hanya diri kita sendiri yang tahu. Hormati individualitas diri kita
sendiri dan hormati individualitas orang lain.
Tidak ada kebenaran mutlak. Kebenaran selalu bersifat sangat relatif.
Mengapa diri kita terlihat benar, karena kita mengukur diri kita sendiri
dengan standar ukuran diri kita sendiri. Mengapa orang lain terlihat salah,
karena kita mengukur orang lain dengan standar ukuran diri kita sendiri.
Sehingga, jangan pernah ikut campur dengan menghakimi, mendikte, atau
mengatur, cara orang lain mengekspresikan dirinya. Demikian juga
sebaliknya, jangan mengijinkan siapapun untuk mencampuri cara kita
mengekspresikan diri. Hanya dengan cara begitu kemudian kesadaran kita
dapat mulai bercahaya.
Pahamilah kontradiksi ini, yaitu bahwa orang-orang yang terlalu keras
menekan dirinya dengan alasan moralitas yang baik, sesuai ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, maka pikiran-perasaan mereka akan TERBELAH. Kesadaran
mereka akan gagal untuk mekar. Mereka akan kehilangan energi sukacita
mendalam di dalam diri. Mereka akan gagal untuk menemukan kedamaian
sejati di dalam diri. Mereka akan akan gagal mengalami pencerahan
Kesadaran Atma.
Akan tetapi pada kenyataannya, kita hidup di dunia dimana banyak
manusia tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Sebagai akibatnya mereka
tidak dapat bahagia dengan orang lain. Mereka menjadi penuh dengan
penghakiman dan mudah mengucapkan perkataan menyakitkan. Inilah
tantangan bagi kita semua dalam mengekspresikan diri.
Orang-orang yang tidak bahagia dengan diri mereka sendiri, tidak
akan dapat bahagia dengan cara apapun. Apapun yang kita lakukan,
mereka pasti akan menemukan cara untuk menjadi tidak bahagia dengan
kita, disebabkan karena mereka sendiri tidak bisa bahagia dengan dirinya
sendiri. Berada di dalam pengaruh orang-orang seperti itu akan
menghalangi cahaya kesadaran di dalam diri kita dapat memancar indah.
Seperti lilin yang diterpa angin, sering-sering berada di dekat mereka dapat
membuat cahaya kesadaran di dalam diri kita menjadi padam. Tentunya, ada cara agar kita selamat dari penghakiman dan kritik
pedas orang lain, yaitu pertama [1] kita pergi menghindar dari mereka, atau
mengabaikan mereka. Kedua [2] jika seandainya kita tidak dapat
menghindar atau mengabaikan mereka, kita sedikit berbicara tapi banyak
tersenyum. Karena menjawab [merespon] dengan perkataan terhadap
orang-orang yang penuh dengan kritik dan penghakiman, hanya akan
memperpanjang jumlah kerumitan yang sudah banyak. Sedikit berkata-kata
dikombinasikan dengan banyak tersenyum, tidak saja akan mengurai
kerumitan menjadi kesederhanaan, tapi juga bisa merubah kesengsaraan
menjadi pengertian. Artinya, mengerti bahwa orang yang penuh
penghakiman dan kritikan, di dalam dirinya sedang sengsara. Kemudian
kita tidak perlu menambahkan kesengsaraan dan kerumitan yang baru.
Salah satu bentuk ketakutan terbesar di dunia ini adalah menyangkut
pendapat orang lain tentang kita. Pada saat kita tidak lagi memiliki rasa
takut terhadap pendapat semua orang-orang banyak tentang kita, maka
secara simbolik kesadaran kita tidak lagi laksana seekor katak di dalam
sumur, tapi kesadaran kita telah menjadi laksana seekor burung elang
terbang tinggi bebas di angkasa yang tidak mengenal takut. Berani menjadi
diri sendiri yang otentik dan berani menjalani hidup kita sesuai dengan
tuntunan cahaya di dalam diri.
Ekspresikanlah diri kita sesuai dengan panggilan alami kita di dalam
diri, sebagaimana diri kita sendiri apa adanya, tanpa melibatkan dualitas
salah-benar, buruk-baik, kotor-suci. Ekspresikanlah diri kita sesuai dengan
panggilan alami kita di dalam diri, tanpa penyesalan dan tanpa rasa
bersalah. Lakukan apa saja yang membuat kita merasa nyaman, lepas,
damai dan bahagia di dalam diri, yang membuat kita merasa hidup,
bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa dualitas baik-buruk,
salah-benar, suci kotor, dsb-nya. Disanalah kita akan mulai terbebas dari
beban berat emosi di dalam, seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-
nya, sekaligus terbebas dari beban berat untuk menginginkan pujian dan
pengakuan dari orang lain. Sehingga kemudian, pikiran-perasaan kita di
dalam menjadi ringan dan nyaman.

Apa jalan kita untuk mengekspresikan diri, hal itu hanya diri kita
sendiri yang tahu. Kriteria sederhana yang harus diingat adalah, apapun
yang di dalam diri membuat kita terasa lepas, damai dan bahagia, yang
membuat kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita,
terjadi karena kemauan kita sendiri, jika kita merasakan kemunculan suatu
energi sukacita yang indah di dalam diri melalui mengekspresikan diri,
maka itu adalah jalan kita.
Jika kita mulai melakukan apa yang didikte, ditekan atau diatur oleh
orang lain, di dalam diri kita akan mulai menjadi kacau. Kita akan
melakukan usaha untuk melawan diri kita sendiri. Hal itu tidak akan alami.
Kita menjadi memaksa diri kita sendiri dan ini akan menghancurkan seluruh
keindahan, kedamaian dan keheningan di dalam diri.
Sehingga setiap orang harus mencari tahu apa cara mengekspresikan
diri yang sesuai dengan panggilan di dalam dirinya. Setiap orang harus
mencari tahu apa yang paling tepat untuk dirinya sendiri. Jika kita
merasakan kenyamanan, perasaan lepas, damai dan bahagia, merasakan
kemunculan suatu energi yang indah di dalam diri melalui
mengekspresikan diri, melalui melepaskan, maka itu adalah jalan kita.
Lakukan hal itu secara total. Jangan melihat ke samping dan jangan peduli
tentang apa yang orang lain katakan. Jangan peduli tentang apa yang
orang lain lakukan. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka lakukan,
kita melakukan apa yang kita lakukan.
Mengekspresikan diri akan menuntun kita menjadi diri sendiri yang
unik dan otentik. Kita dapat menjadi diri kita sendiri yang UTUH dan
menyeluruh. Tidak akan ada lagi pikiran-perasaan yang TERBELAH. Darisana
kemudian terbuka pintu menuju penemuan kebebasan perasaan dan
sukacita mendalam di dalam diri.
Ekspresikanlah diri kita sesuai dengan panggilan alami kita sendiri di
dalam diri. Jadilah diri kita sendiri yang unik dan otentik. Jika kita terus  memikirkan apa pendapat orang lain, atau kita selalu menginginkan
pengakuan dari orang lain, maka kita akan hidup dalam penjara berbahaya.
Bahaya pertama, kita akan berkembang menjadi orang lain, hanya
persoalan waktu kita akan merasa hampa dan terasing dalam hidup kita
sendiri. Bahaya kedua, kehidupan kita akan bergerak dari gelap ke gelap.
Keadaannya mirip dengan merpati yang memaksakan diri menjadi kelinci.
Di mana-mana kita akan merasa resah dan gelisah, atau merasa tidak tentu
arah, atau merasakan kehilangan keyakinan diri.
Sehingga kemudian, belajarlah menjadi diri kita sendiri yang unik dan
otentik. Hal itu laksana pohon kaktus yang merasa bahagia tumbuh di
tanah kering dan bunga teratai yang merasa bahagia tumbuh di kolam
basah. Laksana pohon kelapa yang merasa bahagia tumbuh di tepi pantai
dan pohon pinus yang merasa bahagia tumbuh di lereng pegunungan.
Laksana harimau yang bahagia memakan daging dan kambing yang
bahagia memakan rumput. Laksana ikan yang merasa bahagia berenang di
air dan burung yang merasa bahagia terbang di angkasa. Semuanya merasa
bahagia menjadi dirinya sendiri yang unik dan otentik.
Biarkan saja orang lain mengatakan kita begini dan begitu.
Penghakiman dan kata-kata tidak sedap yang diucapkan orang tentang diri
kita, itu adalah racun yang mereka minum untuk pikiran mereka sendiri.
Ingatlah selalu bahwa menjadi bahagia adalah spiritual. Menjadi
bahagia adalah mulia. Hanya orang yang dapat membahagiakan dirinya
sendiri yang kemudian dapat membahagiakan orang lain secara
mengagumkan. Laksana pohon rindang yang dapat menyejukkan banyak
mahluk yang berteduh di bawahnya, demikian juga dengan orang yang di
dalam dirinya berlimpah dengan perasaan sukacita. Sehingga sesibuk
apapun pekerjaan kita, seberat apapun tugas rumah tangga kita, selalu
sediakan waktu untuk membuat diri kita bahagia. Lakukan apa saja yang
membuat kita merasa lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang
membuat kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita. Ekspresikan diri kita sesuai dengan panggilan alami kita di dalam diri, tanpa
melibatkan dualitas salah-benar, buruk-baik, kotor-suci.
Ini bukanlah praktek spiritual untuk menjadi egois, ini bukanlah
praktek spiritual yang mementingkan diri sendiri, melainkan praktek
spiritual untuk membebaskan diri kita dari pikiran-perasaan yang
TERBELAH. Untuk membuka lebar emosi bagian luar sehingga emosi di
dalam dapat mengalir keluar, untuk membebaskan kesadaran kita dari
cengkeraman perasaan yang gelap, untuk membangkitkan energi sukacita
di dalam diri, untuk berani menerima diri kita sendiri seperti apa adanya,
untuk menemukan sisi-sisi terindah dari diri kita sendiri, serta untuk
mengungkapkan diri kita yang unik dan otentik.
Semua hal tersebut akan membantu kesadaran kita untuk dapat
mekar berkembang dan bercahaya, sekaligus mempersiapkan diri kita agar
dapat menolong dan membahagiakan orang lain secara lebih mendalam.

Tunjung Dhimas & R. Aprilia Gunawan.

Sumber Redaksional:


- Menyatu dengan Tarian Kosmik ; I Nyoman Kurniawan

- Kidung Romansa Cinta; R. Aprilia Gunawan.

- Kisah Cinta Rahwana;  Damarsashangka.

- Kitab Veda; Bagavatgita; Salinan II.

- Psikologi Jiwa; karya Agung Ki Ageng Suryo Metaram.

- Bumi Manusia; Pramoedya Ananta Toer.

- Filsafat Landasan Aksiologi dasar Humaniora; Made Pramono.

- Metseba; S.H. Dewantoro.

- Sang Suwung; S.H. Dewantoro.

- Teori Sikap dan Perilaku; Dr. Ardward.

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...