Jumat, 31 Agustus 2018

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak atas rinduku yang terbelenggu. Tak ada cinta tanpa syarat bagi seorang pejalan kesunyian.

Cinta sejatinya ialah jalan yang berasal dari satu sifat kemanunggalan yang disebut kasih. Karena cinta adalah ketunggalan sifat kasih yang membelah menjadi dua antara pria dan wanita, antara cita dan lara. Manusia adalah janin yang turun melalui jalan sutra maskulin dan feminin. Yang tumbuh menyatu oleh hembusan angin.

Wahai pertapa ketahuilah hidupmu adalah pamong rasa, tirakatmu ketika berhadapan dengan cinta. Yang membuatmu mengerti bahwa dirimu adalah fana. Sementara yang abadi adalah cinta. Aku membutuhkanmu kekasih untuk mengenal makna kasih. "Aku membutuhkanmu untuk mengenal siapa diriku."

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Foto by: Bayu Ristiawan

Saila Azkiya

Kamis, 23 Agustus 2018

Saloka Ngilmu Rasa

Saloka adalah suatu kiasan bagi seorang pejalan  spiritual  dalam proses  menemukan kesejatian. Mengingat puncak spirit ialah bilamana seseorang telah mencapai tataran bagaimana ia cermat menggunakan rasa-sejatinya; Dimana sasmita/tuntunan guru sejati betahta. Dalam tradisi laku asketik jawa itulah yang disebut pamoring manunggaling kawulo gusti/ hakikat kejumbuhan dengan sang gusti.  Tidak mudah memang bagi pelaku spiritual untuk menemukan jati dirinya. Perlu disiplin dan tekun mengabdikan diri pada sanubarinya. Saloka adalah salah satu instrumen pemicu agar sang pejalan tidak lagi mengurai jawaban pertanyaan/pernyataan dengan nalar melainkan dengan rasanya.

Saloka di berikan oleh mursyid/guru bersamaan seorang murid harus menempuh laku asketik; puasa, melek, ngebleng, meditasi dan lain sebagainya. Yang merupakan sarana proses menurunkan kuantitas pikiran-nalar yang mepengaruhi kinerja lokus rasa sejatinya. Kedisiplinan ini dimaksudkan agar sang murid tidak ingkar pada hatinya. Dimana ia harus berlatih setia pada hatinya. Menggunakan kepekaan rasanya untuk menangkap pesan dari guru sejatinya.

Dalam kehidupan mungkin manusia akan ditawarkan dengan ribuan bahkan jutaan konsepsi atau kepercayaan yang beragam. Entah yang berbentuk petuah bijak spiritual maupun hasil konklusi sains moderen. Disitulah letak hambatan bagi pejalan spirit mengira telah menampung pengayaan kasanah petuah pencerahan sebagai hasil capaian kesadaran, nyatanya masih terbentur pada jebakan penalaran. Karena cenderung menelan ribuan kepercayaan itu tanpa mengujinya satu persatu dengan laku prihatin (tirakat) agar terhubung dengan rasanya.  Bagi saya berspiritual untuk menggapai tataran kesejatian itu amatlah sulit butuh proses yang amat mendalam dan dinamis. Karena seorang pejalan akan memasuki salah satu portal ketanpabatasan yaitu batin  (rasa). Dimana untuk mencapai batin itu sendiri ada 7 lapis hijab yang menutupi diantaranya: 1. Pranala Wadag: Tubuh daging yang kecenderungan membusuk dan menyumbat laku sari sukma yang berada pada sel darah  saat dimasuki makanan berlebih; maka seorang spiritualis harus memperhatikan betul apapun yang hendak di makan. 2. Jalma brojo: Tubuh listrik dimana cakra mempengaruhi unsur alam yang berada pada tubuh listrik yang mana seorang sepiritualis hendaknya tidurnya pada jam-jam tertentu mengikuti siklus pergantian waktu alam raya. Untuk mengontrol pola elektromagnetik yang ada pada dirinya. 3. Gondo Prono: Tubuh Sutra dimana lapisan otot sutra yang merupakan jelmaan kakang kawah adi ari- ari  yang memberi pengaruh pada insting dan naluri. Seharusnya seorang spiritualis melakukan nyungsang (merasakan nafas dalam sela-sela waktu sehari semalam) untuk mengendalikan kekuatan kakang kawah: insting dan adi ari2: naluri agar selaras. 4. Boko Kencana: Pamoring sedulur papat/ nafsu eleman empat. Dimana supiyah/angin: berwujud hasrat seks, Amarah/api: hasrat amarah, Mutmainah/air: hasrat ingin dipuji serta diperhatikan, Aluamah/tanah: Hasrat keserakahan dan kemelekatan. Dimana seorang spiritualis harus melakukan puasa pada hari kelahirannya dimana hari kelahiran merupakan menyatunya akasik record (catatan perjalanan jiwa manusia) meliputi ajal, urip, susah, senang, sakit, serta penghidupan rejeki.  Tirakat pada hari kelahiran menghasilkan daya untuk menaklukan kekuatan sedulur empat untuk kemudian dijinakan atau diselaraskan mengikuti laku kesemestian dan ketetapan illahiah. 5.  Pamoring kawulo gusti (pancer): Tubuh matrix illahi: Dimana guru sejati bertahta di kedalaman batin/rasa. Seorang spiritualis hendaknya tekun melakukan samadi dengan merasakan nafas mengahadap timur dan barat Karena timur adalah aksara jejeran matahari sebagai bapa, barat aksara welas asih  bulan sebagai ibu. Jika menghadap barat meditasi dimulai pukul 12 siang hingga 12 malam, 12 malam hingga 12 siang menghadap timur. Untuk mendapat tuntunan setiap saat. 6.   Sunya Nirkumala: Tubuh hukum realitas, dimana siang malam merupakan pijakan jabang bayi manusia menghirup nafas dan menggembalakan rasanya. Hendaknya seorang spiritualis selalu bermantra, berdoa, atau bersabda sebelum dan sesudah tidur agar pikirannya dilindungi dari kekuatan jahat yang menimbulkan bebendu atau sengkala (marabahaya). 7. Ajali Kauri: Tubuh ketiadaan (mati sakjroning urip). Dimana manusia akan mengalami keterpisahan tubuh dan jiwanya (mati). Hendaknya seorang spiritualis memelihara batin - rasanya dengan tekun tirakat mengurangi makan untuk proses mati yang tidak berat karena ubun-ubun (cakra mahkota) tidak tersumbat oleh endapan sari-sari makanan, membau/mencium aroma tubuhnya sendiri (kulit) sebelum tidur malam dan sesudah tidur agar senantiasa penuh kesadaran dimanapun berada.  Begitulah prosesi saya sebelum dan sesudah  menemukan puing-puing kesejatian. Diwedarkan dan dibimbing oleh guru saya di masa lalu.

Adapun contoh saloka yang pernah diwejangkan kepada saya sebagai berikut: bilamana seorang murid bertanya tentang hakikat jati diri.

"Golekono Gong Susuhe Angin; Carilah dimana angin bersarang", Mapane atine banyu perwitosari; dimana jantung hati air perwitosari", tapak e kuntul nglayang; jejak burung bangau terbang", Mapane galihe kangkung; letak kayukeras/galih di dalam tanaman kangkung. "Yen wes tinemu jawab e,  saloka sakbanjure yoiku ngudari urip iku sejatine opo, mati iku sejatine opo; bobote pati karo urip yen ditimbang abot endi; setelah mendapat jawabannya saloka berikutnya adalah hidup itu sejatinya apa, mati itu sejatinya apa, berat mati dan hidup kalau ditimbang berat mana. " Rasa welas asih iku teko ngendi watese? Yen shiro turu, melek e mapan ning ngendi, yen shiro melek mapan turu ono ngendi; selanjutnya rasa welas asih itu sampai mana batasnya, ketika kamu tertidur dimana letak terjagamu, ketika kamu terjaga dimana letak tudurmu. "Iki Saloka ngajur-ajer kang kudu diudari naliko pengen nggoleki sejatining diri, anggayuh wedaran kaweruh tuo Sangkan paraning dumadi piwedare Kanjeng Nir Sunan Kalijaga. Laku meper howoning sedulur papat kanggo nggayuh sasmithaning Guru Sejati Kang Dumunung Ing Pancer e diri; Ini adalah saloka Ngajur-ajer (laku arah angin) yang harus dikupas diurai jawabnya ketika hendak mencari jati diri, memaknai llmu hakikat sastra jendra: sangkan paran (jati diri) yang pernah diwedarkan Kanjeng Sunan Kalijaga. Menaklukan kekuatan saudara empat untuk diselaraskan menuju tuntunan murni guru sejati yang berada di pusat hati."

...... ............ ............ ............  ..................

Iki lakuku mbiyen piwulange guruku, dadi nggayuh kaweruh kui yo kudu kuat lakon, laku, njur lekakon, ben ngerti bab rasa, ora mung laku sumebyare klangenan wae njur dadine kegoda pepaese rerupan kang awujud cipto gambare klangenan sedulur papat kang awot howo nepsu.  Mesu  rogo, mesu budhi sudo dhahar kelawan nendro. Kebak wadah jangkep ing pangisi.

; itulah salah satu ajaran guruku, jadi untuk mendapat pencerahan itu harus kuat menjalani proses agar mengerti ilmu bab rasa, tidak hanya tergoda ilusi angan-angan semata ditampaki sosok ini itu yang jatuhnya hanya cipta gambar/ jelmaan mahluk entitas bawah yang memperdayai. Bahkan saudaramu empat jika tak kau taklukan untuk kemudian diselaraskan dia akan menjadi goda kencanamu yang berwujud apapun bahkan konsepsi kesadaran yang menjebak. Harus mau memprihatinkan raga serta  batin, puasa mengurangi makan mengurangi tidur demi terpangkasnya hasrat yang berlebihan yang menjadikan duka cita yang menggelapi perasaan. Begitulah sempurnanya insan yang dipenuhi daya gusti.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Kamis, 19 Juli 2018

Divine Authority

Tidak usah berkompromi saat anda sedang mengalami cobaan dalam hidup anda. Dalam setiap percobaan Tuhan menaruh otoritas -Nya. Tetaplah memenuhi komitmen yang anda cita-citakan, pegang peranan serta prinsip untuk merawat iman anda masing-masing. Siapa beriman atau meyakini sesuatu tanpa bergeser karena percobaan atau mengalami dinamika kehidupan, sesungguhnya dialah yang akan selamat.

Kokohnya kita karena merawat iman bukan dengan mudah  menyerah pada nasib serta keadaan saat mengalami cobaan. Maka anda harus menentukan kedaulatan anda dengan mengenali personalitas serta identitas. Indentitas adalah sesuatu yang membentuk anda setiap hari; lingkungan, pergaulan, ilmu pelajaran, budaya, atau kebiasaan. Sementara personalitas adalah bahan otoritas Illahi yang tertera pada setiap pribadi; talenta-watak, atau karakter dasar (blueprint). Analoginya sebuah pisau yang dibuat dari bahan baja dan titanium tentu berbeda. Bahan baja saat menjadi pisau saat ditempa dan diasah perlu berkali-kali untuk menajamkannya. Sementara bahan titanium tanpa terlalu banyak diasah ia tetap mudah tajam.

Jadi, seperti pisau mengapa saat proses pengasahan kita sering menjumpai kesulitan, karena kebanyakan orang hanya mengaku- menyadari diri sebagai identitas. Tidak pernah benar-benar merenungi ada personalitas di dalam dirinya. Mungkin seorang profesor akan dilihat sebagai profesor oleh rekan-rekannya. Atau dia sendiri menyadari bahwa ia profesor. Ini rata-rata penyimpulan manusia atas dirinya. Padahal profesor itu bentukan identitas bukan personalitas.

Mungkin anda selalu bosan dengan apa yang anda jalani saat ingin menentukan tujuan. Misal dalam kasanah spiritual, ada beberapa orang bermeditasi yang satu mampu melesat pada peningkatan kesadaran yang signifikan, yang lainnya kesulitan untuk mencapai yang seperti dikehendakinya. Padahal mereka sama-sama menggunakan instrumen yang sama. Atau mungkin dalam hal lain. Kencenderungan manusia itu selalu mengukur dirinya dengan orang lain, yang tentunya semuanya tak ada yang benar-benar sama. Mereka hanya kelelahan karena mengira semua hal dalam kehidupan itu sebagai kompetisi termasuk perihal perjumpaan dengan Tuhan (diri sejati).

Saya katakan tak perlu merisaukan apapun, teruslah berjalan serta bertumbuh. Alami segala proses dinamika kehidupan untuk menajamkan diri. Tetap berkomitmen dengan prinsip kasih, hidup ini bukan lini kompetisi atau ukur-mengukur. Kehidupan ini ladang belajar berkomitmen menebar kasih pada sesama. Bersikaplah murah hati pada sesamamu, jangan membenci, jangan mudah patah arah, karena setiap dari anda adalah benih pelita yang datang dari lorong kegelapan. Naiklah hingga dimensi cahaya tertinggi. Ini baru di bumi kelas dimana anda di berikan mata kuliah dengan segala dinamikanya. Jadi terang cahaya untuk menyinari sudut-sudut bumi yang masih gelap gulita.

Dalam bahasa Inggris, murah hati itu "kindnes" dan tidak sama dengan "fondness". Hanya karena kita tidak suka seseorang bukan berarti kita tidak bisa mengasihi dan menunjukan kebaikan kepadanya. Sebab kebaikan adalah sebuah komitmen, dan murah hati adalah prinsip kasih mendalam dari sanubari, disanalah otoritas Illahi  (divine authority) selalu menjalin kemesraan dengan setiap pribadi ! Renungkanlah kebenaran yang yang memerdekaan diri. Bukan pembenaran yang melumpuhkan nurani.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Minggu, 08 Juli 2018

Enlightment

Your day to day life may only persuade you just get by. I want to persuade you to grow and change.
I have experienced the same thing as those who are not aware that their day to day life forces us to surrender to thought. Many people are stuck in a routine of just getting by instead of growing. These people read the daily newspaper headlines full of bad news and think to themselves, “That’s terrible. How can I make it in such an awful world? I’m not talented. I’m not rich. My mother is sick. I’m deeply in debt, my wife / husband is having an affair....... life is tough.”
As your day to day lulls you into settling to just get by, I want to persuade you to grow. I am aware that we need wisdom to understand what God has given us. However, I do not believe that it is better to keep ourselves in a place where we are not able to go after our dreams or hope the bounty of God’s grace.
Remember that you have a deep reservoir of hope inside you that many call God. He is the miracle that is always with you. He is giving you strength every day to solve your problems and walk your own path of destiny. He grants you great fortune, perhaps not in material things, but in the form of your own personal talents, or perhaps exceptional people we know, or strangers that are soon to become friends, or just friendly faces we see in the street. Often we fail to see these daily miracles because our minds are too preoccupied with the riddles and dramas of our daily lives. What a shame it is to miss out on a miracle because we are worried that our bank account isn’t big enough, or that the object of our affections does not feel the same way as we do, and all the other mini tragedies that play out over and over.
We go through life with all the different trials that humans face, each a series of story panels that are written and illustrated by God. Although it may not seem like it sometimes, God has a bigger plan for us. God is in absolute control. If something bad happens, don’t curl up into a ball and tell yourself, “agh.... this sucks. If I can just grit my teeth and hold on for another year.......”
Take a deep breath and put your foot down and say, “I am not just going to get by. I am going to grow. I will move forward no matter what obstacles confront me.”
A friend of mine told me that her life was a mess and she had been suffering through her marriage for years. She had tried her best to hang in there, but that it wasn’t working. She said to me, “Tunjung, at least I’m able to hang in there even though my life and husband are (messed up) like this.” She had a kind of satisfaction in getting by, but I let her know that in her current state she was powerless, and that she had lost her spirit. She was a beautiful young woman, but she had lost her zest for life. I could see she was losing the sparkle in her eye.
I let her know that she can get past this stage in her life, but she cannot continue living in a mindset of just getting through the day. God gives us new opportunities all the time. He gives us the miracle of new challenges that push ourselves to be more than we were the day before. Living by the creed of “just getting by” prevents you from receiving God’s gift. Shake off that idea and tell yourself, “God, I promise on my soul and body that whenever you put me in danger or difficulty I will accept it and use it for my own good. I will go through fire, hunger, floods, inner strife, but I know that this is the time for humility and to receive your miracles. This is the time for me to witness your greatness, which is bigger and more powerful than my own limited mind can imagine. I know you have a bigger plan for me.”
Guard your faith and you will continue to grow and you will find within yourself the solution to all your problems, both of the body and the spirit. I want you to look for opportunities for God to take you to ever greater heights. Look to this year as the best year so far!
I have experience in growing your faith to make it ever more fertile, helping you to keep your joy, and healing your sorrow. This is the advice I give you based on my own experience:
1. Be faithful, say positive things to yourself every day.
2. Give respect to yourself, because you are all you need in your life. Remember to reward
yourself with time for recreation and relaxation. 3. Smile more at all times.

4. Get together with positive people who support you, who have equal vibration in mind and inner feelings.
5. Care about all creatures, great and small, plants and animals, and, of course, people too. When it comes to people, take time to make positive affirmations to all different kinds of people. For example, you could reach out to long lost friends and those who used to be close to your heart. Don’t be afraid to send them a short message with a blessing. You could say, one morning, “Good morning! Hope you have a great day to day. I hope it is a blessed day, full of energy and happiness.”
(Tunjung Dhimas Bintoro)
———————————————————————————————————————————-
There are those who say that just showing up and getting through the day will bring happiness , but I say create your strength and grow so your happiness will bear fruit from inside of you. Happiness that bears fruit is a form of peace.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Kamis, 28 Juni 2018

Cinta


Tau apa kau soal cinta? Cinta bukan sekedar bagaimana dirimu bertatap muka dengannya. Bukan juga selalu berpelukan mesra di ranjangmu yang indah seperti taman surga itu. Cinta itu anugerah, anugerah jika dirimu telah benar-benar nyata mengalami cinta dan kebenaran bahwa dirimu hidup. Tak mudah menggapai cinta dan tak semua manusia bisa menggapai mandat cinta.

Sebagian dari mereka gagal menerima cinta, karena yang mereka temukan hanyalah ikatan serta kehasratan. Sebagian lagi tercabik-cabik dan hancur bahkan dalam pekat serangan kesepian mereka melampiaskannya dengan berganti pasangan bahkan ikatan-ikatan lain. Mengira cinta semudah itu digapai, sungguh ironis. Cinta adalah proses penyucian menuju penyatuan bukan ikat-mengikat raga yang dipalung hukum adap-beradat, cinta memanunggalkan bukan meninggalkan.

Jalannya berat teramat, sedih, duka, lara, remuk redam, hingga sesak dada membuat pribadimu dimatangkan menuju kemenyatuan bahwa cinta adalah anugerah besar menuju keselarasan bukan gapaian bahagia semata. Namun sejatinya cinta itu awal mula okhestra Tuhan di dalam dada yang abadi digenggam pembawanya. Biarpun segalanya memudar namun ingatan waktu akan kembali membangunkan dua sejoli yang berawal dari "SATU" yang membelah menjadi dua untuk kembali menyatu lagi sebagai sarana pemberadaan atas milyaran nafas di jagad raya yang mengisi kisah manusia di alam fana.

.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Saila Azkiya

Selasa, 29 Mei 2018

Berdikari

Berani jujur pada diri sendiri adalah jalan mengenal Tuhan paling sederhana.  Tidak perlu takut dicap atau dilabeli dengan nama apapun entah terburuk atau terbaik.  Kesombongan bukan berarti selalu terproyeksi bagi mereka yang berderajat atas saja yang menduduki pangkat,  derajat,  atau kelas status sosial, justru bagi mereka yang menerima diri apa adanya serta menanamkan sebagai otoritasnya adalah bentuk syukur atas anugerah kehidupan.

Terkadang merasa dan mengaku rendah diri dari orang lain adalah sikap berbeda yang paling merusak,  bisa juga ini adalah kesombongan yang memantul dari kemunafikan karena tak berani jujur pada talenta yang dimiliki.  Kesombongan hadir dari ciptaan lingkungan,  seseorang yang terjebak putaran siklus lingkungan, maka mereka akan merusak mentalnya sendiri.  Selama itu terjadi sesungguhnya mereka telah memvonis diri sendiri untuk menyerah pada nasib.  Dan kutukanpun mengunci paradigma pandangan mereka sendiri. 

Tak perlu campur tangan iblis, selama seperti itu mereka telah jatuh pada neraka yang dibuat oleh sudut pandangannya sendiri.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Fanatik

Saya muslim secara aturan manusia, namun saya bersikap terbuka. Karena Islam tidaknya saya itu adalah hak prirogatif Gusti kata Mbah Nun. Sebagai manusia normal  saya mengaku memilih/ dipilihkan agama oleh lingkungan saya. Namun saya juga menyadari apapun di dalam kehidupan ini adalah probabilitas (bisa iya bisa tidak; bisa A bisa B). Karena Gusti itu Maha Sakarepe Dewe (semaunya sendiri) karena Dialah Sang Maha Penguasa atas perbendaharaan semesta.

Tentunya alasan tersebut membuat saya untuk belajar membuka diri dengan segala hal tentang keberagaman. Karena dalam serangkaian penciptaan semesta ini terdiri dari beragam-ragam, bukan seragam. Saya Islam, tapi juga terbuka untuk berkumpul dengan saudara yang memiliki kepercayaan lain. Selain untuk sesrawungan/silahturahmi antar kemanusiaan, saya juga terbuka untuk belajar tentang apa yang diajarkan oleh agama/ kepercayaan mereka anut.

Simpelnya penalaran saya seperti ini, kehidupan adalah sekolah dan mati adalah ujian akhir. Untuk kemudian menjadi penentuan lulus ke jenjang kelas surga atau neraka. Serta agama dan kepercayaan adalah kurikulum mata pelajarannya. Sementara malaikat kubur diperintah Gusti menjadi juru tes atas ujian tersebut. Lantas mengapa saya islam, tapi membuka diri untuk belajar segala hal tentang pengertian segala aliran, agama, kepercayaan, dan keyakinan dalam kehidupan? Karena semua masih rahasia illahi dan probabilitas. Dan saya memahami selama hidup untamanya manusia itu adalah belajar.

Saya Islam dan tekun belajar ayat-ayat berteks bahasa arab, sementara saya mati ternyata malaikat memberi soal ujian dengan teks bahasa jawa, yahudi, inggris, dll. Nah celakalah saya. Sementara kematian adalah tertutupnya pintu tobat serta keterlambatan berbuat. Paling parah yang saya kawatirkan malaikat bilang "Kamu itu di hakkan oleh Gusti menjadi seorang kejawen/kristen/budha? terus kamu sok-sok berani mengaku islam dan tidak mengakui atau mau terbuka belajar tentang materi agama/kepercayaan lain, selama hidupmu. Kamu bebal sekali hingga sekarang kamu gak lulus tes alam kubur. Sudah sana semua terlambat, masuk neraka paling bawah (paling inti). Rapormu merah semua. Pasti selama hidup kamu ini sombong suka nasehatin orang pakek ayat tapi kamu gak mengupas makna ayat itu. Memalukan junjunganmu Nabi Suci Rasulluloh! ".  Terkutuklah kamu !

~ Tunjung Dhimas Bintoro

.................... ......................... ..................... ..............

Foto by: IG. Conciousfibrancy

Selasa, 08 Mei 2018

Citra Diri Bagian 2

Bicara soal kasunyatan, memang harus berani melakukan observasi melalui serangkaian laku pengalaman tertentu. Jatuhnya tidak hanya pada konsepsi penilaian belaka. Manusia terlunta-lunta oleh segala jebakan konsepsi lingkungan sekitarmya. Tampaknya dunia fana terlampau sering membuat manusia patah hati oleh segala kepalsuannya.

Seorang artis boleh saja dikagumi karena parasnya, karena brandingnya di media layar maya. Pencintraan yang membuat jantung penikmatnya seakan lupa untuk berdenyut ritmis. Ada pula seorang guru spiritual yang mempesona, disungkani karena kewibawaannya dalam membabarkan kaweruh. Ada pula seorang profesor yang diapresiasi karena penemuannya. Atau seorang musisi yang disoraki karena kepiawaiannya membawakan irama musik. Dan masih banyak lagi. Sesungguhnya pencitraan itu akan lekat pada hukum sebab akibat. Antara siapa yang membutuhkan dan siapa yang dibutuhkan. Kemelekatan hanya bagian dari cara menyadari adanya rasa patah hati untuk pendewasaan. Semua ini bukan masalah larangan (boleh atau tidak boleh). Sejatinya semua adalah lembaga kehidupan yang kasunyatan.

Tak perlu kawatir di cap dengan penilaian apapun dalam hidup, utamanya adalah selalu berkesadaran dan menikmati serangkaian prosesnya. Bilamana masih terdengar suara mengatakan kita bohong dan sombong. Yang perlu kita lakukan adalah abai dan melampauinya. Mereka yang berkata seperti itu sebenarnya sedang sakit, akibatnya dengan tak sadar mereka telah merongrong dirinya sendiri jatuh ke lembah kemunafikan. Anda berhak membayar apapun yang anda lakukan. Bukan orang lain yang membayarnya. Jadi jangan pedulikan penghakiman itu. Jangan biarkan siapapun mengendalikan anda. Ikuti irama anda, dengan tuntunan rasa sejati anda sendiri. Selami diri mendalam, untuk melepas segala hijab kemerdekaan batin.

Perihal tuduhan tentang, ilusi, konsepsi, kebohongan yang sering bertumpahan menghakimi itu. Bagi hikmat saya iapun bagian kebenaran yang harusnya kita lampaui. Karena sejatinya awal mula dan akhir tujuan adalah "Suwung" tak ada apa-apa lagi.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Rabu, 02 Mei 2018

Persaudaraan Setia Hati Terate


Manusia menurut ajaran PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE (PSHT) adalah "sejatining hurip" atau kehidupan sejati manusia adalah kehidupan yang sebenarnya, tiada kehidupan jikalau tanpa manusia takdir-takdir Tuhan pun tidak dapat dijelaskan diceritakan. Manusia juga merupakan bagian dari alam karena manusia memiliki anasir-anasir dari alam sebagai penjelmaan dari Sang Sumber Kehidupan. 

Anasir-anasir tersebut "sedulur papat" atau nafsu empat diantaranya api, air, udara, bumi yang melindungi pancer (RUH) yang dipinjamkan pada manusia oleh Sang Pencipta. Pada ajaran budi luhur manusia akan mencapai titik pusat (causa prima) bila saja mereka mampu memelihara dan mengendalikan empat nafsunya tadi, dengan mengenal diri pribadinya dalam konsep pemahaman, perenungan, dan penghayatan maka mereka akan mampu mengenal dan menyatu dengan Tuhanya.

Namun kebanyakan manusia merusak dirinya dengan nafsu dan lingkungannya yang melibatkan nafsu, hasrat, pikiran, cipta, karsanya keluar dari jalur keseimbangan (Azas Ketuhanan). PSHT dalam ajarannya mengenalkan istilah kistelek dalam agama adalah makrifat hal tersebut merupakan hakikat pemahaman tertinggi yang di dapatkan dari inti diri melalui penyadaran dan keyakinan, hanya mungkin apabila panca indera dan badan wadag berfungsi dengan baik dan diri kita (rasa, akal, pikiran) terlatih menghadap kedalam. Bila rasa, akal, pikiran dan kehendak menjadi sinkron dengan fungsi hati sanubari akan mendekatkan diri kita menjadi manusia yang utuh yang sanggup menerima, menghayati dan melaksanakan tugas dan anugerah ILLAHI. 

Selain itu alasan mengapa bagi setiap anggota maupun calon anggota PSHT harus belajar pencak silat karena pencak silat merupakan sarana utama untuk memperoleh badan yang sehat, trampil, trengginas, percaya diri dan perasa termasuk di dalamnya, istilah pencak silat mengandung unsur olahraga, seni, bela diri dan kistelek (kebatinan). Pencak silat adalah hasil budaya manusia untuk membela atau mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya). Pencak silat mampu membentuk 4 ranah yaitu olahraga, olah hati, olah rasa, olah karsa. 

Karakter yang dibangun yaitu dari nilai keolahragaannya nilai tangguh dan berdaya tahan, disiplin, sportif, bersahabat, kompetitif, ceria, kerjakeras, jiwa patriotik, nasionalis, jujur, dan mampu berkompetisi (Haryani, 2013: 10). Sehingga pencak silat dan SH tidak bisa terpisahkan dari tujuan asas membentuk manusia SH seutuhnya ini merupakan bagian telaah dari pandangan filsafat tataran epistemologi. Menurut Saefullah, (2004: 10) Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan yang lain, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal. Yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni, dan kebaikan moral.

Untuk itu ruang lingkup filsafat dalam tataran epistemologi dalam peranan memberi pikiran dan perasaan agar mampu dicerna dan dipahami yang dibubuhkan dalam bentuk ajaran pencak silat yang mewakili daya serap ketubuhan yang meliputi gerak raga pada esensi seni, gerak pikir esensi logika dan penalaran, gerak jiwa esensi etika disinilah ruang moral dan karakter terkontruksi. Dalam pada itu sebagai perwujudannya erat hubungannya dengan pelajaran jurus pencak silat PSHT. Disini lah keterkaitan ajaran organisasi PSHT dengan pendidikan jasmani olahraga yang merupakan rumpun pohon ilmu keolahragaan dalam meta-teorinya, tujuan pendidikan olahraga adalah mengantarkan generasi muda yang sehat untuk membentuk satu masyarakat yang sehat hingga membesarlah menjadi konsep bangsa yang sehat, karena di dalam tubuh yang sehat terdapat  jiwa yang kuat. 

Pencak silat dalam organisasi PSHT merupakan dasar-dasar gerak ketubuhan yang memiliki esensi jasmani olahraga dimana misinya juga ikut menciptakan tubuh sehat dan jiwa kuat yang sering disebut jiwa setia hati, serta disanalah penanaman butir nilai kebudayaan yang merupakan pencak silat sebagai sarananya. Maka dengan demikian nilai karakter luhur dan moral, sesuai dengan ungkapan Mulyana (2013: 85) bahwa jika dalam konteks kekinian pencak silat masih sangat relevan sebagai alat pendidikan dalam membentuk karakter bangsa Indonesia yang dirasa mulai kehilangan jati dirinya.

Dikutip dari Tesis:

"COMPREHENSIVE APPLICATION OF PHILOSOPHICAL PENCAK SILAT PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE IN DAILY LIFE OF REGENCY OF MAGETAN COMMUNITY ON ORGANIZATION BOARD TRANSITION"  

By : Tunjung Dhimas Bintoro

Sabtu, 28 April 2018

Berserah

Sikap berserah itu bukan lantas menyerah yang berarti orang yang berputus asa serta kemudian melahirkan sikap apatis yang diakibatkan oleh tumpukan hasrat yang membuat pergumulan perasaan yang menutup kesadaran Illahi pada diri setiap pribadi. Sehingga mempengaruhi ketidakselarasan pada dirinya. Berserah adalah menyelami diri sedalam-dalamnya, untuk kemudian mengosongkan diri dari ramainya hasrat-hasrat keakuan yang membuat derivasi kesadaran illahi turun menjadi kesadaran manusiawi. Saat kesadaran manusiawi disuwungkan maka Tuhan atau Gusti akan mengisinya. Maka daya Gusti akan bekerja dengan sendirinya.

Sikap berserah adalah bentuk kepasrahan total dari inti diri (sumeleh/shareh). Menyerah dengan kesadaran: dalam kondisi sadar bahwa ada sesuatu yang besar, penuh welas asih, bijaksana, berwibawa di dalam diri sendiri yang bekerja hidup serta menghidupkan,   bukan dengan kebingungan, ketakutan, kekalutan, serta pergumulan. Maka munculah istilah mangening, prosesi menyelami diri untuk terhubung dengan Guru Sejati atau posisi meditasi/samadhi dalam kondisi ini diri sedang menjadi pengamat atas dirinya sendiri (aku mengamati/ menyaksikan) segala bentuk perbendaharaan seluruh realitas atas aku dan AKU. Realitas makro dan mikro kosmos.

Setelah itu munculah beberapa pengertian yang holistik tanpa batasan.Pengertian ini baru bisa disaksikan serta di pahami dengan bahasa rasa sejati (qolbu) atau kitab teles. Kemudian proses ini berlanjut pada istilah manekung/mangenung. Manekung/mangenung adalah proses merenungi dari apa yang tertangkap dari bentuk cerapan panca indriyawi (batin/rasa sejati) dari proses mangening untuk selanjutnya di cocokan dengan cerapan panca inderawi. Lebih sederhananya dimana prosesi ini adalah menerjemahkan bahasa rasa sejati dalam bentuk penalaran otak untuk kemudian menuju prosesi istilah Mangegung atau terbukalah segala lapisan hijab-hijab selubung diri.

Mangegung adalah tujuan atas pencarian serta penyempurnaan diri. Dimana bahasa rasa sejati bisa diterjemahkan oleh nalar. Proses dimana rasa dan pikiran selaras karena serangkaian laku penyingkronan yang telah dijalani. Maka berserah atau suwung akan dialami bagi mereka yang mau mengosongkan diri atau benar-benar tekun untuk menyelami dirinya sendiri, untuk  mendapat tuntunan dari sang guru sejati. Dengan begitu niscaya keselarasan, kebahagiaan, dan kecemerlangan hidup akan dicapai oleh setiap pribadi.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Ilmu Bukan Barang Dagangan


Sejatining ngelmu kui ora keno dol tinuku, Ilmu kui amung titipan dermo urip, mergo sarano ilmu, uong biso urup. Urup ngempakne panggraitane, iso mbel sak dulito ngurip ngurupi anggone sesandang, pangan, papan. Tumuju marang mapane urip  sampornane pati.

Artinya: Ilmu itu sejatinya memang bukan barang yang diperjual belikan, Ilmu itu hawa lembut titipan Gusti. Karena dengan  ilmu manusia bisa menyala. Menyalakan sifat penginderaannya. Bisa menggerakan sifat-sifat Gusti yang menggatra pada dirinya untuk menghidupi-merawat- mengangkat martabat atas gatra/organ-organ tersebut dengan kebutuhan sesandang, pangan, dan papan. Agar menuju hidup yang mapan, dan mati yang sempurna. Begitulah hakikat bersyukur yang sebenarnya.

Iilmu memang bukan suatu barang yang memang bisa diperjual belikan. Karena ilmu itu hawa pengertian dari yang maha mempribadi. Di tulis oleh-Nya dalam satu keutuhan tubuh pribadi. Sanepan filosofi ajaran jawa sangatlah bijaksana. Dari situ hendaknya setiap kata itu diungkap serta dimaknai agar tidak salah kaprah hingga memicu kesalahpahaman pada pengertiannya.

Ilmu itu sesuatu yang bisanya dibagikan, untuk memicu pengetahuan, pengertian, dan pemahaman pribadi dalam mencari penjelasan atas anugerah Sang Maha Mempribadi. Dibagikan dengan tulus dan penuh kasih. Ketulusan itu datangnya dari pusat hati, bukan sesuatu yang disuarakan oleh jebakan konsepsi lingkungan umum.

"Ilmu iku ketemune sarono laku, angel e yen durung ketemu"

Artinya: Ilmu itu ketemunya karena laku pembuktian-oserving, sulitnya bila belum ketemu.

Banyak cara orang untuk berbagi serta mencari tentang ilmu, ada yang menuliskan pada buku-lontar, ada yang berbicara langsung (verbal direction), lewat sarana prasarana institusi (sekolah, universitas, pesantren) entah yang formal ataupun non formal. Untuk pencarinya, ada yang melakukan serangkaian laku puasa, kungkum di air, naik turun gunung, atau menemukan guru dari alam sunya ruri ataupun pembimbing manusia.

"Jer Basuki Mawa Bea"

Artinya: Segala sesuatu untuk menggapai tujuan, butuh biaya.

Ketika seorang membagikan ilmunya melalui karya menulis, melukis, serta verbal linguisitik disitulah yang hendaknya dihargai. Bukan ilmunya yang dijual/dibayar, melainkan karya inovasinya dalam menyampaikan. Karena sejatinya hidup merekapun sama dengan yang lain. Butuh sanggeman urip, sandang, pangan, papan sebagaimana telah menjadi kasunyantan kehidupan.

Saat menulis, mereka butuh tenaga, bahan untuk mencetak buku, yang tentunya semua perlu pengeluaran finansial. Saat menyampaikan secara verbal juga membutuhkan makanan, minuman, atau rokok sebagaimana kebutuhan jasmaniah yang diperlukan. Atau ketika mengajar di institusi
tentunya tenaga ketubuhan si pengajar dan sarana-prasarana juga butuh finansial untuk pengelolaanya. Jadi kalau bicara soal ketulusan dan pengabdian itu tidak serta merta tentang sesuatu yang gratis. Namun lebih mengamati seksama, menyadari kasunyantan kehidupan. Utamanya meningkatkan kesadaran untuk membenahi mental miskin hingga berubah menjadi mental kaya. Agar hidup selaras sejahtera hingga berbuah suka cita dari dalam diri.

Jadi, yang tidak bisa dibeli atau dibayar itu adalah proses pencapaian ilmu dari perjalanan setiap pribadi. Namun media, alat, serta sarana-prasarananyalah yang tetap membutuhkan upah atau biaya sesuai tata letak penggunaannya. Yang sejatinya itu menjadi bagian dari kasunyatan laku semesta dan kehidupannya.

Klaten, 29 April 2018.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Healing Your Soul


Manusia memiliki musuh paling mengerikan dalam hidupnya yaitu siklus perasaan yang mengalami pergumulan. Pada saat seperti itu sering membuat dirinya kehilangan visitasi Tuhan, sehingga menimbulkan kekeruhan pandangannya dalam menyikapi fenomena kehidupan.

Saat kondisi siklus ini terus bergumul atau berputar, manusia akan sulit menerima pencerahan. Bahkan nasehat bijakpun minim terserap masuk dalam penalaran. Adanya justru katarsis pola pandang yang sehat menjadi pola pandang yang pendek, keruh, serta kehilangan arah. Tak jarang sang pemberi motivasipun kadang ikut teradiasi oleh energi dari si korban, sehingga ikut membuatnya merumit. Paling ekstream saat pandangan sehat ini terenggut, manusia bisa melakukan bunuh diri, dalam rangka memutuskan beban yang dideranya.

No, Man..., you still have choice for change. Saya beritahukan pada anda, bahwa anda salah besar jika melakukan hal bodoh tersebut.  Anda perlu tahu setiap adanya kita adalah keajaiban yang pernah ada, jangan rusak keajaiban itu dengan kutukan atas pergumulan perasaan tersebut. Mungkin  suami atau istri anda selingkuh, ekonomi sulit, bahkan orang-orang disekelilingi anda mengutuki/ menghakimi anda, atau entah hal apapun yang membuat anda porak-poranda. Tak perlu kawatir Tuhan ada didalam anda, Tuhan belum menyelesaikan naskah cerita anda. Semua terjadi untuk media pembelajaran jiwa-jiwa anda agar lebih matang.

Saat terjadi siklus pergumulan, yang perlu anda lakukan adalah penenangan. Jangan panik serta jangan mengambil keputusan apapun sampai suasana perasaan itu tenang/surut. Masuk ke ruang kosong. Atau sisakan waktu untuk anda sendiri. Cari waktu untuk intim dengan Tuhan. Jangan berkumpul dengan orang-orang yang membuat anda semakin kerdil dan rumit. Karena statement mereka yang tidak bertanggung jawab. Berkumpulah dengan orang-orang yang penuh keselarasan, memberi motivasi, peduli, serta tulus mendampingi anda selama masa penyembuhan.

Lebih utamanya, sabdakan diri anda bangkit bersama sesuatu yang besar. Ulangi afirmasi sabda itu sampai anda merasakan resapannya. Sadari bahwa anda mau untuk berubah, untuk kesembuhan serta pencerahan. Not worries, prepare your self, God sending great message for you. Sadari, bahwa kalau kita mau dipakai Tuhan untuk mengerjakan karya-Nya, kita persiapan sesuatunya mulai dari diri: Perasaan, mental, pikiran, serta materi. Apapun yang kita punyai. Karena sejatinya kita sedang mengingatkan Tuhan melalui diri kita sendiri, bahwa Ia pun butuh kita untuk berkarya sebagai rupa-Nya.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Bangkitlah Jiwa Agung Nusantara


Saya baru menyadari bahwa selama ini saya masih terselimuti oleh selubung paradigma pikiran serta ego sendiri. Walaupun sudah tekun belajar ilmu warisan leluhur yang konon piningit (rahasia sekali) yaitu ilmu Sastra Jendra Hayuningrat,  Ilmu yang dilarang disebarkan sembarangan dan harus dirahasiakan dalam tradisinya yang kini telah terlanjur menjadi budaya masyarakat. Hingga kemudian teman seperjalanan mengingatkan saya, bahwa leluhur kita mewariskan ilmu berdasarkan pendalaman budhi, yang tentunya memiliki nilai-nilai luhur untuk memapah jalan kehidupan. Ilmu ini juga tak kalah dengan ajaran-ajaran dari tanah sabrang yang kini membanjiri bumi nusantara. Pertanyaannya kenapa harus di pingit? atau dirahasiakan, sementara generasi kita nyatanya semakin dikebiri serta nyaris kehilangan jati dirinya.

Konon ilmu ini tidak boleh ditulis, saking rahasianya. Saya tegaskan itu salah kaprah, leluhur nusantara sudah mewarisi tradisi menulis sebelum peradapan tanah sabrang itu membukukan wahyu-wahyu nabinya dalam kitab-kitab untuk kepentingan ekpansional. Leluhur kita bahkan mengemasnya secara apik, mentransfer dalam benda pusaka keris, sisanya ditulis oleh empu dan resi-resi dalam sebuah lontar-lontar manuskrip dan disusun dalam berbagai kitab-kitab kuno. Terbukti darah kapujanggan sudah mengaliri kesadaran leluhur kita di masa itu.

Lebih dahsyatnya ajaran-ajaran itu diterakan dalam bentuk data biomagnetik atau komputerisasi canggih yang terkadang sulit di logikakan. Hardisk-hardisk itu adalah Candi yang memiliki daya energi baik serta ukiran-ukiran nan indah. Candi juga merupakan portal untuk mengakses data kelangitan agar tersambung dengan para leluhur agung yang sudah berada pada tataran dimensi Sumber (Tuhan). Namun sungguh memprihatinkan bahwa kepentingan ekpansional tanah sabrang atau asing telah membuat usaha untuk melenyapkan, merusak, serta menghapuskan warisan-warisan arif tersebut agar anak bangsa kehilangan jati dirinya.

Saya menangis ketika berkunjung ke salah satu candi peninggalan leluhur,  ketika melihat para pemuda-pemudi membuat tempat tersebut sebagai wahana wisata kehasratan semata,  serta kurangnya kesadaran penduduk setempat untuk menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan candi tersebut, membuat miris. Sudah sekronis inikah karakter bangsa ini semenjak kesadaran jati diri hilang pada setiap pribadi nusantara yang sebagian lupa serta lebih mengorientasikan  dan membanggakan pada tanah sabrang (asing) daripada tanah ibu pertiwinya sendiri.

Semenjak itu saya terpanggil untuk turut andil menyebarluaskan ilmu sastra jendra warisan nusantara, mungkin ini salah satu pengabdian saya pada tanah sumpah serapah ini. Tak ada yang dirahasiakan perihal ilmu arif ini, itu bentuk peninggalan pandangan  paradigma yang dibentuk oleh misionaris untuk kepentingan ekspansi. Justru ilmu yang harusnya dirahasiakan adalah ilmu pembuatan bom serta nuklir,  ini yang berbahaya karena ini jelas nyata dampak buruknya bagi peradapan kelangsungan hidup umat manusia.

Sastra Jendra adalah ajaran luhur yang tak lagi harus disengker atau dirahasiakan. Ajaran ini mengantarkan umat manusia menuju hakikat kesadaran yang luas, terbuka, berazaskan Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, keadilan serta pencerahan bagi tatanan hidup berdasarkan hukum realitas Agung. Sastra Jendra mawedarkan ilmu bab rasa sejati serta untuk menggapai tuntunan sukma sayekti (guru sejati) untuk mencapai tujuan hidup memayu hayuning bawana tata tentrem karta raharja.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Utamaning Sarira


(Nuruto karepe urip, ojo nuruti uripe karep) ikutilah kehendak hidup, jangan mengikuti kehendak obsesi diri. Ijinkan diri kita terus belajar menyadari pesan-pesan semesta, kemudian menangkap serta mengikuti alur semesta yang tepat diperuntukan pada kita, belajar dan belajar untuk meningkatkn level kesadaran. Rasa takut itu wajar, utamanya tugas kita melawan dan melampaui hal itu untuk bertumbuh. Jatuh bangun itu hanyalah sarana pembelajaran. Tak ada manusia bangkit  menjadi pejuang hebat, tanpa rasa sakit dan kejatuhan.

Semua semata-mata untuk mematangkan jiwa. Pandanganpun harus terus diperbaharui dan terbuka. Jangan menyerah pada nasib, serta situasi-kondisi. Karena apa yang kita pikirkan sekarang, belum tentu benar dimasa mendatang. Saya merenungkan bahwa dunia ini tidak permanen, namun berubah-ubah dalam siklusnya, jadi berani menjalani serta membuka diri pada setiap perubahan itu adalah tanda-tanda kesadaran Illahi sedang diproses untuk mengisi tubuh pribadi. Agar terbuka hijab-hijab dalam diri. Serta diri ini mampu menjalani perannya masing-masing dengan berkesadaran. (Sak olo-olone uong isik bejo wong kang eling). Seburuk-buruknya manusia masih beruntung dia yang berkesadaran, jadi lebih baik berlaku diskursus moral dengan berkesadaran, daripada bermoral  namun tidak berkesadaran/ hanya sebagai kedok.

Orang berkesadaran adalah unggulnya pribadi karena terhubung dengan Gusti, berani seksama mendengarkan dentum suara hatinya.  Berani menjadi diri sendiri dengan sadar akan segala kosekuensi. Keterbukaanpun terjadi, bisa menempatkan diri dimanapun, kapanpun, sesuai situasi dan kondisi (mapan lan papan). Hasilnya saat ajalpun menjemput mereka mengerti bahwa dualitas hanya perlu dilampaui. Dan tubuhpun terlepas dengan ringan tanpa kemelekatan saat berjalan ke dimensi lain.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Rabu, 11 April 2018

Ascended Master

Ascended master adalah pribadi yang telah mencapai kesadaran penuh kemenyatuan dengan Sang Sumber Hidup/Hyang Suwung.  Mereka telah mencapai kemurnian jiwa sehingga Kuasa Atmannya benar-benar nyata.  Dengan kata lain mereka adalah pribadi-pribadi yang telah tercerahkan.  Dengan begitu, mereka bisa meningkatkan vibrasi energinya ke frekuensi cahaya yang lebih tinggi.  Dengan mereka bisa datang dan pergi dari bumi tanpa melalui siklus kelahiran dan kematian.  Saya pribadi mendapatkan wawasan tentang Acended Master ini dari salah satu peserta Workshop Mahadaya Suwung yang juga anggota Teosofi, yaitu Pak Hardiman Wiratna.  Kami sering bertukar informasi; tentu saja darinya saya mendapatkan kajian spiritual dalam sudut pandang Teosofi termasuk mengenai Ascended Master ini.  Dan saya menimbang memang dalam banyak hal, ada kesamaan antara apa yang saya ajarkan dan tuliskan dengan ajaran-ajaran yang ada di Teosofi.  Karena itulah saya perlu menuliskan tentang Ascended Master.

Selain itu, praktisi Sastrajendra di masa modern, tentu saja bersentuhan dengan para Ascended Master ini, karena para praktisi Sastrajendra menjadi bagian dari Lightworkers (Pekerja Cahaya) di bumi.   Sementara para Lighworkers pada umumnya diasuh oleh atau terhubung dengan Ascended Master.  Saya hendak menyampaikan beberapa nama Ascended Master yang cukup popuer.
Yang pertama adalah Sanat Kumara. Ia diungkap dalam tradisi Sanata Dharma dan dipopulerkan oleh Helena Blavatsky, tokoh Teosofi.  Sanat Kumara semula ada di Planet Venus,  Ia datang ke Bumi menggunakan pesawat etherik ribuan tahun silam.  Dengan dibantu beberapa koleganya, Sanat Kumara berhasil membimbing manusia era kedatangannya untuk mencapai kesadaran tinggi, sehingga sempat terjadi jaman keemasan secara spiritual.
Sanat Kumara yang memang membawa missi penyelamatan Bumi, dikenal dengan nama lain dalam tradisi yang berbeda: di India ia dikenal sebagai Kartikeya, sementara di kalangan Sufi ia dikenal sebagai Nabi Khidir.
Nama berikutnya adalah Master Saint Germain.  Dia dikenal sebagai manusia paling misterius yang pernah ada dalam sejarah. Dia adalah salah satu mistikus paling terkenal di Eropa.  Dia sangat dihormati dan dianggap sebagai “Orang Suci” oleh berbagai kelompok esoteris seperti Theosofi, Rosicrucian, Freemasonry, Ascended Master Teaching serta komunitas New Age pada umumnya.

St Germain adalah salah satu dari Master Kebijaksanaan Kuno. Sebagai seorang Ascended Master, Saint Germain diyakini memiliki banyak kekuatan magis seperti kemampuan untuk teleportasi (berpindah tempat dalam sekejap), terbang melayang, berjalan menembus dinding, mengubah logam menjadi emas atau permata, menginspirasi orang dengan telepati dan sebagainya. Helena Blavatsky pendiri Theosophical Society mengatakan bahwa St. Germain adalah salah satu dari Masternya dan bahwa St. Germain telah memberikan dokumen rahasia ilmu Misteri Kuno kepadanya.
Berikutnya kita sebutkan El Morya.   Tokoh ini berinkarnasi sebagai Abraham yang dikenal sebagai nabi besar dalam tradisi Semitik, pria bijaksana Melchior, Arthur raja Britons, Thomas Becket, Thomas More, dan Sultan Akbar kaisar terbesar Mogul.  El Morya berasal dari Mercurius dan merupakan anggota Persaudaraan Putih. Dia bekerja dengan malaikat Michael dan ia adalah chohan atau master cahaya pertama. 

Saya mencukupkan menyebutkan tiga nama.  Tentu masih banyak Ascended Master lainnya yang dikenal di berbagai belahan jagad dengan berbagai nama.  Pesan pentingnya adalah, mereka bisa menjadi opsi dari Guru Suci/Guru Niskala bagi para pejalan spiritual berorientasi pada peningkatan kesadaran dan penyempurnaan jiwa.  Dalam laku spiritual yang kita jalani, bisa saja kita terhubung dengan mereka saat frekuensi vibrasinya selaras.  Dan yang pasti, disadari ataupun tidak, kita bekerjasama dengan seluruh Ascended Master itu dalam meningkatkan kesadaran kolektif dan menjadikan Bumi yang lebih damai dan penuh harmoni.

by: Setyo Hajar Dewantoro

Selasa, 10 April 2018

Bangkitlah Jiwa Agung Nusantara


Saya baru menyadari bahwa selama ini saya masih terselimuti oleh selubung paradigma pikiran serta ego sendiri. Walaupun sudah tekun belajar ilmu warisan leluhur yang konon piningit (rahasia sekali) yaitu ilmu Sastra Jendra Hayuningrat,  Ilmu yang dilarang disebarkan sembarangan dan harus dirahasiakan dalam tradisinya yang kini telah terlanjur menjadi budaya masyarakat. Hingga kemudian teman seperjalanan mengingatkan saya, bahwa leluhur kita mewariskan ilmu berdasarkan pendalaman budhi, yang tentunya memiliki nilai-nilai luhur untuk memapah jalan kehidupan. Ilmu ini juga tak kalah dengan ajaran-ajaran dari tanah sabrang yang kini membanjiri bumi nusantara. Pertanyaannya kenapa harus di pingit? atau dirahasiakan, sementara generasi kita nyatanya semakin dikebiri serta nyaris kehilangan jati dirinya.

Konon ilmu ini tidak boleh ditulis, saking rahasianya. Saya tegaskan itu salah kaprah, leluhur nusantara sudah mewarisi tradisi menulis sebelum peradapan tanah sabrang itu membukukan wahyu-wahyu nabinya dalam kitab-kitab untuk kepentingan ekpansional. Leluhur kita bahkan mengemasnya secara apik, mentransfer dalam benda pusaka keris, sisanya ditulis oleh empu dan resi-resi dalam sebuah lontar-lontar manuskrip dan disusun dalam berbagai kitab-kitab kuno. Terbukti darah kapujanggan sudah mengaliri kesadaran leluhur kita di masa itu.

Lebih dahsyatnya ajaran-ajaran itu diterakan dalam bentuk data biomagnetik atau komputerisasi canggih yang terkadang sulit di logikakan. Hardisk-hardisk itu adalah Candi yang memiliki daya energi baik serta ukiran-ukiran nan indah. Candi juga merupakan portal untuk mengakses data kelangitan agar tersambung dengan para leluhur agung yang sudah berada pada tataran dimensi Sumber (Tuhan). Namun sungguh memprihatinkan bahwa kepentingan ekpansional tanah sabrang atau asing telah membuat usaha untuk melenyapkan, merusak, serta menghapuskan warisan-warisan arif tersebut agar anak bangsa kehilangan jati dirinya.

Saya menangis ketika berkunjung ke salah satu candi peninggalan leluhur,  ketika melihat para pemuda-pemudi membuat tempat tersebut sebagai wahana wisata kehasratan semata,  serta kurangnya kesadaran penduduk setempat untuk menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan candi tersebut, membuat miris. Sudah sekronis inikah karakter bangsa ini semenjak kesadaran jati diri hilang pada setiap pribadi nusantara yang sebagian lupa serta lebih mengorientasikan  dan membanggakan pada tanah sabrang (asing) daripada tanah ibu pertiwinya sendiri.

Semenjak itu saya terpanggil untuk turut andil menyebarluaskan ilmu sastra jendra warisan nusantara, mungkin ini salah satu pengabdian saya pada tanah sumpah serapah ini. Tak ada yang dirahasiakan perihal ilmu arif ini, itu bentuk peninggalan pandangan  paradigma yang dibentuk oleh misionaris untuk kepentingan ekspansi. Justru ilmu yang harusnya dirahasiakan adalah ilmu pembuatan bom serta nuklir,  ini yang berbahaya karena ini jelas nyata dampak buruknya bagi peradapan kelangsungan hidup umat manusia.

Sastra Jendra adalah ajaran luhur yang tak lagi harus disengker atau dirahasiakan. Ajaran ini mengantarkan umat manusia menuju hakikat kesadaran yang luas, terbuka, berazaskan Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, keadilan serta pencerahan bagi tatanan hidup berdasarkan hukum realitas Agung. Sastra Jendra mawedarkan ilmu bab rasa sejati serta untuk menggapai tuntunan sukma sayekti (guru sejati) untuk mencapai tujuan hidup memayu hayuning bawana tata tentrem karta raharja.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Berserah

Sikap berserah itu bukan lantas menyerah yang berarti orang yang berputus asa serta kemudian melahirkan sikap apatis yang diakibatkan oleh tumpukan hasrat yang membuat pergumulan perasaan yang menutup kesadaran Illahi pada diri setiap pribadi. Sehingga mempengaruhi ketidakselarasan pada dirinya. Berserah adalah menyelami diri sedalam-dalamnya, untuk kemudian mengosongkan diri dari ramainya hasrat-hasrat keakuan yang membuat derivasi kesadaran illahi turun menjadi kesadaran manusiawi. Saat kesadaran manusiawi disuwungkan maka Tuhan atau Gusti akan mengisinya. Maka daya Gusti akan bekerja dengan sendirinya.

Sikap berserah adalah bentuk kepasrahan total dari inti diri (sumeleh/shareh). Menyerah dengan kesadaran: dalam kondisi sadar bahwa ada sesuatu yang besar, penuh welas asih, bijaksana, berwibawa di dalam diri sendiri yang bekerja hidup serta menghidupkan,   bukan dengan kebingungan, ketakutan, kekalutan, serta pergumulan. Maka munculah istilah mangening, prosesi menyelami diri untuk terhubung dengan Guru Sejati atau posisi meditasi/samadhi dalam kondisi ini diri sedang menjadi pengamat atas dirinya sendiri (aku mengamati/ menyaksikan) segala bentuk perbendaharaan seluruh realitas atas aku dan AKU. Realitas makro dan mikro kosmos.

Setelah itu munculah beberapa pengertian yang holistik tanpa batasan.Pengertian ini baru bisa disaksikan serta di pahami dengan bahasa rasa sejati (qolbu) atau kitab teles. Kemudian proses ini berlanjut pada istilah manekung/mangenung. Manekung/mangenung adalah proses merenungi dari apa yang tertangkap dari bentuk cerapan panca indriyawi (batin/rasa sejati) dari proses mangening untuk selanjutnya di cocokan dengan cerapan panca inderawi. Lebih sederhananya dimana prosesi ini adalah menerjemahkan bahasa rasa sejati dalam bentuk penalaran otak untuk kemudian menuju prosesi istilah Mangegung atau terbukalah segala lapisan hijab-hijab selubung diri.

Mangegung adalah tujuan atas pencarian serta penyempurnaan diri. Dimana bahasa rasa sejati bisa diterjemahkan oleh nalar. Proses dimana rasa dan pikiran selaras karena serangkaian laku penyingkronan yang telah dijalani. Maka berserah atau suwung akan dialami bagi mereka yang mau mengosongkan diri atau benar-benar tekun untuk menyelami dirinya sendiri, untuk  mendapat tuntunan dari sang guru sejati. Dengan begitu niscaya keselarasan, kebahagiaan, dan kecemerlangan hidup akan dicapai oleh setiap pribadi.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Selasa, 13 Maret 2018

Nitis bagian 2

Kematian adalah momok paling menakutkan serta menjadi tanda tanya besar bagi sesuatu yang hidup kususnya manusia. Kematian juga menjadi alasan manusia untuk memilih beragama, berkeyakinan, serta mencari jalan untuk menuju hakikat kematian itu sendiri. Kematian bukanlah akhir. Kematian bukan pula hal yang perlu ditakuti berlebihan.

Kematian adalah jalan tempuh untuk mendapat otoritas pembelajaran dalam akses studi kehidupan. Maka kematian sesungguhnya adalah media untuk berevolusi menuju harkat manusia yang unggul secara ruhani maupun jasmani setelah jiwa-jiwa mereka belajar akan segala realitas, intensitas berapa sering jiwa keluar-masuk tubuh memungkinkan jiwa itu akan mendapat banyak pembelajaran dari ingatan waktu (segala fenomena serangkaian penciptaan yang disimpan waktu). Serta memudahkan jiwa beradaptasi dalam siklus alam percepatan dan kecepatan cahaya atau rentan kehidupan dan setelah kehidupan.

Sebelum berada pada siklus nitis, jiwa-jiwa bermutasi dari beberapa siklus setelah jiwa lepas dari tubuh. Jiwa akan berada pada pada stag pertama sebagai berikut:
1. Dalane pati (jalan kematian; siklus keterpisahan).

Jiwa akan mengalami sesuatu tarikan dahsyat saat ia menemui ajal, dalam kondisi ini jiwa secara umum akan mengalami syok akibat tarikan yang memisahkan ia dari wadag/ raganya tersebut. Bagi jiwa yang masih berkesadaran rendah, atau belum matang  serta belum siap menerima kematian, mereka akan mengalami kegelisahan setelah mereka terlepas dari wadag/ raga. Jika kematian itu dikarenakan pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, atau mereka mati dalam kondisi (kaget) atau tidak siap. Jiwa-jiwa ini akan mengalami traumatic biasanya mereka akan berhari-hari di sekitar pemakamannya. Atau mengunjungi rumahnya. Jika keluarga yang ditinggalkanpun belum rela melepaskan kepergiannya, ini juga turut menarik jiwa tersebut secara energi terhadap medan gravitasi kebumian. Serta sulitnya melanjutkan perjalanan menuju dimensi berikutnya.

Jiwa memiliki waktu 40 hari untuk menguap serta matang dalam menerima kematiannya, dalam 20 hari biasanya akan muncul citra-citra diri dari orang-orang yang pernah membuat berkesan semasa dalam hidupnya. Namun ia sudah mengalami kondisi serupa atau mati. Mereka akan mereduksi energi jiwa yang baru mati tersebut dengan citra seperti penghibur, penenang, atau menyadarkan bahwa ia harus menerima kondisinya yang telah tiada dalam keragawian (meninggal). Bila kesempatan tersebut tetap membuatnya gusar serta gelisah yang ekstream atau belum matang secara kesadaran hingga melebihi 40 hari jiwa akan masuk pada jeratan entitas mahluk astral serta menjadi arwah penasaran. Ini juga merupakan kosekuensi hukuman semesta atas ketidakmatangannya semasa hidup.

Bagi jiwa-jiwa yang telah dewasa serta memiliki tingkat kesadaran yang lebih matang mereka akan segera menerima kondisinya, semakin mereka menerima keterpisahan tersebut maka terbukalah pintu selanjutnya hingga jiwa tersebut mengalami ketertarikan menuju dimensi berikutnya.

2. Patrape Pati (kepergian).

Dimensi ini adalah tempat selanjutnya dari jalan kematian, di tempat ini jiwa akan mengalami fase-fase dejavu biasanya mereka akan dijumpakan pada sosok seseorang yang pernah membuat ia  berkesan semasa hidup, ini wujud dari citra diri yang paling dominan, atas puncak suka cita perasaan semasa hidupnya. Penyosokan ini merupakan maniefestasi dari kakang kawah adi ari-ari atau ruh pendampingnya. Mereka akan memberikan pengajaran wawasan alam jiwa sesuai tingkat kematangan jiwa tersebut secara kesadaran. Secara ramah ruh/ kuasa pendamping ini akan menuntun jiwa-jiwa tersebut menuju dimensi yang lebih matang lagi. Catatan; sesungguhnya pengajaran yang diberikan tersebut; bentuk dari pengetahuan yang tersimpan pada kognisi jiwa; citra diri semasa hidup hingga menuai kesadaran. Waktu secara rentan cahaya kecepatan cahaya kebumian berkisar 60 hari setelah kematian. Dalam dimensi ini tak ada batasan seperti pada dimensi pertama.

Karena sebagian besar jiwa-jiwa sudah berada ditahap ini memiliki kemantapan serta penerimaan yang tinggi. Dalam dimensi ini jiwa benar-benar mengalami kepergian karena mereka tidak berada pada ruang dimensi kebumian lagi. Jadi tidak membuat mereka tersangkut/ terlunta-lunta lagi dalam melanjutkan ke dimensi berikutnya.

3. Papane pati (ketibaan/ kedatangan).

Dalam dimensi ini jiwa telah datang pada dimensi penempatan dimana akasic-record atau data untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya di bukakan dalam berbagai ragam jobdisk. Serangkaian gambaran kehidupan sebelumnya hingga kehidupan yang kemungkinan akan datang. Karakter setiap jiwa secara spesifik mulai direkonstruksi ulang. Di alam ini jiwa-jiwa seperti sedang menandatangani kontrak dengan Dewan Sumber Keberadaan. Berbagai kesadaran mereka tertumpah serta jiwa seperti pengalami penyaksiaan akan jati dirinya. Terjadi pengelompokan level tergantung kematangan serta kesadaran jiwa masing-masing. Namun bila jiwa yang telah matang total mereka bisa memilih memproyeksi wadah (blue print) secara abstraksi terhadap Sang Dewan. Waktu dalam kecepatan cahaya sekitar 100 s/d 400 hari pasca kematian.

4. Margane Pati (pelepasan total).

Jiwa akan mengalami siklus goda-kencana bagian 2 dari point pertama (jalan kematian).  Dalam kondisi ini jiwa akan dihadapakan 4 rupa yang berwujud seperti rupa mereka sendiri (seperti bercermin). 4 rupa wujud menyorotkan cahaya masing- masing berwarna kuning (supiyah- sari angin), putih (mumainah-sari air), merah (amarah- sari api), hitam (aluamah-sari tanah/bumi). 4 rupa ini merupakan maniefestasi sedulur 4 yang menuntut untuk di sempurnakan setelah Sang Atman (diri sejati) bersama Jiwa menuju dimensi tertinggi. Masing-masing dari mereka berbicara secara telepatik mengisyaratkan mengaku menjadi diri sejati semua (Allah). Serta ingin menarik jiwa masuk pada perangkap konstelasi waktu saat mereka terkecoh oleh tarikan/ ajakan tersebut. Serta tidak hanya 4 tersebut, akan muncul 2 lagi dengan wujud proyeksi seperti kedua rupa orang tua jiwa semasa hidup sebagaimana mereka maniefestasi dari kakang kawah adi ari-ari (pedanyangan pribadi) merekapun juga butuh disampurnakan, mereka mengaku diutus Dewan Keberadaan (Tuhan). Kuasa ini memang menjadi penguji bagi jiwa yang hendak moksa (sampurna).  Jawaban ini akan muncul seketika bagi jiwa yang telah berkesadaran serta mampu menemukan diri sejati semasa hidupnya. Hingga kemudian muncul sosok cahaya hijau pupus dari lorong dan menarik jiwa untuk masuk menjadi satu dengan-Nya. Dan itulah Guru Sejati atau Maniefestasi dari Tuhan yang mempribadi pada pribadi-pribadi jiwa yang menjadi gembalanya/ hambanya. Bila mereka yang tidak mampu menjawab akibat tingkat kesadarannya masih rancu. Atau traumatic dari parasit karma. Mereka akan memasuki jalur reiinkarnasi pada kehidupan diluar manusia. Adapun siklus dimensi ini 500 s/d 1000 pasca kematian.

5. Sampurnane Pati (kelenyapan/ kebebasan mutlak dalam jagad pararel)

Dalam dimensi ini jiwa-jiwa telah berhasil menuntaskan proses konstelasi kosmik. Mereka dibebaskan dengan mutlak berdasarkan hukum realitas kebijakan Sang Sumber, untuk menjadi guru-guru suci di alam kadewatan, menjadi jiwa-jiwa Agung yang siap diturunkan lagi ke bumi, atau memilih terlelap dalam pangkuan semesta hingga ia dibangunkan kembali untuk dikaderisasi ulang menjadi benih-benih kehidupan yang akan diberadakan oleh siklus semesta melalui waktu. Disini jiwa agung mendapat gelar berdasarkan tingkat tertua (old soul), kesadaran, kematangan,  dengan gelar Cahyo tedjo, Cahyo kumara, Cahyo ismoyo (avatar; bila ia turun menempati wadag kembali). Yang berinduk satu gen semesta yaitu banyu Kahuripan (Manungso sejati/ ancient ones) saat turun ke bumi menjelma Guru pembabar kaweruh tua/ kelangitan.

Adapun paparan ini diungkap pertama kali oleh guru penulis " Mbah Ju" yang mendapat wejangan dan laku dari KH. Imam Mustofa. (Pembawa kaweruh Ilmu Asal Sunan Kalijaga serta kaweruh Tuo Sunan Bonang) asal Genteng Walikukun NGAWI JAWA TIMUR. Serta disempurnakan oleh KH. MUHAMMAD UMAR (Pembabar ajaran kawit Syahadat Pesinggahan Pageran Alam Padang jejer banyu kahuripan) berada di Karang Gubito Magetan Jawa  Timur. Demikian yang pernah menggembleng penulis menuju laku-laku asketik kuno warisan leluhur untuk memapah kesadaran penulis. Ucap syukur bagi semesta telah mengijinkan penulis mendapat gemblengan siraman spiritual dari lereng lawu. Sebagai sarana menjalani kehidupan yang berkesadaran. Terimakasih tak lupa diucapkan pada sang guru dan kebijakan semesta. Rahayu...

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Nitis bagian 1

Jiwa adalah bagian/ perangkat komposisi dari penciptaan mikro kosmos atau manusia yang tak bisa mati. Saat menempati raga-wadag jiwa dikatakan hidup (urip). Sementara setelah lepas dari raga-wadag jiwa dikatakan kahuripan (kehidupan). Jiwa terus melakukan perjalanan dalam laku cakra manggilingan (gilir gumanti/ putaran roda ruang waktu). Atau sering dikenal sebagai reeinkarnasi - hingga inkarnasi total (nitis).

Perjalanan jiwa dalam melakukan perjalanan, penempatannya tergantung pada tingkat kesadaran. Adapun tangga dasar kesadaran mulai tingkat bawah hingga kadewatan, yang merupakan dimensi realitas suwung yang mengisi. Kali ini kita akan membicarakan nitis bagaimana konsep nitis memang ada dalam kehidupan nyata. Penulis pernah menjumpai beberapa pengalaman, serta pengamatan langsung saat seorang guru dari ponorogo memasukan kembali wujud sosok orang yang pernah hidup pada jabang bayi. Dengan beberapa ritual kusus.

Adapun jiwa yang masuk tingkat pemenuhan nitis biasanya berjalan hingga tuju keturunan. Itu kesempatan yang diberikan hukum semesta, namun tergantung pada tingkat vibrasi energi serta kesadaran sang jiwa tersebut.  Bila jiwa telah mencapai kesadaran total jiwa berhak memilih untuk turun/ tidak ke bumi bahkan dilahirkan kembali dalam satu keturunan, tidak serta menunggu 7 keturunan. Namun bila tingkat kesadaran belum matang atau ikatan karma tertempel maka bebendu ini akan membuat jiwa menunggu evolusi nitis hingga 7 keturunan. Biasa dalam satu keturunan ia hanya nampak sifat atau watak mendiang, kemudian kelahiran kedua bisa hanya berupa data karater feminine - maskulin, dan selanjutnya hingga puncak 7 keturunan.  Setelah evolusi kesempatan 7 turunan tidak bisa dicapai maka jiwa tersebut akan pecah. Ia memasuki siklus daur ulang dalam semesta mendatang.

Namun ada kemungkinan lain, bila ada seorang yang sudah waskita membantu sang jiwa untuk lancar kembali nitis tanpa jeratan, peran blessing sang waskita memintakan remisi hukuman pada sang guru sejati. Serta beberapa faktor lain seperti olahrasa asketik pasangan suami -istri yang ingin memiliki jabang bayi unggul, atau mereka yang sudah berkesadaran penuh. Biasanya mereka melakukan ritual tertentu untuk memanggil dan memprasaranai wahyu jiwa Agung untuk kembali hadir di muka bumi / nitis lewat persegamaan.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Sabtu, 10 Maret 2018

Temukan Alasan Anda Hidup Dalam Illahi


(Visi Spiritual Kekinian)

Laju zaman terus mengganti masa ke masa yang baru, melahirkan beragam sejarah yang ditinggalkanya. Kita sering terjebak oleh kerumunan lingkaran gravitasi milenial yang perlahan mendistorsi kepekaan kita terhadap manusia serta kelangsungan ekosistem alam. Kecepatan perputaran tersebut mengubah secara drastis kecerdasan pikiran kita lebih maju 20 kalilipat. Menjadikan semua serba instan, menenggelamkan tanggung jawab atas mandat dari setiap kita. Kita dibentuk oleh zaman ini seperti mode virtual, canggih, energik, cerdas, serta menakjubkan seakan kita memang mahluk yang benar-benar sempurna dalam sejarah penciptaan.

Ketika ber-Tuhan di jadikan trend-center masa kini, justru hal itu menjadi selubung manusia milenial melakukan tindakan yang disharmonis yang jauh dari visi spiritual manusia yang berasaskan ketuhanan. Kehilangan kemampuan serta kepekaan menjadi seorang khalifah. Rupanya kecerdasan instan kreasi zaman membuat mereka lebih rentan serta rapuh, karena visi  hidup luntur oleh kemerlapan serta kemegahan pernak-pernik zaman. Saya akan bertanya pada anda, bahkan hal ini sering saya lakukan untuk diri saya sendiri, apakah sebenarnya alasan kita hidup di dunia ini? Apa yang menjadi visi kita? Benarkah, memang setiap dari kita adalah pemimpin (khalifah) ?

Jiwa kita berevolusi dari sungai roh yang berawal dari portal waktu, hingga menuju kepadatan alam kebumian ini, sampailah kita pada tubuh raga sebagai penyempurnaan dari bentuk kita. Sebagai dasar eksistensi kita hidup di bumi. Sementara saya percaya mandat dari pemerintah jiwa kita (sang gusti/ immortal) menerakan data serta diperlengkapkan talenta kita untuk menjalani peran dan misi di kehidupan ini. Saya percaya setiap kita memang sejatinya adalah pemimpin, kita hanya perlu merenungi ulang secara mendalam alasan atas hidup kita serta visi  apa yang diperuntukan pada kita untuk menjadi seorang pemimpin di muka bumi.

Ber-Tuhan, bagi saya bukan trend-Mode saja. Ber-Tuhan adalah proses menemukan serta re-call (mengingat ulang mandat untuk bekal menjalani peran) dalam kehidupan setiap kita. Mungkin ada banyak kehancuran dimuka bumi sebagai pelengkap keseimbangan. Namun hal itu justru dimulai dari sebagian dari jiwa-jiwa yang kehilangan jati diri-nya. Saya tidak bermaksud untuk merubah naskah tersebut, namun hanya memberitahukan bahwa anda harus temukan alasan anda hidup, setidaknya untuk menyempurnakan peran anda. Saya memicu jiwa-jiwa agung untuk kembali berkesadaran untuk mengerjakan proyek daripada hukum keseimbangan tersebut. Sementara bagi jiwa yang masih belia serta sebagian yang masih berada pada cengkraman ruh kegelapan (iblis) yang bertindak secara disharmonis, kita yang mulai terpanggil mengingat peran kita sebagai penjaga bumi, kita yang harus menghalau serta mengantarkan mereka pada jalan evolusi mereka berikutnya.

Kita akan tetap belajar dan belajar dalam lembah kehidupan, mungkin sebagian anda telah/ pernah melakukan tindakan disharmonis dalam kehidupan, saya katakan mulai sekarang hentikan, belum terlambat membawa pertobatan/ pemulihan energi pada Tuhan anda . Saya akan bercerita pada anda, ada seorang teman saya kepala universitas ternama/ rektor. Saat diberikan kekuasaan serta jabatan ia tidak menggunakannya dengan semestinya, justru kesempatan itu beliau  gunakan untuk melakukan korupsi. Akhirnya keapesan diterimanya, beliau diturunkan jabatan serta dipindah tugaskan. Beliau sharing pada saya "Tunjung, saya menyesal melakukan hal itu, Tuhan masih memberi kesempatan hingga saya tak sampai dipecat, kini saya sadar resiko mengikuti nafsu keserakahan" katanya. Saya menjawab" Bapak telah belajar, itu hikmah serta keuntungan berharganya, turun jabatan adalah bayaran anda dari resiko yang anda lakukan, tak mengapa, tak ada yang terlambat untuk Tuhan".

Saya tekankan pada anda, tak ada yang terlambat dalam Tuhan. Tuhan adalah Bapa/ rumah untuk setiap jiwa pulang untuk dibahkan serta dipulihkan dari perkara-perkara dunia yang absurd serta menyakitkan sebagai media pembelajaran. Renungi ulang setiap anda akan bertindak ataupun setelah bertindak. Jangan korupsi.  Kata saya. Sekarang bagi anda yang di beri mandat memimpin serta kekuasaan jangan pernah sekali-kali korupsi. Ingat umur anda, ingat anak-anak anda.  Mungkin anda bisa melakukannya dengan menumpuk hasil uang korupsi pada sisa umur anda. Namun anda meresikokan diri anda sendiri, membuatkan neraka anda sendiri melalui anak cucu anda, mereka akan menanggung beban dicap sebagai anak koruptor sepanjang usianya. Setelah matipun jiwa anda tidak akan pernah tenang.

Mungkin anda pernah melakukan penipuan, sehingga anda tidak dipercaya orang lagi, membuat rejeki anda macet selama lima tahun. Sehingga mempersulit hidup anda. Atau mungkin seorang pria yang tidur dua tahun di sofa, karena istrinya tak mau lagi ditidurinya, karena ia pernah ketahuan selingkuh. Jalani bayar semua itu sebagai pembelajarannya.  Mungkin Tuhan selalu siap kapanpun menantikan anda, menerima anda kembali dalam rumah- Kasih-Nya.  Tapi ingat hukum semesta dalam kemanusiaan tetap harus anda jalani anda bayar karma jangka pendek itu. Lebih baik daripada setelah anda mati. Karena tidak menghambat perjalanan jiwa anda kelak. Inilah belajar patuh pada Tuhan dan tatanan semesta, inilah proses berkesadaran. Atau istilah lainnya anda tau-diri. Nikmati proses membayar itu, jalani bersama pembaruan bersama Tuhan. Saat istri tidak mau lagi ditiduri, serahkan pada Tuhan. Tidurlah disofa hingga hukum itu selesai dan Tuhan mengembalikannya pada anda. Ini juga bentuk tirakat-meditasi anda.

Inilah tata letak guna visi spiritual. Daya Tuhan dalam diri anda is able/ mampu memulihkan, mengembalikan, menyembuhkan. Ketahuilah mungkin kehilangan sahabat, atau seseorang yang anda cintai karena pernah merasa anda tipu serta dkhianati, lebih merugi besar dari pada kehilangan warisan emas satu gunung. Namun daya kuasa Tuhan mampu mengembalikannya, memulihkannya. Energi positif itu akan tervibrasi pada mereka. Inilah utamanya anda berkesadaran serta menemukan visi-serta alasan anda hidup. Serta mengelolanya dengan benar-semestinya.

Saya beritahu anda, ketika anda kesulitan dalam proses meditatif mencari akan Tuhan. Sederhanakan hal itu. Tuhan sangat dekat sekali. Cukup lihat mata orang-orang yang anda kasihi, anak-anak anda, ibu, ayah, istri, suami  anda. Masuk lebih dalam lagi melalui binar-binar mata tersebut. Jangan rusak mereka, berkati kasihi mereka. Jangan melakukan hal yang menuai kerusakan parah pada masa depan anak-cucu anda. Remember, God inside them. Tuhan berada di sana. Ingsun yo shiro-shiro yo ingsun, merusak mereka sama halnya anda merusak-serta menganiaya diri anda sendiri. Temukan alasan anda hidup, dan ini salah satunya.

Anda dan kita semua khalifah/ pemimpin, dalam diri sendiri, Keluarga, pekerjaan, organisasi, hingga semesta Agung.  Perempuan serta pria sama, kita sama-sama memiliki daulat menjadi pemimpin. Bila pria dengan segenap kekuatan tubuh fisik penalaran, wanita juga diperlengkapi perasaan lembut, bijak, keibuaan. Semuanya berimplikasi sama, wanita hasil patahan rusuk pria, namun pria juga berasal dari rahim wanita. Kita semua setara menjadi khalifah, pria bisa berperan mengerjakan tugas wanita; nyuci piring, buatin susu anak, mengganti popok bayi. Wanitapun sama bisa mengerjakan tugas pria; memimpin di kantor, nyervis mobil , DLL. Nothing is impossible.

Jadi, semua harus anda pahami. Bahwa alasan itu melandasi anda hidup, sebagai khalifah atau pimpinan yang baik. Visi spiritual meramu kesadaran dari dalam hingga luar. Sebagai pemimpin di era kekinian kita hendaknya, pertama able; mampu melaksanakan tanggung jawab setiap daripada tugas kita masing-masing berdasarkan level serta kapabilitas. Kedua, Communicable; mengkomunikasikan pada mereka yang kita pimpin, beri alasan mengapa kita layak memimpin serta mereka mempercayakan kita. Instruksikan serta, mentori mereka, dampingi semampu kita. Seperti layaknya pemimpin dalam bisnis kita harus berani terjun ambil peran langsung hingga mencapai visi bersama yang jelas. Lakukan itu dalam diri, keluarga, kelompok, atau masyarakat, antar mereka dalam pencerahan pembaharuan untuk berdikari dalam kesadaran. Ketiga vulnerable; rentan, disini maksudnya kita menyadari bahwa kita adalah manusia yang rentan kelemahan serta kesalahan, jadi terima kritikan, atau terima mereka yang sebagian tidak menyukai cara kita, pikiran kita, bahkan ke-eksisan kita. Tak mengapa memang akan selalu begitu kasunyatannya. Inilah yang membuat kita justru terus belajar, bersabar, mawas, cerdas, trengginas, tanggap, tagon, matang secara jiwa. Dan membuktikan kita lulus sebagai khalifah di bumi.
............ ......... ..................... .................

Things are impermanent, they wear out and are lost;
relationship is constant friction and death awaits;
ideas and beliefs have no stability, no permanency.
We seek happiness in them and yet do not realize their immpermanency.
So sorrow becomes our constant companion and overcoming it our problem. Because we are great leader by universe.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Kamis, 08 Maret 2018

Jer Basuki Mawa Bea (Hukum Pakem Kedagingan)

Ketika mengawali perjalanan spiritual, saya dihadapkan pada permasalahan utama yaitu masalah perut (kedagingan), sebelum menemukan jalan kerohanian. Guru demi guru pengajar jalan spiritual saya temui, rata-rata dari mereka menyengker atau tidak mudah begitu saja mengajarkan ajaran yang menurut mereka adalah sakral, mungkin hal pertama yang saya pahami; pertama Guru tersebut mampu menganalisa tingkat (panggraitan) pemahaman-wadah setiap calon muridnya, kedua; menyadari bahwa mereka harus menjaga kelinieran pola pikir masyarakat yang belum adequate (atau memilki tingkat kesadaran masing-masing), agar tidak terjadi ledakan yang memperkeruh suasana di dalam masyarakat luas tersebut, ketiga; pengaruh tradisi masa lampau yang di pegang teguh dengan prinsip kuat penuh loyalitas, yang diwariskan turun- temurun.

Saya tidak mempermasalahkan, masalah pertama ataupun kedua. Secara rasional itu masih bisa dimaklumi. Seiring berjalannya waktu serta proses menyelami diri lebih mendalam. Saya menemukan transformasi kesadaran baru, petunjuk yang matang dari ledakan sudut pandang saya yang bertransformasi dari olah rasa saya. Bagi saya masalah ketiga secara relevan saya maklumi sebagaimana menghormati sikap kesetiaan serta kebijaksanaan para guru serta sesepuh pembawa tradisi ajaran spiritual leluhur tersebut. Namun secara etimologis serta kekongkritan saya ingin membedah tradisi yang perlu dirombak dari pilar menyengker serta tidak memberikan upah harga yang pantas untuk mereka para guru dan ajaran luhurnya.

Nusantara memang terkenal akan kekayaan hal  magis, spiritual, serta menjadi kearifan lokal yang luhur tak ternilai harganya. Banyak orang-orang pinunjul, sakti, berjiwa kesatryawan dikisahkan pada masa lampau. Kini saya akan memaparkan sudut pandang baru berdasarkan laku kesadaran yang bertransformasi. Bila kekayaan spirit tersebut melahirkan kesaktian, lantas mengapa kita dahulu masih bisa dijajah oleh pihak asing begitu lamanya, menjadi budak serta penindasan melucuti taring kehormatan yang menjadi sejarah kelam tanah ini?. Salah satu kelemahanya adalah terlalu bijaksananya leluhur kita yang memegang prinsip loyalitas tinggi, serta kurangnya ketegasan yang sehat dan cerdik membuat leluhur kita mudah dijatuhkan pada masa itu. Lantas apakah kita ingin mengulangnya, tetap kuat pada tradisi vintage yang gagal tersebut?. Tentunya tidak seperti itu.  Memang kasus penindasan, serta kelaparan memaksa mereka untuk terbiasa dengan hal tersebut, hingga akhirnya menemukan produk laku asketik (tirakat) yang mujarab, karena keyakinan mereka dipertebal hingga menjadi energi yang sakti mandraguna. Namun sekali lagi leluhur kita tetap gagal, mereka lupa bahwa perut anak istrinya tak sekuat seperti mereka. Akhirnya mereka menyadari bahwa pangan, sandang, papan adalah pakem hidup kedagingan yang tak bisa disangkal. Ketika pihak asing dengan cerdik menaikan pajak upeti serta menghisap kekayaan pangan pribumi. Hanya satu jalan yang harus diambil, tunduk pada penjajah atau anak-istri mereka mati kelaparan. Tak berguna kesaktian bila tak dilandasi kesadaran yang cerdas.

Saya mengurai, hari demi hari saya tempuh memohon petunjuk pada Pemangku Semesta. Dari pertama saya yang suka berdiam diri dibalik layar merahasiakan ajaran leluhur yang diwariskan simbah-simbah serta guru-guru saya, karena prinsip tradisi warisan mereka yang sama saya pegang. Ternyata perlu dirubah serta ditransformasi, tidak selamanya kita terjebak tradisi absurd tersebut, berpangku tangan dibalik layar, menenggelamkan diri ketika kita sebagai anak kandung negeri harus menjaga tanah warisan Gusti ini. Tradisi sengker (tidak membabarkan kaweruh/ ilmu) serta tak adanya pemaharan (harga/ nilai) hanyalah ciptaan politik masa silam yang dibawa penjajah. Dengan bijaknya leluhur kita melindungi ajaran tersebut secara diam-diam agar tidak tercium penjajah dimasa itu, serta tidak adanya pemaharan (prestis) karena pada masa silam kaum pribumi mengalami serangan kemiskinan yang dahsyat akibat ulah penjajah, wajar bila tak ada ukuran uang untuk membayar gurunya, namun mereka sering menggantinya dengan pengabdian serta hasil perkebunan, atau ternak. Tak jarang simbah saya mesti mengajarkan untuk membawakan guru dengan (rokok-gula-kopi) bila ada ya diamplopkan seadanya hingga Sekarang. Sayapun kadang berfikir, guru saya punya anak-istri yang harus dikasih makan, dan uang saku. Kenapa upah untuk mereka lebih sedikit daripada guru ajar yang mengajar pendidikan di instansi.  Padahal apa yang mereka ajarkan lebih memiliki nilai yang bisa meresap kedalam tubuh spirit hingga tak jarang muridpun dicerahkan oleh ajaran yang disampaikan beliau.

Ada beberapa oknum menyatakan bahwa ilmu beliau itu ilmu gusti tidak boleh diperjual belikan. Waduh, bukankah segala ilmu yang tertumpah ruah juga berasal dari gusti. Sains, teknologi, yang kini menjulang tinggi. Hingga pemikir barat menemukan hal yang dianggap ghaib dan sakral hingga kini ditemukan dan dibuktikan menjadi jejaring signal serta internet yang berharga trilyunan, yang membuat penemunya menyumbang subsidi untuk kesejahteraan umat -kemanusiaan. Mereka orang barat membuat serta mengemas sesuatunya hanya dengan lebih terstruktur saja hingga layak dihargai dan diapresiasi. Tidak, tidak.., kita hanya terjebak dinamika politik sisa peninggalan masa lalu saja. Kita harus bangkit merubah paradigma lama dengan kesadaran baru. Bangsa kita bangsa besar, tanah kita tanah penuh kekayaan.  Seiring perkembangan zaman kita tak boleh tertinggal.

Saya beritahu pada anda banyak pihak barat mencuri serta membodohi kita, lihatlah namun kenyataannya kini budaya wayang kulit yang memiliki filosofi tinggi diakui sebagai warisan tak ternilai oleh UNESCO, budaya karawitan, tari-tarian, reog, DLL. Ayo bangkit selamatkan dan beri dukungan apresiasi pada warisan kita tersebut. Jangan menunggu diklaim milik asing sementara kita baru memprotesnya kesana - kemari, terlambat !. Mungkin ada esensi yang tak bisa dihargai/ dibeli yaitu proses pencapaian serta wadah kita masing-masing dalam menyerap ajaran leluhur. Serta mantra/ wejangan kususnya. 

Namun wedaran ajaran memang selayaknya kini dibuka, disebarkan, untuk membangkitkan jiwa-jiwa Agung nusantara untuk memapah transformasi bangkitnya kejayaan nusantara baru . Ajarkan, sebarkan, hargai dengan nilai serta kelayakan prestis pada generasi  berikutnya agar tidak musnah dan punah.  Kalau bukan kita siapa lagi. Ubah sudut pandang lama, kita hanya perlu inovasi baru untuk menyampaikan ajaran kuno dengan metode, bahasa, komunikasi secara masa kini, ketika generasi diubah menjadi generasi micin kids jaman now. Kita rubah pula polanya.

Analoginya seperti ini, mungkin kita bisa minum atau mengambil secara cuma-cuma air pada sumbernya. Tetapi bila air tersebut sudah dikemas menjadi merek tertentu misal aqua, atau apapun kita layak membayar/ menghargai inovasi tersebut. Seperti halnya, belajar spiritual kita bisa langsung menuju sumbernya (Tuhan) bila ingin mendapatkan gratis atau cuma-cuma. Namun bila kita membutuhkan seorang praktisi/ guru yang mengajarkan dari proses laku serta petunjuk dari pengalamannya, kita layak menghargai beliau sebagai inovasi yang ditemukannya dengan upah yang setimpal dengan ukuran manfaat kita masing-masing.

Mungkin kita melampaui kesadaran tertinggi dan menjadi Tuhan. Namun di bawah tubuh manusia sebagai jelmaan Tuhan yang harus menjalankan peran kita tak bisa berpangku tangan begitu saja. Dengan misi yang sudah diperuntukan untuk kita. Tanah kelahiran adalah surga warisan terakhir, dari keberadaan kehidupan. Menjaganya adalah sebuah kehormatan dan mandat langit.

SALAM BANGKIT KEJAYAAN NUSANTARA BARU...MERDEKA. ,, RAHAYU....

........... ........................... ...........................

Dalam menjalani peran kesatriyawan kita perlu berkorban bahkan terbuang keneraka sesaat tak mengapa, karena harus berperang serta membunuh untuk melindungi generasi cahaya. Nirwana akan mempermalukan kita sebagai satrya bila tindak kejahatan dan ketidakadilan di bumi dibiarkan merajalela. Apalagi mengijinkan pihak yang ingin merampas kedamaian serta kehormatan tanah leluhur kita sebagai warisan terakhir Sang Hyang Urip.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Keintiman Bersama Tuhan (Inovasi Spiritual Kekinian)


Perjalanan hidup anda memang tidak dijanjikan oleh dunia untuk selalu lancar dan ringan. Segala hal yang terjadi dalam serangkaian pengalaman dalam kehidupan mematangkan jiwa anda semua, begitulah tujuannnya. Zaman terus bergerak maju begitu cepat, sementara anda masih berdiam diri terjebak hal yang itu-itu saja, menikmati bergosip, duduk mengkritisi pemerintahan di warung kopi, membaca Koran/ majalah yang tidak sehat breaking-news gosip politik kontroversial, iklan-iklan brand marketing yang terus berganti-ganti. Tanpa anda sadari gravitasi dunia membombardir anda, mengepung anda setiap harinya. Semua perubahan dianggap pembunuhan massal- sementara kondisi  mental akan mengalami penurunan setiap harinya. Menaik- turunkan emosional - serta membuat stress dan melelahkan.

Anda harus cermati, bahwa jalan untuk menemukan serta memproyeksikan suka-cita  hanyalan meluangkan waktu teduh dan intim bersama Tuhan anda. Anda mungkin lupa bahwa tidak perihal tubuh jasmani saja yang perlu makan, namun tubuh ruhanipun sedemikian, ia membutuhkan asupan gizi spiritual; pencerahan; pembaharuan setiap harinya. Mungkin setiap hari anda akan menjumpai kebosanan, kejenuhan, itu dikarenakan memang tubuh kita memiliki satu warisan DNA yang sangat dominan dari satu gen induk yang sama, yaitu stagnasi (tidak -berubah). Hampir dari seluruh tubuh manusia mencintai "ketakutan untuk menerima perubahan" yang berbuah apatis dan kemalasan.

Lihatlah, dunia ini memalsukan-serta mengaburkan visi spiritual anda, anda menikmati duduk berkumpul dengan gosip-membicarakan hal keburukan, prasangka-iri dengki, tanpa anda sadari anda menanamnya setiap hari hingga perlahan mengubur anda hidup-hidup. Nyaman, ya memang. Itu karena visi kerohanian anda redup tak bersinar. Anda lupa mengalami intim dengan Tuhan. Anda harus menerima laju perubahan, serta merubah pola hidup anda; ampuni mereka yang menyakiti anda, lepaskan segala rutinitas hidup anda luangkan waktu untuk teduh-intim kyusuk dalam Tuhan. Setiap hari anda hanya menikmati cahaya terik panas matahari, yang merebus suasana penat penghuni bumi. Malamnya hanya ditemani sepi yang menusuk dari cahaya bulan dan bintang, bangkit ..! think again....think again..., jangan biarkan cahaya duniawi mengubah anda menjadi hakim-hakim buruk dunia, yang suka mengutuk sesamamu.

Tingkatkan vibrasi spiritual anda, mungkin anda telah diajarkan bagaimana intim memasuki ruang Tuhan. Agama, keyakinan, aliran, bahkan ateis sekalipun, saya percaya ada sambungan tersendiri menuju hakikat-  sebenarnya diri (Illahiah). Temukan cahaya yang lebih besar diatas segala cahaya bahkan terik matahari serta pelita bulan sekalipun dilampauinya, yaitu dentum illahiah pelita yang membawa terang dari syafaat Tuhan di dalam hakikat diri.  Ibadah- esktase- asketik bagi saya bukan kewajiban, namun adalah hak atas setiap pribadi sebagai mahluk sekaligus hamba Tuhan. Saya katakan anda tak usah memaksakan diri anda bersujud  atau itim bersama-Nya. Justru itu hanya seperti robot yang yang diprogram untuk melakukan sebuah rutinitas saja. Namun sadari penuh bahwa itu telah menjadi hak anda, bahkan Tuhan tidak butuh apa yang anda berikan. Namun Ia merespon dari setiap hak yang diberikan pada anda, Tuhan mencintai manusia yang memiliki kemauan untuk berproses untuk sebuah target perubahan.

Percaya atau tidak bagi mereka yang meluangkan waktunya untuk intim bersama Tuhan, cahaya besar akan memancar dari diri mereka, menetralkan racun perkara-perkara duniawi yang memendekan sudut pandangan yang lebih luas, menyikapi serta memandang segala fenomena kehidupan dengan penuh kasih serta kebijaksanaan dalam lingkaran Illahi. Membuat tubuh menjadi lebih bersemangat dan terus mengalami transformasi (pembaharuan) secara spiritual maupun jasmaniah. Dan terjaga dalam ruang Tuhan, diluputkan dari segala marabahaya (Slamet-otot bayune) . Mengapa saya selalu menekankan untuk memaafkan/ mengampuni kesalahan orang yang anda anggap pernah menyakiti anda, karena itu jalan perang terbaik. Biarkan Tuhan yang mengambil alih bagian-Nya, serta memenangkan anda dalam peperangan tersebut. Mungkin tak berapa lama, orang tersebut akan hancur berantakan entah melalui rumah tangganya, serangan kangker, diabetes, stress lalu mati. Serta anda tak perlu menyaksikan hal itu. Mereka yang menanamkan bibit kebencian, dendam, kepicikan, akan hancur karena mereka luput dari perlindungan Tuhan. Energinya terpantul dari anda yang menjalani rutinitas dengan produk eling (tekun meluangkan waktu intim dengan Tuhan). Tak perlu takut, karena anda besar di dalam Tuhan, anda bisa melakukan apapun dalam hikmat serta karunia-Nya.

Mungkin dunia akan memandang anda kecil, rapuh, spele, saat anda membuat perbedaan dalam jalan kebenaran Tuhan atas karunia yang diperuntukan pada anda. Percayalah anda selalu memenangkan diri anda di atas tahta kemanunggalan anda dengan-Nya. Seorang hamba, rasul, nabi akan di kenang oleh zaman sebagai agen revolusioner pembaharuan setiap waktu dengan kesadaran cemerlang dalam God Present. Namun pada masa hidupnya mereka adalah orang,-orang yang selalu ditentang, dicibir, dicemooh, dikucilkan, dan dianggap remeh-temeh oleh dunianya. Namun kini apa yang menjadi keburukan itu diubah prespektifnya oleh waktu dan zaman. Mungkin anda tak pernah lupa prestasi agung Yessus, Muhammad, Bodysatva, Newton, Einstein. Dll. Bahkan siapapun yang ada, mungkin anda semua akan menjadi peraih prestasi besar tersebut di kemudian hari. God never die, he always live in your self. Nothing is impossible within....

Ingatlah sejarah akan tetap, namun prespektif dan paradigma selalu dan harus berubah. Berjalanlah dalam hadirat-Nya, upgrade dirimu setiap hari dengan intim bersama-Nya.  Jangan merasa puas dan nyaman dengan standar dunia. Karena dunia tak pernah permanen dan sejati. Bila kau genggam ia tetap pergi, uang akan kau tumpuk setiap hari namun tumpukan itu akan kau tinggal mati. Uang akan menjadi pengukur harga standar dunia, namun ia bukan segalanya. Tak ada sejarah bila uang membuat manusia menemukan kekekalan bahagia, buktinya hingga sekarang justru masalah timbul karena uang. Ekspresi cinta kasihlah yang nyata membuat seseorang menjadi ringan memandang suka - duka. Saya beritahu anda, kalau hidup anda diberkati Tuhan, jangan menaikan standar hidup anda tapi tingkatkan pemberian terhadap sesamamu. Karena hidup anda bukan ditentukan oleh apa yang anda hasilkan, namun oleh kesadaran anda sendiri.

…............... ................. .............. ............ ....

"Kalau hidup anda diberkati Tuhan, jangan menaikan standar hidup anda tapi tingkatkan pemberian terhadap sesamamu. Karena hidup anda bukan ditentukan oleh apa yang anda hasilkan, namun oleh kesadaran anda sendiri."

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...