Sabtu, 28 April 2018

Bangkitlah Jiwa Agung Nusantara


Saya baru menyadari bahwa selama ini saya masih terselimuti oleh selubung paradigma pikiran serta ego sendiri. Walaupun sudah tekun belajar ilmu warisan leluhur yang konon piningit (rahasia sekali) yaitu ilmu Sastra Jendra Hayuningrat,  Ilmu yang dilarang disebarkan sembarangan dan harus dirahasiakan dalam tradisinya yang kini telah terlanjur menjadi budaya masyarakat. Hingga kemudian teman seperjalanan mengingatkan saya, bahwa leluhur kita mewariskan ilmu berdasarkan pendalaman budhi, yang tentunya memiliki nilai-nilai luhur untuk memapah jalan kehidupan. Ilmu ini juga tak kalah dengan ajaran-ajaran dari tanah sabrang yang kini membanjiri bumi nusantara. Pertanyaannya kenapa harus di pingit? atau dirahasiakan, sementara generasi kita nyatanya semakin dikebiri serta nyaris kehilangan jati dirinya.

Konon ilmu ini tidak boleh ditulis, saking rahasianya. Saya tegaskan itu salah kaprah, leluhur nusantara sudah mewarisi tradisi menulis sebelum peradapan tanah sabrang itu membukukan wahyu-wahyu nabinya dalam kitab-kitab untuk kepentingan ekpansional. Leluhur kita bahkan mengemasnya secara apik, mentransfer dalam benda pusaka keris, sisanya ditulis oleh empu dan resi-resi dalam sebuah lontar-lontar manuskrip dan disusun dalam berbagai kitab-kitab kuno. Terbukti darah kapujanggan sudah mengaliri kesadaran leluhur kita di masa itu.

Lebih dahsyatnya ajaran-ajaran itu diterakan dalam bentuk data biomagnetik atau komputerisasi canggih yang terkadang sulit di logikakan. Hardisk-hardisk itu adalah Candi yang memiliki daya energi baik serta ukiran-ukiran nan indah. Candi juga merupakan portal untuk mengakses data kelangitan agar tersambung dengan para leluhur agung yang sudah berada pada tataran dimensi Sumber (Tuhan). Namun sungguh memprihatinkan bahwa kepentingan ekpansional tanah sabrang atau asing telah membuat usaha untuk melenyapkan, merusak, serta menghapuskan warisan-warisan arif tersebut agar anak bangsa kehilangan jati dirinya.

Saya menangis ketika berkunjung ke salah satu candi peninggalan leluhur,  ketika melihat para pemuda-pemudi membuat tempat tersebut sebagai wahana wisata kehasratan semata,  serta kurangnya kesadaran penduduk setempat untuk menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan candi tersebut, membuat miris. Sudah sekronis inikah karakter bangsa ini semenjak kesadaran jati diri hilang pada setiap pribadi nusantara yang sebagian lupa serta lebih mengorientasikan  dan membanggakan pada tanah sabrang (asing) daripada tanah ibu pertiwinya sendiri.

Semenjak itu saya terpanggil untuk turut andil menyebarluaskan ilmu sastra jendra warisan nusantara, mungkin ini salah satu pengabdian saya pada tanah sumpah serapah ini. Tak ada yang dirahasiakan perihal ilmu arif ini, itu bentuk peninggalan pandangan  paradigma yang dibentuk oleh misionaris untuk kepentingan ekspansi. Justru ilmu yang harusnya dirahasiakan adalah ilmu pembuatan bom serta nuklir,  ini yang berbahaya karena ini jelas nyata dampak buruknya bagi peradapan kelangsungan hidup umat manusia.

Sastra Jendra adalah ajaran luhur yang tak lagi harus disengker atau dirahasiakan. Ajaran ini mengantarkan umat manusia menuju hakikat kesadaran yang luas, terbuka, berazaskan Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, keadilan serta pencerahan bagi tatanan hidup berdasarkan hukum realitas Agung. Sastra Jendra mawedarkan ilmu bab rasa sejati serta untuk menggapai tuntunan sukma sayekti (guru sejati) untuk mencapai tujuan hidup memayu hayuning bawana tata tentrem karta raharja.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...