(Nuruto karepe urip, ojo nuruti uripe karep) ikutilah kehendak hidup, jangan mengikuti kehendak obsesi diri. Ijinkan diri kita terus belajar menyadari pesan-pesan semesta, kemudian menangkap serta mengikuti alur semesta yang tepat diperuntukan pada kita, belajar dan belajar untuk meningkatkn level kesadaran. Rasa takut itu wajar, utamanya tugas kita melawan dan melampaui hal itu untuk bertumbuh. Jatuh bangun itu hanyalah sarana pembelajaran. Tak ada manusia bangkit menjadi pejuang hebat, tanpa rasa sakit dan kejatuhan.
Semua semata-mata untuk mematangkan jiwa. Pandanganpun harus terus diperbaharui dan terbuka. Jangan menyerah pada nasib, serta situasi-kondisi. Karena apa yang kita pikirkan sekarang, belum tentu benar dimasa mendatang. Saya merenungkan bahwa dunia ini tidak permanen, namun berubah-ubah dalam siklusnya, jadi berani menjalani serta membuka diri pada setiap perubahan itu adalah tanda-tanda kesadaran Illahi sedang diproses untuk mengisi tubuh pribadi. Agar terbuka hijab-hijab dalam diri. Serta diri ini mampu menjalani perannya masing-masing dengan berkesadaran. (Sak olo-olone uong isik bejo wong kang eling). Seburuk-buruknya manusia masih beruntung dia yang berkesadaran, jadi lebih baik berlaku diskursus moral dengan berkesadaran, daripada bermoral namun tidak berkesadaran/ hanya sebagai kedok.
Orang berkesadaran adalah unggulnya pribadi karena terhubung dengan Gusti, berani seksama mendengarkan dentum suara hatinya. Berani menjadi diri sendiri dengan sadar akan segala kosekuensi. Keterbukaanpun terjadi, bisa menempatkan diri dimanapun, kapanpun, sesuai situasi dan kondisi (mapan lan papan). Hasilnya saat ajalpun menjemput mereka mengerti bahwa dualitas hanya perlu dilampaui. Dan tubuhpun terlepas dengan ringan tanpa kemelekatan saat berjalan ke dimensi lain.
~ Tunjung Dhimas Bintoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar