Hidup adalah dualisme sisi depan layar dan belakang layar, ini adalah dua keadaan yang kadang tidak terjangkau oleh kalayak namun mutakir sering dirasakan tanpa penjelasan kongkrit dan rasional person yang bisa mencapai titik ini adalah dia yang mendapatkan jiwa-jiwa "pamomong" atau penjaga, pengarah, dan penyampai wahyu, rema-rema atau bahasa-bahasa intuitif yang disampaikan Sang Maha Agung kepada pramesta lakon semesta (gebyaring hurip).
Ilustrasinya seperti ini " seorang guru dengan jiwa pamomong atau pencapaian titik tolak causa prima (sumber kehidupan), dia memiliki beberapa murid dalam satu kelas ajarnya, namun karena mengetahui dua konteks dualisme (depan layar dan belakang layar) konteks depan layar adalah mirip panggung drama, berhubungan dengan niat dan ambisi manusiawi misal "seseorang memiliki niat untuk mencerdaskan murid-murid atau keseluruhan kelas yang dijadikan misi dan ambisi untuk suatu visi" ini garis manusiawi kalayak umum.
Sedangkan dibelakang/balik layar adalah "kasunyatan/ alur semesta yang pasti/takdir/qodrat/iradat/konteks naskah-naskah Sang Pencipta yang tak bisa dipungkiri".
Misalnya "dalam kelas tadi dari keseluruhan murid-murid tidak semuanya memiliki DNA yg sama, ada yang memiliki tingkat IQ rendah, sedang, dan tinggi, dan setiap person/murid akan berkembang dengan qodrat iramanya masing-masing mulai dari cetak biru yang dimiliki untuk menangkap dan melakoni takdirnya masing dengan tepat guna dan harmonis.
Lalu seorang guru tadi akan berperan cantik untuk mengemas dualisme tadi dengan baik dia akan tetap menuangkan ambisi dan niatnya untuk mengajar murid agar mencari cerdas, namun juga bersahaja dengan menyampaikan wahyu-wahyu yang diajarkan dengan teori dasar fakta (metode ajar yang dipakai manusia) sebagai sebab akibat bahwa setiap person akan mencapai kecerdasan pribadi sesuai jatah takdir semesta, tanpa memaksa dan mengungkapkan naskah balik layarnya walaupun dia tahu misal ada seseorang murid yg memiliki kapabilitas tingkat IQ tinggi (berbobot) walau tanpa diajaripun dia akan berkembang cerdas oleh alur pasti semesta.
Namun disini dia berbohong untuk keharmonisan tadi misal berkata seperti ini kepada murid lain (IQ sedang dan rendah) "lihatlah kamu harus tetap konsisten belajar dengan baik dan benar seperti si A (si IQ cerdas) agar kamu seperti dia dan tetap bersahaja pada setiap apa yang kamu temui dalam proses itu".
Disini saya menangkap esensi dari jiwa pamomong dia tdk sekedar memuja aplikasi science namun juga Iman pada Sang Causa Prima, atau (ngerti sakdurunge winarah/ tau kejadian sebelum terjadi/ mampu meretas dimensi ruang waktu) namun dia tidak mengatakan itu pada kalayak awam/umum namun berbohong dari konteks tersebut dan bermain cantik untuk menyampaikan hal-hal yang core itu dengan menciptakan "sanepa/ilustrasi lain utk mengantarkan seseorang melakoni takdirnya sendiri-sendiri dengan sebab akibat yang dituliskan Semesta".
Esensi lain adalah sejatinya hidup yang harmonis adalah mengantarkan ambisi manusia dengan niat baik lalu menyesuaikan dengan alur pasti semesta, dan inilah yang dikatakan pas/manut sakmestine tidak ngurangi qodrat dan melebihi qodrat damai dengan semesta.
Dan ini yang saya tangkap dari Tokoh-tokoh prana kususnya orang jawa dia selaku berkata misal ada orang yang bertindak diluar pakem manusia (kejahatan) ," yobene kui tanah isen2e jagad gumelar gawe imbangane lakon jagad ; biarkan saja dia juga bagian dari lakon semesta, tanpa dia dunia tak seimbang". Tidak lantas memaksakan kehendak seperti manusia science dan fana dia akan mengatakan sesuai ambisinya seperti ini "dia harus segera dirubah dia itu bertindak jahat tdk manusiawi banget, atau dia harus dihukum, dibunuh, disingkirkan" atau apa gitu. Namun inilah realitas kasunyatan niat baik dan ambisius harus dijalani dengan iman dan ini pilihan atas pencapaian ...
Tunjung Dhimas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar