Senin, 01 Januari 2018

Menikah

Menikah adalah wadah dari, pengelolaan "seks" / kamasutra yang merupakan tujuan dari prosesi kehidupan manusia secara umum. Menikah adalah proyeksi sakral dari hukum penataan letak an penurunan wahyu wiji sejati (benih manusia) dalam siklus cakra manggilingan atau penyampaian pesan-pesan atau data-data (karma baik/ buruk / woh pakarti) lintas generasi. Kesakralan menikah adalah tertuangnya ikrar janji sebagaimana manusia akan kembali pada "kesatuan tunggal" dengan Sang Esensi. Yang menuangkannya pada dua maniefesto kesakralan yang tertuang pada prosesi "njimak dan mbubak". Njimak dan mbubak adalah sanggeman mutlak dalam hakikat pernikahan.

Mbubak

Mbubak adalah tujuan Sangkan Paran. Mbubak adalah ritual menurunkan wiji sejati manusia melalui "mantu kembar mayang" atau melepas sang anak melalui menikahkan mereka sebagai tujuan manusia yang paling terakhir dalam perjalanan hidupnya sebelum menua dan mati. Mbubak ini ritual gayuh wahyu (menjemput wahyu) yang dititipkan pada sang anak yang sudah menikah dan berganti menjadi orang tua selanjutnya. Yang terlambang pada cikal -bakal pohon pisang dan kelapa yang menunduk ke tanah. Inilah yang disebut wahyu turun temurun. Yang diwariskan melalui mbubak seserahan, dan njimak menggumpulnya air mani sebagai ruh ilafi dan segumpal darah sebagai ruh jasmani mencipta wujud benih manusia berwujud jabang bayi. Yang keduanya diwadahi dalam upacara pernikahan.

Njimak adalah ritual persetubuhan/ penyatuan (Kama Sutra).

Kama Sutra (Sanskerta: kama, yang berarti keinginan, hasrat, cinta atau nafsu) dan  sutra, yang berarti benang atau rangkaian) adalah rangkaian dari adegan hasrat dalam hubungan seksual. Ada sebagian orang yang mendifinisikan Kama Sutra sebagai tali atau benang pengikat dalam percintaan. Kama (batara Kamajaya) juga merupakan lambang dari dewa percintaan, seperti yang dikenal dalam cerita Kamajaya-Ratih (dewi Kamaratih). Kesadaran saya menemukan kasunyatan bahwa kama sutra adalah bentuk penyembahan pada Tuhan.

Seperti dalam suluk tambang raras dinyatakan bahwa "bertemu Tuhan itu candu dan lelap seperti nikmat segama yang membuat kita lupa dari dataran hasrat yang menumpah menjadi proyeksi penyatuan atas dualitas". Kama sutra merupakan kejumbuhan (bentuk lain dari penyatuan). Prosesi dimana penyatuan itu menghasilkan konstelasi kemenyatuan yang menyipta gatra untuk terjadinya pengejawantahan. Hukum kausalitas alam raya terbentuk dari partikel satu dengan partikel lainnya yang memiliki sifat saling mengisi satu sama lain (ini saya pahami juga sebagai bentuk persetubuhan). Presisinya bila diturunkan pada hukum  kesadaran manusia (semesta kecil) manusia terbentuk dari manusia lain yang memiliki sifat saling melengkapi satu sama lain (karakter energi feninin -maskulin).

Bedanya manusia ini diwarisi norma - norma standart moral yang terbentuk dari reduksi data panca inderawinya yang terbatas. Terselubung oleh pikiran yang menghasilkan pembatasan akan prosesnya menjalani hidup (melahirkan adat, moral, hukum agamawi). Orang jawa menyatakan dengan ucapan pager ayu dan poros ijo. Sebagaimana menakar pemahaman kama sutra yang dilakukan hanya untuk memenuhi hasrat semata tentu berbeda jika dilakukan dengan kesadaran  (mengurai bahwa kama sutra itu lebih utama dilakukan atas budhi ; dilakukan untuk menyalurkan energi yang selaras, menemukan jodoh, mendapatkan putra, dan menerima wahyu jiwa suci dan tua yang perlu jalan untuk hadir di bumi kembali karena misi) otomatis inilah yang menyatakan kamasutra adalah "Keu- Tuhan".

Dalam serat centini kama sutra di jabarkan bagaimana posisi, waktu, dan mantranya. Itu merupakan proyeksi sakral bahwa kama sutra adalah bentuk lain dari sembah dan asal usul manusia secara kasunyatan. Mengingat energi kama sutra bila tak disalurkan memicu seorang pecinta bisa menjadi pemerkosa (perusak). Karena terbendungnya energi memicu tekanan jiwa (psikologis).

Menikah sejatinya ada 4 patrap.

Menikah pertama adalah kemesraan cinta Tuhan dan manusia jadi menjaga kebaktian dan kesetiaan sang mahluk kepada Gembalanya adalah pernikahan.  Menikah kedua adalah manusia dengan alam (jadi mengotori sungai, menggunduli hutan, dll ) juga mencinderai kecintaan dan kemesraan pernikahan. Menikah ke tiga adalah manusia dengan manusia yang berlawanan jenis secara pribadi/ picisan (feminim-maskulin) sebagai jalan kasampurnaan dalam mengelola proses pematangan jiwa melalui pembelajaran mengelola hasrat/ nafsu menjadikanya budi pakarti. Sementara menikah ke empat adalah menikah dengan kesosialan antar manusia, merawat hukum moral berbudi dengan sesama, seperti contoh kemesraan pemimpin dan rakyatnya saling asih asuh dan handarbeni. Bentuk pengorbanan dalam pernikahan adalah melakukan dharma kebaikan berdasarkan empat patrap tersebut sebagai laku keprihatinan. Berbuat baik dan melakukan jatah anda dengan landasan dharma akan mempermudah generasi kehidupan setelah anda. Jika tidak untuk jalur sesama manusia lain , setidaknya memberikan kemudahan pada jalur keturunan masing-masing pada anak cucunya kelak dan inilah wohing pakarti. Mungkin anda melihat seseorang atau anda mengalami sendiri ketika seseorang yang awalnya biasa saja bisa menjadi orang yang sukses. Itu bisa jadi di masa kehidupan sebelumnya mbah buyutnya ada yang melakukan empat patrap pernikahan seperti suka memberi, menolong orang lain saat diri sendiri dalam kesusahan, suka tirakat untuk merawat Kesetiaan pada Sang Gusti/ Tuhan. Percaya atau tidak namun fakta kongkritnya seperti itu. Mau bertindak berdasarkan hukum pernikahan sebagai azas ketuhanan dan perikemanusiaan atau keluar garis monggo resiko tanggung anak putu, eh keliru resiko tanggung penumpang hihi.

Rahayu ...

~ Tunjung Dhimas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...