Kamis, 30 Maret 2017
Hakikat Keyakinan
Minggu, 26 Maret 2017
Kestelek PSHT
Ibu Adalah Jalan mengenal Hidup
Wanita adalah ibu tanpa wanita aku tidak menemukan jalanku, tanpa wanita aku tak kan pernah menghirup rindu-rindu yang menyesakan dada, tak pernah mengerti indahnya panorama cinta, tak mengerti kesunyiaan yang mengarti..
Kecintaan, ketaatan, kesukacitaan, kepahitan semua karena wanita yang telah mengijinkan aku terlelap dikandungnya lalu terbangun di kefaanaan ini, wanita yang kusebut ibu adalah Hutan sunyi yang menghidupi mahluk-mahluk, Ibu adalah malaikat yang menyembunyikan sayap indahnya, bahkan ia rela mematahkan sayap indahnya demi buah hatinya, sakitnya adalah sakit buah hatinya.
Bahkan ia rela melepaskan paras rupawan yang indah ketika buah hati mengada, oh ibu oh wanita engkau simphony, nada, ritme, yang melingkar penuh di malaya hidupku, penantianku akan kematian yang menakutkan itu menjadi indah karena kasihmu, engkau juga menampungku ketika Tuhan menyatakan janjiNya, dengan iklas kau relakan rahimmu untuk kutempati ketika aku bersetubuh dan berselingkuh indah dengan Tuhan.
Bagiku engkau adalah jatung hati yang layak kuhormati, kulindungi, kumengerti penuh arti, bahkan kurela tersakiti oleh wanita-wanita demi balasku untukmu karena bagiku seluruh wanita adalah maniefes dari engkau ibu, janjiku tak akan merusak wanita itu sebelum suara Tuhan mengijinkan dalam sumpah tradisi...
Karena kenikmatan "segama" adalah perasaan murni yang menggatrakan hati nurani ini...
Setelah aku mengetahui kutunduk pada perisai jalan kotor yang memberadakanku itu ...
Karena engkau adalah awal jalan hidupku untuk mengerti dan mengenal Tuhan....ku...
Tunjung Dhimas
Senin, 20 Maret 2017
Berbohong Demi Keseimbangan (Keharmonisan Semesta)
Hidup adalah dualisme sisi depan layar dan belakang layar, ini adalah dua keadaan yang kadang tidak terjangkau oleh kalayak namun mutakir sering dirasakan tanpa penjelasan kongkrit dan rasional person yang bisa mencapai titik ini adalah dia yang mendapatkan jiwa-jiwa "pamomong" atau penjaga, pengarah, dan penyampai wahyu, rema-rema atau bahasa-bahasa intuitif yang disampaikan Sang Maha Agung kepada pramesta lakon semesta (gebyaring hurip).
Ilustrasinya seperti ini " seorang guru dengan jiwa pamomong atau pencapaian titik tolak causa prima (sumber kehidupan), dia memiliki beberapa murid dalam satu kelas ajarnya, namun karena mengetahui dua konteks dualisme (depan layar dan belakang layar) konteks depan layar adalah mirip panggung drama, berhubungan dengan niat dan ambisi manusiawi misal "seseorang memiliki niat untuk mencerdaskan murid-murid atau keseluruhan kelas yang dijadikan misi dan ambisi untuk suatu visi" ini garis manusiawi kalayak umum.
Sedangkan dibelakang/balik layar adalah "kasunyatan/ alur semesta yang pasti/takdir/qodrat/iradat/konteks naskah-naskah Sang Pencipta yang tak bisa dipungkiri".
Misalnya "dalam kelas tadi dari keseluruhan murid-murid tidak semuanya memiliki DNA yg sama, ada yang memiliki tingkat IQ rendah, sedang, dan tinggi, dan setiap person/murid akan berkembang dengan qodrat iramanya masing-masing mulai dari cetak biru yang dimiliki untuk menangkap dan melakoni takdirnya masing dengan tepat guna dan harmonis.
Lalu seorang guru tadi akan berperan cantik untuk mengemas dualisme tadi dengan baik dia akan tetap menuangkan ambisi dan niatnya untuk mengajar murid agar mencari cerdas, namun juga bersahaja dengan menyampaikan wahyu-wahyu yang diajarkan dengan teori dasar fakta (metode ajar yang dipakai manusia) sebagai sebab akibat bahwa setiap person akan mencapai kecerdasan pribadi sesuai jatah takdir semesta, tanpa memaksa dan mengungkapkan naskah balik layarnya walaupun dia tahu misal ada seseorang murid yg memiliki kapabilitas tingkat IQ tinggi (berbobot) walau tanpa diajaripun dia akan berkembang cerdas oleh alur pasti semesta.
Namun disini dia berbohong untuk keharmonisan tadi misal berkata seperti ini kepada murid lain (IQ sedang dan rendah) "lihatlah kamu harus tetap konsisten belajar dengan baik dan benar seperti si A (si IQ cerdas) agar kamu seperti dia dan tetap bersahaja pada setiap apa yang kamu temui dalam proses itu".
Disini saya menangkap esensi dari jiwa pamomong dia tdk sekedar memuja aplikasi science namun juga Iman pada Sang Causa Prima, atau (ngerti sakdurunge winarah/ tau kejadian sebelum terjadi/ mampu meretas dimensi ruang waktu) namun dia tidak mengatakan itu pada kalayak awam/umum namun berbohong dari konteks tersebut dan bermain cantik untuk menyampaikan hal-hal yang core itu dengan menciptakan "sanepa/ilustrasi lain utk mengantarkan seseorang melakoni takdirnya sendiri-sendiri dengan sebab akibat yang dituliskan Semesta".
Esensi lain adalah sejatinya hidup yang harmonis adalah mengantarkan ambisi manusia dengan niat baik lalu menyesuaikan dengan alur pasti semesta, dan inilah yang dikatakan pas/manut sakmestine tidak ngurangi qodrat dan melebihi qodrat damai dengan semesta.
Dan ini yang saya tangkap dari Tokoh-tokoh prana kususnya orang jawa dia selaku berkata misal ada orang yang bertindak diluar pakem manusia (kejahatan) ," yobene kui tanah isen2e jagad gumelar gawe imbangane lakon jagad ; biarkan saja dia juga bagian dari lakon semesta, tanpa dia dunia tak seimbang". Tidak lantas memaksakan kehendak seperti manusia science dan fana dia akan mengatakan sesuai ambisinya seperti ini "dia harus segera dirubah dia itu bertindak jahat tdk manusiawi banget, atau dia harus dihukum, dibunuh, disingkirkan" atau apa gitu. Namun inilah realitas kasunyatan niat baik dan ambisius harus dijalani dengan iman dan ini pilihan atas pencapaian ...
Tunjung Dhimas.
TATANAN KEHIDUPAN BERBANGSA MENURUT PARA PENDIRI BANGSA
Panca Sila, sila ke 3 “Persatuan Indonesia” sedang terancam oleh penjajahan terselubung melalui agama. Panca Sila adalah hukum tertinggi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, kemudian diurai dalam hukum ditingkat dibawahnya yaitu UUD 45, UU, PP, Keppres, dstnya, semuanya tidak boleh bertentangan dengan Panca Sila. Indonesia bukan negara agama, oleh karena itu apabila ada ayat2 kitab suci agama apapun yang tidak selaras hingga bertentangan dengan Hukum Negara, maka ayat2 tersebut wajib hukumnya untuk tidak diberlakukan di bumi Nusantara ini.
Kita hayati kembali tatanan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat menurut para pendiri bangsa berikut ini.
Bung Karno, tanggal 1 Juni 45:
“ .... segenap rakyat hendaknya berTuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama. Marilah kita amalkan agama dengan cara berkeadaban. .... keTuhanan yang berkebudayaan, berbudi pekerti luhur dan yang hormat menghormati ssl”.
Bung Hatta, pidato di Sanyokaigi:
“ .... kita akan mendirikan negara modern diatas dasar perpisahan antara urusan negara dengan urusan agama. Kalau urusan agama juga dipegang oleh negara, maka agama akan menjadi perkakas negara. Urusan negara adalah urusan kita semua, urusan agama Islam adalah urusan masyarakat Islam semata!”
Mr Soepomo:
“ Dalam negara Indonesia dianjurkan agar semua Warga Negara cinta dan ikhlas berbakti kepada tanah air. Setiap waktu taat dan ingat kepada Tuhan sebagai dasar moral dari negara nasional yang bersatu”
Liem Koen Hian:
“... dasar negara yang merdeka ialah hati manusia. Jika hati manusia baik akan melahirkan pikiran dan buah yang baik. Hati yang baik adalah hati yang jujur dan cinta semua orang sebagai bangsanya”.
Wiranata Kusuma:
“.... supaya dalam zaman ini lahir negara Indonesia dimana manusia dapat hidup sentausa menuju derajat kemanusiaan yang sempurna, dapat mengatasi se-baik2nya segala hal mengenai kehidupan se-hari2”.
Bangsa ini bangsa besar, tanah ini tanah surga, kecintaanku pada tanah ini adalah anugerah Tuhan, bagiku tak mungkin ada bangsa lain yang akan melindungi bangsa ini tanpa pamrih, kecuali aku dan kita, mari saudaraku jika engkau merasa dimuntahkan dari rahim vagina ibumu dan tetes darah menjadi saksi akan pribadimu di tanah surga ini bangkit dan bawa tangismu untuk mengembalikan dan menjaga tanah ini, tak ada yang lain selain kita, ketika kita mati
Mungkin ini salah satu pertanggung jawaban yang akan diminta selain, ego perebutan kekuasaan, agama, keyakinan, dan komodity apapun, aku butuh kesadaran dan kasihmu, dengan keberagaman kita menyatu, dan ingat keberagaman bukan harus di seragamkan, jangan biarkan Sang negara raksasa mengebiri dan memecah belah kesatuan bangsa ini,
Ingat... !!! walau aku tak berarti memaksamu oleh isue paham kiri atau apapun ingat kejayaan bangsa ini pernah menjadi pusaka di dunia, kasihmu ya hanya kasih murnimu dan kita yang mampu memangkas tirai-tirai terselubung dibalik mercusuar tirani, lalu ketika mati kita telah berarti ...
Saya pribumi, saya cina, saya muslim, saya nasrani, saya penghayat kepercayaan, saya budha, saya hindu, saya keturunan, saya tak punya agama, tanah ini diijinkan diinjak oleh perbedaan, tidak ada etnis, sara, dan diskriminasi, berbaur dan berwarna dengan budaya seperti satuan dan kesatuan Garuda dan tempatnya bertengger diatas keberagaman, kebersamaan, dan persatuan,
hei tampangkan dirimu individu pemecah belah ?? Dan tunjukan padaku fakta sejarah bahwa kita semua majemuk, kita diciptakan oleh perbedaan namun kita adalah kelengkapan, tak ada tirani dengan alasan apapun jika tertuju untuk primordialisme, kami melawan ketidakadilan karena itu tidak bisa dibenarkan !!!,
hei para pemecah belah pergilah engkau jika hanya mengotori tanah ini, racun-racun dipikiran dan mulutmu adalah musuh daripada kami, kami tidak takut kami akan tetap bersatu untuk pembangunan bangsa, tanah, dan negara ini bahkan seberapa hebat lecutan hujatanmu yang seakan menyamai Sang Pencipta Perbedaan itu sendiri, karena kami dilahirkan untuk saling menopang dari setiap kami, kami satu tumpah darah..., kami satu wadah, kami satu bahasa, kami satu kesatuan kami adalah INDONESIA.... MERDEKAAA
BINNEKA TUNGGAL EKA adalah payung kami dalam kesatuan ....
(By: Tunjung Dhimas Bintoro)
KEJAWEN, ISLAM DAN AGAMA
Kejawen adalah kata bentukan yang berasal dari kata ke+jawi+an, dan diucapkan Kejawen. Dalam kamus bahasa Jawa Kuna, entri Kejawen berarti menjadi orang Jawa atau ke Jawa-jawa an (menyerupai orang Jawa). Sedangkan kata Jawi itu sendiri dalam kamus bahasa Jawa baru berarti kata halus (krama) dari kata Jawa, yang artinya orang atau bahasa Jawa.
Meskipun tidak ada istilah kejawen (sebagaimana dipahami orang-orang selama ini) dalam berbagai kamus Jawa, namun sudah menjadi pendapat umum bahwa Kejawen adalah sebuah ajaran/pengetahuan tentang olah batin yang bersumber dari ajaran-ajaran para leluhur orang Jawa.
Berdasarkan hasil studi karya seni sastra Jawa abad XVIII yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Zoetmulder (Manunggaling Kawula Gusti, 1995), Simuh (Mistik Islam Kejawen, 1988), dan Niels Mulder (1985), Kejawen merupakan perkawinan tradisi Islam dengan Hindu – Buddha Jawa. Ajaran Kejawen itu sendiri tidaklah statis, tetapi terus menerus reseptif terhadap ajaran agama apapun yang masuk ke lingkungan keraton-keraton Jawa dan Sunda sejak abad XVI.
Islam sendiri, bila di telusuri dari sumbernya yang sah – Alqur’an- merupakan Din yang bermakna kedamaian. Islam adalah Din, bukan religi. Din adalah jalan hidup (yang dalam ajaran Islam berasal dari Allah Swt), sedangkan religi adalah tata cara ritual. Dalam perjalanannya, Din Islam ini terpecah menjadi religi-religi, terpecah menjadi puluhan golongan, diantaranya adalah Sunni, Syi’ah dan Wahabiyah. Sedangkan Sunni terbagi lagi menjadi beberapa madzhab besar seperti Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Kata Agama, sebenarnya di mata saya kurang tepat bilamana di tempatkan di depan kata Hindu, Buddha, Kristen/Katholik, Islam, Sikh dan lain sebagainya. Kata agama dalam bahasa Jawa Kuna merupakan bentukan dari a (tidak) + gama (kacau), yang berarti aturan, tuntunan, yang ditetapkan oleh Negara/Kerajaan agar teratur dan tidak kacau. jadi semestinya, orang yang beragama adalah orang yang mematuhi aturan, mematuhi hukum dan undang-undang Negara. Oleh karenanya, jika dilihat dari arti kata agama dandin itu sendiri, sungguh itu tidak sesuai di mata saya, karena seperti yang saya tulis sebelumnya di atas, din adalah sebuah jalan hidup dari Allah Swt, dan bukan aturan/undang-undang Negara. Oleh karena itu juga, di Nusantara dulu tidak dikenal istilah Agama Hindhu, Agama Buddha. Dalam khazanah budaya Jawa dulu, Hindu dan Buddha disebut dharma, yang artinya kewajiban, tugas hidup, kebenaran. Namun dalam kamus Jawa Kuna, entri kata Hindu tidak ada, karena dharma yang masuk ke Nusantara pada zaman dahulu adalahdharma Syiwa, dharma Wisnu dan dharma Buddha. Bahkan dharma-dharma yang masuk ke kepulauan Nusantara itupun mengalami penyesuaian diri setelah berinteraksi dengan dharmaasli Nusantara.
Disitulah maka jaman dahulu ada semboyan “Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa”, berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada kebenaran yang mendua. Semboyan yang terkenal pada jaman Majapahit ini menggambarkan, bahwa apapun dharma orang tersebut, mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dari Negara/Kerajaan.
Keadaan tersebut menjadi berubah ketika berdiri Kerajaan Demak Bintara yang menggunakandharma Islam menjadi undang-undang di kerajaan tersebut. Islam tidak lagi disamakan dengan dharma-dharma yang lain. Dengan kata lain, dengan Islam diangkat sebagai undang-undang negara, maka gugurlah semboyan kebinekaan tersebut. Pluralisme yang menjadi tonggak kehidupan yang berlain-lainan dharmanya itu sirna. Sebab, semua warga negara harus mematuhi undang-undang negara, sedangkan yang dijadikan undang-undang itu adalah “Islam”.
Setiap warga negara Kesultanan Demak diwajibkan untuk mengikuti agama raja, agama ageming aji, agama adalah nilai-nilai yang digunakan oleh raja. Oleh karena itu, terjadilah penaklukan -termasuk konversi dharma yang dipeluk warganya- oleh Kesultanan Demak terhadap kadipaten-kadipaten yang masih setia kepada Majapahit. Sistem penaklukandharma ini di kemudian hari dilanjutkan oleh Belanda ketika menjajah Kep. Nusantara. Bahkan Belandalah yang menempatkan ulama-ulama dan aliran dari Timur Tengah di kerajaan-kerajaan di Nusantara yang telah dikuasainya. Akibatnya, terjadilah penaklukan dan pemberantasan oleh aliran yang baru masuk terhadap aliran yang sudah mapan di suatu kerajaan, misalnya pemusnahan pengikut Hamzah Fansuri di Aceh oleh kelompok Nuruddin ar-Raniri, pemberantasan pengikut Syamsyuddin Sumatrani dan pelaku dharma tradisional oleh kaum Wahabi di Sumatra Barat, dan lain-lainnya.
Sedangkan Kejawen sendiri, dari awal senantiasa bersifat reseptif, bisa menerima apapun yang masuk ke kep. Nusantara ini, dan itu tampak jelas dari ritual-ritual yang dilakukan penganut dharma-dharma yang ada di Indonesia saat ini, di antaranya acara-acara selamatan, mitoni, patangpuluhdinanan, nyatus, nyewu dlsb. Sehingga di mata saya, Kejawen bukanlah sinkretisme dari dharma-dharma yang masuk ke kep. Nusantara, namun justru sebaliknya, dharma-dharma yang masuk ke kepulauan Nusantara itulah yang menyesuaikan diri dengan Kejawen,,dengan kondisi Nusantara pada saat itu.
Kebudayaan spiritual Jawa yang disebut Kejawen, dalam pandangan saya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Pertama, percaya bahwa hidup di dunia ini merupakan titah dari Tuhan Yang Mahakuasa, hingga selalu mengolah rasa, mengolah batin untuk mencapai kesempurnaan hidup, meruhi sangkan paraning dumadi. Meruhi sendiri, bukan hanya sekedar mendengar cerita dari orang lain atau kabar dari orang lain yang belum jelas kebenarannya.
Kedua, orang Jawa juga percaya adanya kehidupan lain di luar kehidupan di dunia ini, hal-hal gaib yang berada di luar diri.
Ketiga, orang-orang Kejawen percaya dan sangat menghargai arwah para leluhur, sehingga sering dalam waktu-waktu tertentu mengadakan ritual-ritual khusus dalam rangka menghormati dan menghargai para leluhur.
Dari situlah awalnya, hingga kemudian muncul istilah nrima ing pandum, menerima kehendakNya, setelah sebelumnya menemukan sendiri pandum tersebut. Jadi kata nrima ing pandum ini sebenarnya bersifat aktif progresif, bukan pasif. Aktif progresif, menemukan dahulu pandumnya, jika memang sudah ketemu dan pandum tersebut memang menunjukkan demikian, barulah mau nrima.
Selain itu, ada inti ajaran Kejawen adalah hamemayu hayuning bawana, dan ajaran ini telah dimuat dalam Kakawin Arjuna Wiwaha (Mpu Kanwa, 1032). Menjelaskan ajaran ini, Mpu Kanwa menggambarkan tugas pimpinan adalah untuk berbuat jasa memperbaiki dan memakmurkan dunia seperti dinyatakan dalam Pupuh V bait 4-5. Sunan Pakubuwana IX (1861 – 1893) menggubah bait tersebut dalam Serat Wiwaha Jarwa menjadi “amayu jagad puniki kang parahita, tegesé parahita nenggih angécani manahing lyan wong sanagari puniki”. (Melindungi dunia ini dan menjaga kelestarian parahita, arti parahita ialah menyenangkan hati orang lain di seluruh negeri ini.)
Tugas hidup amemayu hayuning bawana oleh Ki Ageng Suryamentaram dan Ki Hajar Dewantara dikembangkan menjadi mahayu hayuning sarira, mahayu hayuning bangsa, mahayu hayuning bawana (memelihara dan melindungi keselamatan pribadi, bangsa, dan dunia). — di Kartosuro-Delanggu,Solo.Jawa Tengah.
(Dikutip dari sintasi buku karya Ki ngebei Ronggowarsito)
By: Tunjung Dhimas
Mengadaptasikan Diri Dalam Setiap Moment
Jaga dirimu sendiri karena ia adalah yang paling berharga yang kau miliki, orang lain tak bertanggung jawab atas penderitaan dan sukacitamu, dan itu bukan salah dari mereka !!, lalu berikan ruang kosong pada seseorang, karena hakikatnya setiap orang membutuhkan ruang kosong itu, beberapa orang butuh diakui, dipuji, namun beberapa dari mereka butuh ketenangan, sendiri, atau ruang kosong ini. Tak ada satu cara yang ditetapkan untuk menerapkan itu pada semua orang. Ketika engkau ditemukan dengan seseorang dan memutuskan untuk menjalin hubungan, janganlah merubah karakter daripada mereka, sesungguhnya dalam hubungan kitalah yang harus mengadaptasikan diri kita pada mereka, karena tututan kita adalah sumber ketegangan dan jauh dari kesukacitaan kita. Bagaimana anda menemukan bistik dan roti tar jika anda datang di MC Donald, tentunya tidak ada disana, sama halnya anda mengharapkan sesuatu dari seseorang yang jelas-jelas mereka tidak mempunyai apa yang anda harapkan !! Lalu anda kecewa padanya dan berprasangka buruk padanya padahal andalah yang salah memilih dan mengambil keputusan. Dan bagi saya hubungan-hubungan adalah soal belajar, dalam hubungan percintaan picisan kita belajar menjadi satu, dalam keluarga kita belajar bersama, dalam bisnis belajar bekerja sama, dan dalam persahabatan kita belajar berbagi satu sama lain.
Cuplikan beberapa coretan novelku
By : Tunjung Dhimas
Sabtu, 18 Maret 2017
Dzikir "Kamanungsan" penyirna "Bebendu"
Air jernih, itu kalau dikasih brand pasti ternilai, tapi kalau tidak dikasih brand akan hanya sekedarnya saja, seperti layaknya air mineral yang berlabel merk ternama dan air mineral yang hanya dimasukan pada wadah tertentu tentunya walau sama-sama air mineral, akan memiliki nilai dan bobot yang berbeda. Begitulah dengan manusia unsur jernih dari manusia adalah roh dan nafas jika komponen itu dikasih brand dengan label "Tuhan/Allah" niscaya unsur tersebut akan membukus daripada unsur lain hingga covernya menjadi ternilai dan berbobot.
Begitulah hendaknya manusia menyatakan dirinya dengan menyambungkan diri dengan Sang Pemilik Roh dan nafasnya dalam bentuk "iman/kesadaran/hadirat". Niscaya akan membuat dirinya memiliki kualitas pribadi yang cemerlang, karena "iman/kesadaran/hadirat" yang akan membuatnya selamat dan selaras dalam hidupnya. Beriman adalah cara membrandedkan pribadi, pada pemilik-Nya.
Manusia terdiri dari beberapa unsur yang membentuk komponennya, walau dalam kadar dan takaran yang berbeda namun memiliki esensi yang sama seperti layaknya air mineral tadi. Dan mereka berhak memilih atas pemberdayaan akan setiap pribadinya. Dengan menyambungkan diri dengan "Tuhan" mereka memiliki brand yang ternilai, cemerlang, berbobot, selaras dalam hidupnya. Selain air mineral manusia layaknya seperti plastik, plastik akan dianggap ternilai ketika di dalamnya terdapat "isi dari suatu produk, termasuk air mineral, produk pangan dll". Namun ketika isinya sudah hilang atau habis maka plastik akan terbuang begitu saja, sampai ada yang mendaurnya.
Lalu manusia berhak memilih menjadi cemerlang, selamat, selaras, dengan brand "kesadaran/iman/hadirat" terkoneksi dalam "Tuhan" atau hanya sekedarnya saja hidup pesimis, terhancurkan oleh ilusi duniawi (material), lalu ketika tubuhnya sudah tak terisi roh dan nafas layaknya seperti plastik yang terbuang begitu saja, sampai ada yang mendaurnya.
Beriman pada Tuhan bukan hanya sekedar terikat, mengikuti dogma dan doktrin produk-produk agama, keyakinan, kepercayaan tertentu. Namun menggali dan menyelami esensi dari setiap produk-produk tersebut hingga menemukan jalur yang tepat dalam menyambungkan diri pada Sang PemilikNya. Disitulah "iman/kesadaran/hadirat" akan terbentuk tanpa terbatasi produk-produk terikat yang membatasi daripada Tuhan itu sendiri. Mengkoneksikan diri dengan Tuhan adalah selalu mengingat (eling, sadar, mengerti) akan "bersenyawa dan mempribadinya Tuhan dalam setiap prespektif kehidupan atas diri kita, karena kita adalah rupa dan gambar dari Sang Tuhan itu sendiri" . Bahkan dari sini para auliak menyatakan sebagai "dzikir" atau eling, dzikir tidak lantas hanya menyebut dalam ucapan dalam setiap rentan waktu, namun hakikat dzikir adalah menyatukan antara raga, jiwa, rasa, dan ruh dengan saling berkesinambungan dan melahirkan kepekaan dalam bentuk suara hati, pengertian, dan pemahaman dalam menangkap pesan-pesan yang diterakan Tuhan disetiap lapisan kehidupan atas setiap pribadi. Dengan begitu manusia mengenal kapasitas, talenta, karakter, dirinya yang selaras dengan pelukisNya (Tuhan) dan hidupun akan ternilai, cemerlang, dan selaras.
Dari keseluruhan itu adalah berpusat pada progresivitas penataan hati dimana hati sebagai lokus abstrak sekaligus kasunyatan (nyata). Pusat esensi, kendali, dan hierarki ke-utuhan. Hati yang damai, selaras, utuh, dikarenakan memprioritaskan "Tuhan" dalam segala prespektif kehidupan, menguasai seluruh kesadaran akan Ia. Bahkan, disitulah agamawan, ahli ibadah, dan ahli surga terlampaui, karena produk-produk yang mengikat dan melekati tak mampu mengurai makna dari "Iman/kesadaran/hadirat".
Bahkan 6666 ayat, 114 surat, 30 juz yang mengantarkanku pada Sang Maha Hidup, tak mampu membatasi luasnya jagad "kesadaran" dalam diri manusia terhadap hierarki Tuhan.
Hingga pemegang wahyu tersebut, sang baginda Rassulluloh, tak mampu menjelaskan secara rahasia sang Allah dan memilih ber-tauhid, ber-taaruf, dan bertafakur, dalam pertapaannya di "Gua Suwung" untuk mengurai pertanggungjawaban atas pewahyuan yang maha dahsyat atas diri-Nya. Karena beliau sadar secara penuh bahwa dunia ini "pepaese rerupan/ plin-plan" penuh ilusi, tipu daya, kemerlapan, penggoda, magnetifikasi, berubah-ubah, menghancurkan, mengotori, membingungkan, bahkan petunjuk-petunjuk yang beliau tulis dan ilhami dapat dirampas oleh kejamnya daripada dunia ini karena hukum kekelan yang tidak pernah depahami dengan pasti. Hanya iman yang menyelamatkan bahkan iman tersebut tidak mampu menggarasi atas kosa kata ejaannya sendiri.
Jumat, 17 Maret 2017
The best of PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
Rabu, 15 Maret 2017
IBLIS KONTEMPORER
IBLIS !!! Aku sering melampaui kesadaran, bersama pertanyaan ? Apakah aku ini manusia murni atau campuran ? Aku merasa "IBLIS" ada di dalam sisi kiriku, menjadi komposisi dariku. IBLIS adalah bentuk titah SANG PEMANGKU KEHIDUPAN, aku merasa "IBLIS" banyak mengajarkanku tentang kehidupan yang sesungguhnya adalah kematian, mengajarkanku bahwa aku akan hancur bila melekati keduniawian, karena aku akan menciptakan kebencian, keangkaramurkaan, yang melahirkan penderitaanku sendiri. IBLIS mengajarkanku banyak tanpa banyak bicara, hanya diam dan memaksaku merasakannya, dan aku tak pernah mau dikatakan dan mengakui mengabdi pada IBLIS tapi tanpa kusadari dia bagian pengajarku tentang keu-Tuhan.
IBLIS selalu dicaci oleh manusia fana, menganggapnya musuh abadi, dengan cibiran-cibiran dan nyinyiran, bayangkan betapa manusia fana itu lupa dengan arti kedarmaannya sendiri, lupa bahwa mereka lebih buruk dari si "IBLIS". Dan iblis hanya diam tanpa protes tetap konsisten dengan "pengajarannya".
Aku kembali bertanya pada "GURU SEJATIKU" apakah iblis itu ber-Tuhan ?? Apakah iblis itu memiliki guru sejatinya ?? Bukankah ia juga titah semesta ?? Bukankah dia bagian sisi dari "SANG GURU KEUTUHAN". Dan hari ini IBLIS mengajarkanku tentang cinta, seperti ia berkata dalam kesadaranku ? "Kenapa kau begitu mengabdikan dirimu pada wanita itu? Itu bukan cinta itu memaksakanmu untuk menjerumuskan dirimu dalam masalah tanpa akhir.
Dengarkan aku akan mengajarkanmu tentang cinta, cinta hanya ada dua ? Cinta sejati dan cinta yang nyata ? Cinta yang nyata hanya terjadi dalam satu malam tanpa melekati namun menikmati tanpa penderitaan karena sesingkat senja berganti fajar. Seperti hidup yang tak pernah abadi, berubah-ubah, dan berganti-ganti. Lalu untuk apa memaksakan dirimu menderita di dalam kesingkatan waktu ini ?, itu pilihanmu. Lalu bagaimana dengan cinta sejati ? Cinta sejati adalah semua yang terlampaui, murni dan utuh, berakhir dengan kehormatan, keindahan, cerita yang penuh pelajaran, abadi !! Karena darinya terlukis dan tertulis kisah dan cerita yang tak terikat ruang dan waktu. Cinta sejati seperti matahari yang setia menyinari bumi, tanpa meminta untuk diakui dan diapresiasi oleh penghuni bumi, namun ketika sehari saja tak menyinari bumi dan penghuninya merasa kehilangan dan mencari. Cinta sejati hanya sebuah pilihan dalam kehidupan yang berubah-ubah yang begitu berat dan penuh tipu muslihat, penuh ilusi, dan kebohongan.
Tapi pilihannya hanya mencintai dan dicintai. Sadarlah hidup ini hanyalah awal dari kehidupan2 selanjutnya, dirimu hanya perlu cinta sejati untuk mengisinya. Jika kau temukan wanitamu beri cinta sejatimu lalu bebaskan ia, secara kematerialan jangan kau lekati tapi satukan rasamu dan ia dalam kekosongan. Begitulah dirimu akan melebur dengannya.
Jika kehidupanmu dan ia hari ini tak bersatu secara ketubuhan, percayalah cinta sejati yang mengabadikanmu dan ia, bahkan carilah ia di 1.000 dunia dan 10. 000 kehidupan lagi, karena cinta sejati yang akan memegangmu, mengabadikanmu, dan menyatukanmu. Biarkan orang lain bersedih, tersipu, terharu dengan kisahmu. Tapi percayalah kau akan terkesan. Bangkitlah hari ini aku adalah "GURU SEJATI" yang menyerupa sebagai IBLIS telah mengakhiri pengajaranku padamu tentang "CINTA".
Menerpamu dengan rasa sakit, kesedihan, kehilangan arah, buntu tanpa sandaran. Tapi kini kau tau bahwa dirimu sendiri adalah bentuk semesta yang luas dan jika engkau tak mahir dan menemukan pusatmu sendiri engkau tersesat di dalamnya, kini engkau hampir mencapai kesadaranmu yang utuh, kenapa aku mengajarkanmu Cinta ? Karena cinta adalah awal mula dirimu dan semesta ini dilahirkan dan kini kumurnikan hingga cinta itu menjadi kasih, karena cinta adalah kasih yang ditunggangi oleh kelekatan, tipu muslihat, hingga berujung pada penderitaan.
Tak ada manusia yang tak mengalaminya, semua pasti mengalaminya, banyak yang hancur dan terjebak didalamnya, dan ketika ia tekun dan menemukan pusatnya maka cinta itu kini kembali menjadi murni yang sering kau sebut itu "Kasih". Kesadaran adalah kunci, disiplin diri dan patuh pada dawuh suara hati adalah "kesadaranmu menuju Aku Sang Guru sejatimu". Dan disanalah kubangunkan istana kedamaian dan keselamatan.
Begitulah hasil meditasi ku semalam hingga pengalamanku ini kuanggap paling berkesan, bagamana denganmu kawan... ??
Note : Guru Sejati adalah wujud Tuhan yang mempribadi dalam setiap pribadi, tidak berwujud material namun "suara murni dari pusat hati" dan tak bisa dijangkau secara kasat "tan keno kinoyo ngopo".
By: Tunjung Dhimas
Kesedihan Adalah Teman yang Tulus
Kesedihan ..., kenapa aku begitu akrab dan menikmati kesedihan ? Karena bagiku kesedihan adalah bagian dari suatu kelengkapan. Tanpa kesedihan kebahagiaanpun tiada berarti, jarang seseorang mau berpihak dan merangkul apa itu "kesedihan" karena menganggap kesedihan itu tiada guna. Seperti dianak tirikan, kesedihan berteman akrab dengan "sisi kiri" dan "neraka" .
Karena jarang orang mau berpihak pada mereka, seperti terbuang dari harap dan keinginan. Ini tidak adil !!! Bagi saya !! Karena kebanyakan manusia hanya berpihak dan akrab pada surga, kebahagiaan, dan sisi kanan. Melupakan bahwa adanya hal itu juga berawal dari lawan keseimbangannya (neraka, kesedihan, sisi kiri).
Mungkin aku adalah salah satu pria aneh yang ingin selalu berteman dengan mereka. Itu karena ini bagian kesadaranku yang tidak waras karena melampaui batas, tapi inilah caraku bersyukur pada Tuhan-ku. Mungkin sebagian orang yang seakan peduli denganku menyarankanku untuk segera bangkit dan pergi dari "kesedihan".
Hei ... Kawan ini aku dan hidupku mungkin kesedihanku berbeda denganmu jika kesedihan kuanggap sebagai jalan "suka citaku" kenapa engkau bingung dengan keadaanku, bukan keadaanmu sendiri ??!. Karena setelah aku menyadarinya kesedihan adalah bagian dari aku dan semesta, aku sangat akrab dan menikmati pertemananku dengannya...
Terjebak Status Sosial dan Materialisme
Aku tak pernah memperkosa ilmu pengetahuan untuk kujadikan alat mengubah setiap orang yang berdiskusi denganku, karena setiap mereka adalah bagian daripada "ilmu-ilmu pengetahuan" itu sendiri, bagiku pertemanan dan persahabatan adalah bentuk lain dari kemanusiaan, keinginanku membuat perubahan tidak lantas mengubah dari setiap mereka.
Namun melepaskan dia dari status-status sosial yang mungkin mereka dapat dari pola pendidikan yang keliru yang berawal dari embrio "materialistik" bukan pemakanaan akan bagaimana mereka melaju dengan berbagai komposisi kimiawi dan fishikanya sendiri yang terterakan "karakteristik dasar" /bakat / cetak birunya sendiri.
Seorang kawanku bertanya padaku "kenapa engkau terlihat begitu mahir didunia tulis, verbal linguistik, filsafat, dan syair, engkau selalu mendapat peringkat dan mampu menarik ketika engkau berbicara dalam sebuah perkumpulan sosial". Aku menjawab "karena itulah bagianku aku mencintai filsafat, syair, dan dunia tulis karena aku merasa nyaman disitu".
Dulu semenjak kuliah aku sering tidak mendapat apapun kecuali sistem-sistem yang memaksaku untuk melakukan progresitas bahwa "nilai adalah satuan ukur dalam sebuah kompetisi, mereka hanya memahami kerangka berfikir bahwa hidup adalah persaingan siapa yang tak menyerang, bertahan, atau melawan mereka akan tersingkirkan. Inilah yang melahirkan masalah kasta dan status sosial, ini juga yang memicu sara dan distorsi kemanusiaan. Namun aku mulai menentang dan menampiknya setelah aku menemukan upgrade mindset baru tentang pemahaman bahwa hidup adalah menyadari, menerima, berbagi untuk sesama, laju karir bukan ditentukan dari apa yang disebut "nilai materialistik" tapi berjuang adalah menyikapi suatu hal dengan tepat guna mungkin bisa disederhanakan dengan ungkapan dengan "dengan memberi kita akan menerima, dengan berbagi kita bersahaja, dengan ketulusan kita berdamai".
Selama menempuh jalur pendidikan selalu memicu tekanan pemikiran yang menciut dan emosional seperti " ketika hasil ujian diumumkan dipapan pengumuman tertulis predikat rendah dan tinggi, disitu saya menjadi canggung ketika sahabat mendapat predikat rendah saya merasa kecewa dan ketika sahabat mendapat predikat tinggi saya lebih kecewa lagi hahh... Ini lah kerangka berfikir materilalistik yang membuat saya resah, bukankah tak perlu mencantumkan "predikat interval nilai2 itu" bukankah kelemahan seseorang itu tak perlu ditampilkan di kalayak umum" karena ini bukan ajang sosial donor darah". Lalu semester-semester berikutnya saya mencoba mencari kerangka pemahaman yang baru dari diri saya, berani keluar dari tekanan konsepsi-konsepsi dan berani menjadi beda dengan tuak bacaan-bacaan baru walau buku adalah kesatuan validitas namun aku tak suka text book lebih suka memahami lalu menyimpulkan dengan bahasa lugas yang luas dengan simpul pemahaman berdasarkan benang merahku sendiri. Berfikir adalah lambang kemanusiaan kata Roodin. Jadi terus berfikir adalah jalan mencari permenungan benang merah hingga melingkar di medan rasa yang melampaui apa itu "pemikiran dan berfikir".
Bayangkan apa jadinya bila Jet lee dipaksa menjadi seorang "penyanyi" tentu ini lah penyangkalan yang menimbulkan kesengsaraan. Mungkin saya lebih bahagia dengan mobil kecil klasik, rumah sederhana, motor tua, dan istri, yang kudapatkan dari hasil karya-karya cetak biruku, daripada mengejar status sosial dengan cara yang instan (nilai materialistik) yang melahirkan belenggu hasrat yang serba kurang terus menerus secara materi. Memicu disharmonis korupsi, pengubahan sistem birokrasi yg berbelit-belit demi kepentingan pribadi. Tapi no problem itu pilihan kalian ...,??
Zaman Milenium
Muncul ilmuan kelas materialistik, paranormal modernisme, ulama milenium, smart phone menjadi maha buku, maha kitab, dan ajang kehidupan mirror kedua. Tulisan wahyu Tuhan dalam pelepah kurma, daun, kitab2 ketikan tak lagi menunjukan taringnya. Para pecandu prasangka terus berpresepsi dalam terkaannya, melakonkan diri sebagai aktor talipan, mahir dalam tutur lemah dalam perangkat lunak (rasa). Kuat karena masa, dan kekuasaan. Wow pesta tirani yang megah telah dimulai, Tuhan tetaplah Tuhan yang pura2 diam dalam pergerakan para ciptaannya (manusia). Namun inilah esensi hidup terus bergerak dan berubah begitu bengis kata para filsuf.
Ujung magnet positif negatif terus berkecamuk. Tidak ada yang salah ketika saling cibir mencibir, saling kritik mengkritik, saling hujat menghujat ini adalah bagian dari parade pesta modernisme. Namun semua itu ada kelebihan dan kekurangannya dalam buir pengkualitasan. Seperti smartphone, para ulama, paranormal, ilmuwan, produksi masa lalu lebih memiliki kehandalan dan kekuatan dalam menerima terpaan dunia sekeliling walau tak sebegitu canggih.
Sementara ulama, ilmuwan, paranormal produksi era milenium modernisme (sekarang) cerdas dan canggih namun lemah ketika dunia sekeliling terus mencopa menerpanya. Ini hanya perbandingan itinya tidak salah dan perlu dipermasalahkan selama kita menyadari bahwa ini adalah realitas, namun tidak begitu indah bilamana tidak ada kritik mengkritik banding membandingkan, kata mereka pemuja ke-ego-an !!!.
Pabrik-pabrik pencetak ulama, imuwan, dan paranormal tidak pernah terbatasi dan terhentikan entah jadinya palsu dan asli, baik - buruk, handal-tidak, no problem, selama seseorang mampu menerima semuanya apa adanya, tak perlu mengkritik jika dilandasi iri dan kebencian, tak perlu mencibir bila merasa kurang di-existkan, tak perlu konflik jika tidak mencintai kedamaian. Sudahlah mari kita berjibaku memanusiakan manusia mulai dari diri sendiri, semua label atribut diatas tak ada gunanya selain untuk kemanusiaan, apalagi sering membawa nama Tuhan untuk justifikasinya....
Tunjung Dhimas
ESENSIKU
Selasa, 14 Maret 2017
Menyelesaikan Karmaku
Karma, merupakan hukum tabur tuai dan kosekuensi logis dari sebuah tindakan yang fisik maupun non fisik. Ketika suatu saat aku sedang terjatuh hebat aku percaya ini karena karma yang sedang menggugat janji padaku, ketika kala aku merasa senang aku terlalu berlebihan sehingga lupa pada karma dan mengabaikan perasaan orang lain, walau kala itu aku menemukan suka bahagiaku. Tapi tanpa kusadari terkadang suka bahagiaku ini membuat orang lain di luar diriku tersayat karena tindakanku, entah itu dalam maupun dangkal. Dan buir-buir sakit hati orang disekelilingku itu kemudian membentuk buir-buir karma padaku (orang jawa menamainya sawan). Nah kita sering lupa tentang hal ini, kita tak pernah sadar apakah ketika kita bersuka bahagia kita sengaja maupun tidak telah menyakiti orang lain. Maka perlu menganalisanya, lebih seksama. Keterjatuhan kita yang terlalu mendalam dan sulit untuk bangkit menurutku karena dipengaruhi karma yang terlampau mengendap dan membesar saat kita melupakan dan mengabaikannya kala suka bahagia yang berlebihan.
Lalu apakah karma ini bisa diubah ?? Tidak !! Karma tak bisa diubah, namun bisa di cegah atau diminimalisir. Karena ini hukum semesta, seperti hukum-hukum buatan manusia siapa yang bertindak melanggar pasti ia harus menjalani hukum sesuai kapasitasnya, namun mereka bisa mencegahnya dengan mengontrol diri agar tak terjebak hukum. Ketika terjadi remisi-remisi itu karena hukum ini buatan manusia yang bisa sewaktu-waktu hilang kemutlakannya.
Pemahamanku tentang karma ketika aku mengalami kejatuhan hebat dan begitu sulit untuk bangkit, namun saat itu Tuhan seperti menyuarakan sesuatu dari dalam hatiku karena pikiranpun buntu terjerembab dan hilang arah. Ternyata rencana-Nya lebih besar dan tak terkira, menyadarkanku bahwa aku harus menyelesaikan karmaku sendiri ketika terjatuh disitulah titiknya karena Tuhan sedang memberikan teguran-teguran dan pengajaran yang lebih intensif, kita mungkin bisa ambil tindakan dan sikap ketika kondisi ini terjadi namun segera bangkit atau tidaknya kita dari kejatuhan adalah kehendak dan ijin Tuhan.
Saat terjatuh disitulah banyak kesempatan yang sangat penting, karena kualitas mendalam bersama Tuhan mampu menembus lokus rasa sejati dan disitu sebentuk kualitas iman akan terbentuk (mempertebal keyakinan), tak jarang para pelaku spiritualis menempuh penderitaan dengan puasa, terjaga sepanjang waktu tertentu, dengan penuh keprihatinan karena saat itu Tuhan akan mudah dijangkau, sebenarnya manusia sudah melakukan laku-laku prihatin itu sendiri (tirakat/asketik) secara tidak sadar kita sudah melakukanya tanpa kita sadari ketika kejatuhan hebat pada kita, bayangkan disana kita merasakan siksaan batin yang hebat bahkan fisik terkoneksi juga hingga menimbulkan nafsu makan turun, sulit tidur, bukanya itu sudah puasa dan terjaga secara tak langsung, sebenarnya kala seperti itu Tuhan sedang men-sepiritual-kan kita tanpa kita sadari, tempaan penderitaan ini merupakan mekanisme pematangan jiwa yang di ijinkan Tuhan. Karena setiap pribadi didesain untuk bersepiritual, karena itu jalan pencerahan sejati, itu terbukti ketika setiap kita sudah melakukan asketik/bertapa/bermunajat/ di alam kandungan ibu. Ini bukti bahwa kita semua didesain Tuhan sebagai ahli tirakat /ekstase dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Saat ini mungkin aku melakukan turakat dengan sering berpuasa, namun anda tirakat dengan keprihatinan mengerjakan skripsi, kejatuhan karena cinta dll. Jika itu disadari itulah tirakat kita, mari kita gunakan itu untuk media mendekati Tuhan.
Namun tingkat kesadaran lah yang membedakan setiap pribadi dalam menerimanya dan memahaminya. Bukankah sudah kewajaran manusia "mereka ingat Tuhan hanya kala terjatuh, teraniaya, dan menderita" dan "doa orang teraniaya itu seperti sabda, mudah dikabulkan". Itu seperti orang jaman dulu yang menempuh laku tirakat asketik mereka menganiaya dirinya sendiri untuk menjangkau dan dekat dengan Tuhan lalu kala itu power seakan terjadi mulai dari sabdanya dahsyat dll".
Pesan bijak orang jawa "Eling lan waspada, kuat, waras, akas, slamet" (ingat dan waspada, kuat,sehat, cekat,selamat) ini merupakan ungkapan yang amat bijak dan mengandung arti mendalam, saya membuat kesimpulan kerangka berfikir saya dari ungkapan itu, : Eling/ingat : kala kondisi apapun hendaknya kita berusaha mengingat diri kita sendiri karena diri pribadi merupakan sajaratulyakin (rumah Tuhan terdekat) dengan seperti itu daya kuasa akan selalu terlimpahkan pada kita, agar kita mengerti hendaknya kita memancerkan diri (ambil jalan tengah tidak melebihi qodrat dan mengurangi qodrat) seperti jangan berlebihan dalam melakukan sesuatu cukup sekedarnya saja (sak madya).
Waspada , dengan mengingat saja kita belum cukup namun kita perlu ke-waspada-an, ini merupakan terusan dari sikap eling/ingat tadi, misal ketika kita naik motor kita sudah ingat Tuhan, namun kewaspadaan itu terjadi untuk mengambil tindakan di dunia material, kadang kita sudah mengambil akses jalan yang tepat berdasarkan aturan namun ketika lawan kita sedang mabuk/ugal-ugalan naik motor tentunya dengan waspada kita bisa menghindar dari ia. Seperti saat kejatuhan kita sudah mengingat (Tuhan) namun kewaspadaan tetap harus melengkapi sebagai proyeksi kita agar mencegah terjadinya lagi dalam rentan waktu akibat keterlenaan duniawi dll.
Nah, yang kemudian menghasilkan perangkat cekad, karena seringnya kita mengolah kualitas eling lan waspada dan hasilnya adalah keselarasan (kuat, waras, akas, awas, slamet), ini terbentuk ketika kita terus melakukan penyadaran dengan seksama dan intensif entah itu dari jalan anda beribadah, meditasi, ekstase, atau apapun. Memang kita manusia sebagai mahluk yang terbatas namun Tuhan itu tak TERBATAS, jadi jangan batasi Ia untuk melakukan rencana dan sesuatu besar-Nya untuk kita. Ingatlah pikiran kitalah yang sering melakukan pembatasan itu sehingga menimbulkan keraguan dan meracuni dari apa yang telah kita yakini dan imani. Ini lah pengalaman saya menyelesaikan karma, dengan sadar menerimanya, lalu menjangkau Tuhan agar merawat kesadaran ini dengan baik dan selalu bersamaNya setiap saat dalam kesadaran itu.
Tuhan selalu dekat dengan kita, tanpa kita memintanya, tapi kita selalu merasa Ia jauh dan tak jarang kita sering tak mengenal-Nya, nah dengan berkesadaran kita telah mampu mengakses dan menjangkau-Nya setiap saat, kita lebih akrab dan kenal akan Ia, inilah yang sering kita sebut tenggelam dalam hadirat-Nya.
Note : Alam ini adalah hakikat sebab akibat, disitulah tabur tuai terurai, namun setiap kejadian dan fenomena adalah buah-buah dari karma itu sendiri (dalam pemahaman manusia sebelum suwung). Saya menemukan jalan yang saya tempuh untuk bertemu kesadaran Tuhan, namun saya tak bermaksud memaksakan dari setiap pribadi untuk ikut melakukan jalan dari pengalaman saya, biarkan alam ini apa adanya, dan anda berhak memilih atas jalan apa yang anda tempuh asal anda semua siap dan mengerti akan resiko dan karmanya, so Love Your Life, See God deep to Him, and tell to me about your experience...
Senin, 13 Maret 2017
Pacaran !!
Novel Hidupku
Perjalanan kisah ini sungguh membenturkan rasionalitas, pertemuan2ku dengan orang yang berupa-rupa dan merupa sungguh memekik dahaga, awalnya memaksaku mengarti dalam patung pemahaman, dunia inderawi sungguh tirani yang menipuku, kejatuhan yang diijinkan Tuhan justru dimulai dari sosok orang terdekat, ini ujiankah ?? Ya selama aku meng-iakannya !!, mungkin kamu kelak begitu sih atau sudah pernah begitu, perjalananku menemukan jalan yang hilang yaitu jalan pertemuan dengan "SANG TUHAN" diproseskan semesta dengan baik atas kehendak-Nya,
Aku sering bertemu sosok manusia yang sepektakuler yang ku anggap sebagai guru, pembimbing, dan tempatku mencurahkan keluh kesah bak artis brand yg kupuja2, namun aku melupakan bahwa se-emas, se-mewah, se-indah, sese-olah-sempurna bagai malaikatpun mereka adalah manusia yang bisa keluar dari keseimbangannya karena ijin Tuhan. Semesta ini adalah hukum sebab-akibat, ruang waktu yang terus berubah2 dari era ke era, waktu ke waktu, day by day. Yang membuatku tercengang awalnya melihat seorang yang kuanggap pembimbing, kupuja2 itu melakukan hal yang diluar nalar presepsiku (berbuat dosa/disharmonis) dari pemotivator hingga pelongsor, dari pencerah hingga pencengang, dari konstruktif Hingga desduktrif ya begitulah mungkin suatu saat tokoh-tokoh yang dianggap hebat di masa lalupun akan diungkap oleh gulungan ruang waktu semesta, dengan kekontroversialannya yang tersembunyi atau disembunyikan, sungguh memekakkan rasionalitas para pengikut dan pemujanya dalam tahta konstelasi dan itulah ekspansi yang meresidu hitam, manusia itu adalah prespektif-baik-buruk selalu mengikutinya hehe se karismatik apapun ia atas karunianya pasti kejatuhan juga. Maka dari perjalanan saya itu saya mulai mengerti siapa yang harus saya percayai, dia adalah diri sendiri yang mempribadi (Tuhan) dualisme yang menyatu, ketika saya dikungkung oleh bentuk2 onani intelektual yang dikultus sebagai mekanisme halusinasi dari ke-melankolisan yang di terakan semesta padaku, aku selalu menghubungi nafasku untuk diantarkan pada kesadaran divine Illahi (atau dimana Tuhan bersemayam), apa saya skrizofernia??, bipolar ??, psikopat ?? Hehe itu hanya perkiraan anda yang mentirani semu dalam dakwaan doktrin !! Mungkin saja anda yang sedang mengidapnya karena anda selalu tak bersuka cita itu terbukti oleh terkaan, prasangka2, dan kebenciaan dalam hati anda yang menyiksa anda sendiri hehe. Jadi saya tidak menyarankan diri saya yang anda kenal ini dipanggil guru, pencerah, brand dari produk2 spiritual atau keyakinan apapun, karena saya manusia walau tutur kata, syair2, tulisan2 saya bak rasul atau nabi sekalipun. Saya adalah saya yang tetap manusia yang suatu saat dibuka selubung tirani indah itu oleh Tuhan sehingga membuat anda2 bersedih dan bertanya2 pada pikiran anda yg terbentur dinding rasionalitas, jadi silahkan nikmati tutur wejangan saya, tulisan2, dan kidung2 syair saya, jika anda tercerahkan brati bukan dari sosok saya yang mencerahkan itu melainkan dzat yang menyosok, bersenyawa, mempribadi di dalam saya "pusat kasaulitas aku" (Tuhan) yang juga bersemayam di dalam diri anda masing2, saya justru senang dipanggil penghibur, pelawak, atau teman ngopi...
Oh iya ngomong2 saya masih singgle karena saya sudah menanti jodoh tapi kok ya semu terus, saya tidak mau terus bersetubuh dari dunia maya secantik apapun sosok itu hehe, soal e ada beberapa temen yang kna tipu kenalan dan menjalani hubungan di dunia maya tanpa pertemuan manusia antar manusia tubuh antar tubuh.
Jadi terus selami diri anda bersama Tuhan anda ya karena dunia sudah membelah lagi menjadi "Dunia maya" yang sosok menawan memporak porandakan dengan hiasanya hehe... Era ini adalah matrix millennium mungkin suatu saat terbentuk rumah kaca surga dan rumah kaca neraka ...
By : Tunjung Dhimas
Jalan Sutra
Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...
-
Sang lindung, aku ora duwe ingkung Sang lindung, aku aja digawe binggung Kaki danyang, nini danyang Jaran kepangku balekna ngandhang... ...
-
Saya akan membabarkan hasil permenungan saya dari kode yang diungkapkan oleh: Romo Krath. Bandy Nagoro " Alam dalam huruf Alif Lam M...
-
Di hening malam, mataku agak capek mengedit laporan tesis, melihat angka-angka statistik yang rumit... Hasratku ingin berbagi tentang Sast...