Selasa, 14 Maret 2017

Menyelesaikan Karmaku



Karma, merupakan hukum tabur tuai dan kosekuensi logis dari sebuah tindakan yang fisik maupun non fisik. Ketika suatu saat aku sedang terjatuh hebat aku percaya ini karena karma yang sedang menggugat janji padaku, ketika kala aku merasa senang aku terlalu berlebihan sehingga lupa pada karma dan mengabaikan perasaan orang lain, walau kala itu aku menemukan suka bahagiaku. Tapi tanpa kusadari terkadang suka bahagiaku ini membuat orang lain di luar diriku tersayat karena tindakanku, entah itu dalam maupun dangkal. Dan buir-buir sakit hati orang disekelilingku itu kemudian membentuk buir-buir karma padaku (orang jawa menamainya sawan). Nah kita sering lupa tentang hal ini, kita tak pernah sadar apakah ketika kita bersuka bahagia kita sengaja maupun tidak telah menyakiti orang lain. Maka perlu menganalisanya, lebih seksama. Keterjatuhan kita yang terlalu mendalam dan sulit untuk bangkit menurutku karena dipengaruhi karma yang terlampau mengendap dan membesar saat kita melupakan dan mengabaikannya kala suka bahagia yang berlebihan.

Lalu apakah karma ini bisa diubah ?? Tidak !! Karma tak bisa diubah, namun bisa di cegah atau diminimalisir. Karena ini hukum semesta, seperti hukum-hukum buatan manusia siapa yang bertindak melanggar pasti ia harus menjalani hukum sesuai kapasitasnya, namun mereka bisa mencegahnya dengan mengontrol diri agar tak terjebak hukum. Ketika terjadi remisi-remisi itu karena hukum ini buatan manusia yang bisa sewaktu-waktu hilang kemutlakannya.

Pemahamanku tentang karma ketika aku mengalami kejatuhan hebat dan begitu sulit untuk bangkit, namun saat itu Tuhan seperti menyuarakan  sesuatu dari dalam hatiku karena pikiranpun buntu terjerembab dan hilang arah. Ternyata rencana-Nya lebih besar dan tak terkira, menyadarkanku bahwa aku harus menyelesaikan karmaku sendiri ketika terjatuh disitulah titiknya karena Tuhan sedang memberikan teguran-teguran dan pengajaran yang lebih intensif, kita mungkin bisa ambil tindakan dan sikap ketika kondisi ini terjadi namun segera bangkit atau tidaknya kita dari kejatuhan adalah kehendak dan ijin Tuhan.

Saat terjatuh disitulah banyak kesempatan yang sangat penting, karena kualitas mendalam bersama Tuhan mampu menembus lokus rasa sejati dan disitu sebentuk kualitas iman akan terbentuk (mempertebal keyakinan), tak jarang para pelaku spiritualis menempuh penderitaan dengan puasa, terjaga sepanjang waktu tertentu, dengan penuh keprihatinan karena saat itu Tuhan akan mudah dijangkau, sebenarnya manusia sudah melakukan laku-laku prihatin itu sendiri (tirakat/asketik) secara tidak sadar kita sudah melakukanya tanpa kita sadari ketika kejatuhan hebat pada kita, bayangkan disana kita merasakan siksaan batin yang hebat bahkan fisik terkoneksi juga hingga menimbulkan nafsu makan turun, sulit tidur, bukanya itu sudah puasa dan terjaga secara tak langsung, sebenarnya kala seperti itu Tuhan sedang men-sepiritual-kan kita tanpa kita sadari, tempaan penderitaan ini merupakan mekanisme pematangan jiwa yang di ijinkan Tuhan. Karena setiap pribadi didesain untuk bersepiritual, karena itu jalan pencerahan sejati, itu terbukti ketika setiap kita sudah melakukan asketik/bertapa/bermunajat/ di alam kandungan ibu. Ini bukti bahwa kita semua didesain Tuhan sebagai ahli tirakat /ekstase dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Saat ini mungkin aku melakukan turakat dengan sering berpuasa, namun anda tirakat dengan keprihatinan mengerjakan skripsi, kejatuhan karena cinta dll. Jika itu disadari itulah tirakat kita, mari kita gunakan itu untuk media mendekati Tuhan.

 Namun tingkat kesadaran lah yang membedakan setiap pribadi dalam menerimanya dan memahaminya. Bukankah sudah kewajaran manusia "mereka ingat Tuhan hanya kala terjatuh, teraniaya, dan menderita" dan "doa orang teraniaya itu seperti sabda, mudah dikabulkan". Itu seperti orang jaman dulu yang menempuh laku tirakat asketik mereka menganiaya dirinya sendiri untuk menjangkau dan dekat dengan Tuhan lalu kala itu power seakan terjadi mulai dari sabdanya dahsyat dll".

Pesan bijak orang jawa "Eling lan waspada, kuat, waras, akas, slamet" (ingat dan waspada, kuat,sehat, cekat,selamat) ini merupakan ungkapan yang amat bijak dan mengandung arti mendalam, saya membuat kesimpulan kerangka berfikir saya dari ungkapan itu, : Eling/ingat : kala kondisi apapun hendaknya kita berusaha mengingat diri kita sendiri karena diri pribadi merupakan sajaratulyakin (rumah Tuhan terdekat) dengan seperti itu daya kuasa akan selalu terlimpahkan pada kita, agar kita mengerti hendaknya kita memancerkan diri (ambil jalan tengah tidak melebihi qodrat dan mengurangi qodrat) seperti jangan berlebihan dalam melakukan sesuatu cukup sekedarnya saja (sak madya).

Waspada , dengan mengingat saja kita belum cukup namun kita perlu ke-waspada-an, ini merupakan terusan dari sikap eling/ingat tadi, misal ketika kita naik motor kita sudah ingat Tuhan, namun kewaspadaan itu terjadi untuk mengambil tindakan di dunia material, kadang kita sudah mengambil akses jalan yang tepat berdasarkan aturan namun ketika lawan kita sedang mabuk/ugal-ugalan naik motor tentunya dengan waspada kita bisa menghindar dari ia. Seperti saat kejatuhan kita sudah mengingat (Tuhan) namun kewaspadaan tetap harus melengkapi sebagai proyeksi kita agar mencegah terjadinya lagi dalam rentan waktu akibat keterlenaan duniawi dll.

Nah, yang kemudian menghasilkan perangkat cekad, karena seringnya kita mengolah kualitas eling lan waspada dan hasilnya adalah keselarasan (kuat, waras, akas, awas, slamet), ini terbentuk ketika kita terus melakukan penyadaran dengan seksama dan intensif entah itu dari jalan anda beribadah, meditasi, ekstase, atau apapun. Memang kita manusia sebagai mahluk yang terbatas namun Tuhan itu tak TERBATAS, jadi jangan batasi Ia untuk melakukan rencana dan sesuatu besar-Nya untuk kita. Ingatlah pikiran kitalah yang sering melakukan pembatasan itu sehingga menimbulkan keraguan dan meracuni dari apa yang telah kita yakini dan imani. Ini lah pengalaman saya menyelesaikan karma, dengan sadar menerimanya, lalu menjangkau Tuhan agar merawat kesadaran ini dengan baik dan selalu bersamaNya setiap saat dalam kesadaran itu.

Tuhan selalu dekat dengan kita, tanpa kita memintanya, tapi kita selalu merasa Ia jauh dan tak jarang kita sering tak mengenal-Nya, nah dengan berkesadaran kita telah mampu mengakses dan menjangkau-Nya setiap saat, kita lebih akrab dan kenal akan Ia, inilah yang sering kita sebut tenggelam dalam hadirat-Nya.

Note : Alam ini adalah hakikat sebab akibat, disitulah tabur tuai terurai, namun setiap kejadian dan fenomena adalah buah-buah dari karma itu sendiri (dalam pemahaman manusia sebelum suwung). Saya menemukan jalan yang saya tempuh untuk bertemu kesadaran Tuhan, namun saya tak bermaksud memaksakan dari setiap pribadi untuk ikut melakukan jalan dari pengalaman saya, biarkan alam ini apa adanya, dan anda berhak memilih atas jalan apa yang anda tempuh asal anda semua siap dan mengerti akan resiko dan karmanya, so Love Your Life, See God deep to Him, and tell to me about your experience...

By : Tunjung Dhimas

1 komentar:

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...