Dari DdB:
“Kamu tahu,” kata saya, “Mungkin berkah tak terhingga bagi Rakyat Prancis di tengah krisis global yang melanda negerinya adalah tampilnya Francois Hollande sebagai Presiden”
“Mengapa?" Katanya berkerut kening.
“Hollande sebagai seorang sosialis memang dekat kepada rakyat dengan pribadinya yang rendah hati. Betapa tidak, dia memilih skuter bermerek Vespa untuk kendaraanya ke mana-mana. Tinggal di Apartement sewaan. Kesederhanaannya, di tengah kehidupan dunia barat yang mengagungkan materialistis, membuat rakyat Prancis tersentuh .
Mungkin dampak krisis global yang dipicu oleh kerakusan para pemimpin yang menampilkan gaya hidup glamour telah membuat rakyat muak dan Hollande memang sosok yang dirindukan. Walau tadinya dipandang sebelah mata bagi pencinta kapitalis
namun bagi rakyat, itu menjadi sebuah keyakinan tentang harapan di masa depan”
“Apa kebijakannya yang menyentuh secara personal?"
“Dia memotong anggaran 30% biaya kepresidenan termasuk gajinya sendiri. Kebijakan itu seakan dia berkata kepada elite Prancis. Cukup sudah kemewahan seorang pemimpin. Cukup sudah kemanjaan seorang pempimpin. Berkali-kali krisis terjadi karena para elite rakus. Saatnya pemimpin bekerja keras dan melupakan kemewahan karena jabatannya.
Tapi kamu harus tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Hollande sudah diterapkan oleh Jokowi ketika menjabat Walikota. Dia menerima gaji sebagai walikota namun tidak untuk pribadinya. Dia mendapatkan anggaran untuk fasilitas kedinasannya namun dia tidak membeli mobil mewah.
Ketika para pemimpin lebih senang berada di kantor mendengar laporan dari bawahannya namun dia mendengar langsung dari rakyat dan kemudian bersikap untuk memaksa bawahannya bekerja efektif untuk rakyat. Ketika kebanyakan pemimpin memanipulasi angka kemiskinan rakyatnya dengan menetapkan kriteria miskin sesuai standar statistik, Jokowi menetapkan garis kemiskinan berdasarkan apa yang dilihatnya langsung di lapangan. Maka jadilah Solo sebagai kota dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Ia tidak peduli bila karena itu citranya rusak. Tapi dengan itu membuat dia terpacu untuk memaksa dirinya dan bawahannya agar bekerja lebih keras untuk rakyat. Program sekolah gratis dan kesehatan gratis dicanangkannya lewat sistem yang memudahkan rakyat mengaksesnya.
Kesederhanaan Jokowi bukan berarti dia miskin. Sebelum menjabat walikota dia adalah pengusaha berkelas dunia dan sempat berkarir sebentar sebagai karyawan magang. Uang berlebih yang didapatnya dari bisnis tidak ditumpuk di bank tapi digunakannya untuk meluaskan kesempatan orang lain mendapatkan pekerjaan. Sebagai pengusaha, memang dia sukses walau tak sekelas konglomerat. Namun harta yang dia punya dia gunakan untuk keperluan pribadinya selama menjabat sebagai walikota tanpa harus membebani APBD. Itu sebabnya harta pribadinya menurun setelah menjabat sebagai walikota. Sangat kontras dengan pejabat lain yang justru hartanya bertambah setelah mendapatkan kekuasaan.
Jokowi tidak pernah berpikir bahwa kekuasaan adalah segala-galanya. Baginya kekuasaan adalah tanggung jawab spiritual yang harus dipertanggung jawabkan tidak hanya kepada rakyat tapi juga kepada Tuhan.
Pencalonan dirinya sebagai Gubernur ala demokrasi dan kemudian Presiden tidak membuat dia larut dengan gaya kampanye kapitalis. Tidak ada billboard yang memajang foto dirinya untuk dikenal orang banyak. Tidak ada iklan televisi yang bertujuan untuk menggugah orang untuk mempercayainya dan memilihnya. Dia lebih memilih mendatangi rakyat langsung. Yang kaya dan miskin dia perlakukan sama dengan rasa hormat yang tulus.
Walau begitu tanpa inferior complex diapun tampil di hadapan para akademisi dan kelompok menengah untuk berdialog apa yang sepatutnya dilakukan oleh pemimpin. Tak peduli bila sebagian mereka meragukan kemampuannya. Dia tetap fokus dengan keyakinannya dan tidak memaksa orang untuk memahaminya namun dengan kesederhanaannya membuat orang mengerti apa niat besar di balik kata-katanya.
Ini pelajaran mahal bagi siapa saja, terutama bagi Elite politik yang mengusung jargon Agama, nasionalis sosialis. Jangan lagi bermimpi bahwa partai besar akan membesarkan anda hingga pantas terpilih. Rakyat sudah bosan melihat gambar partai. Rakyat butuh pemimpin yang berhati mulia , yang dekat kepada rakyat dengan kesederhanaan bersikap dan berkata namun gagah berani membela kepentingan rakyat banyak; Yang memastikan orang kaya harus berbagi kepada yang lemah dan yang lemah terlindungi,“ kata saya.
“Luar biasa ya, Pak. Sudah saatnya para pemimpin entah itu di eksekutif, legislatif atau yudikatif untuk bersama-sama mengubah attitude-nya dari hidup kemaruk harta dengan segala trik atas nama rakyat menjadi hidup sederhana dengan kerja keras demi amanah untuk kesejahteraan rakyat banyak.“
“Yakinlah, kalau kita jujur dengan hati nurani kita, kehadiran Jokowi sebagai pemimpin adalah pesan Cinta Tuhan dan seharusnya menjadi inspirasi bagi siapa saja dalam meniti karir kepemimpinan." Karena kita punya segala-galanya tapi kita langka orang baik. Terutama yang menjadikan kekuasaan sebagai jalan pengabdian dengan menjauh dari kehidupan glamor namun mendekat kepada rakyat miskin. Ingatlah sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa “Tidak bakal susah orang yang hidup sederhana."
“Ya, Pak. Bagaimanapun, negeri kita yang besar ini butuh banyak pemimpin di semua lini. Hidup sederhana adalah kekuatan sesungguhnya. Bila amal kebaikan dengan sikap rendah hati disemai di dunia maka buahnya akan didapat di akhirat, dan itu janji pasti dari Allah.”
“Tepat sekali,“ kata saya tersenyum. Anak muda ini memang cerdas”
“Terus gimana dengan keberanian?"
“Teman saya seorang politisi bilang,
sepertinya Jokowi tidak punya urat takut. Banyak kebijakannya dihindari oleh pemimpin sebelumnyakarena takut menimbulkan kekacauan politik. Maklum, walau presiden dipilih langsung oleh rakyat ratusan juta orang, namun setelah terpilih, negeri ini dikuasai oleh elite politik yang jumlahnya tidak lebih 1000 orang. Tidak sulit mereka menjatuhkan Jokowi apalagi kalau terjadi konspirasi dari mereka.
Tapi memang apapun kebijakan yang memaksa kita keluar dari zona nyaman, dia lakukan tanpa rasa takut. Walau berkali-kali diperingatkan dengan segala resiko goncangan politik, dia tidak peduli. Semakin tinggi rasa takut kita semakin dia kencang untuk melaksanakan.
Menurut saya, secara manusiawi tentu Jokowi punya rasa takut namun dia mampu mengalahkan rasa takut itu sendiri. Mengapa? Rasa takut itu bisa membuat pikiran dan pertimbangan kacau. Akibatnya banyak keputusan dibuat tidak tepat karena pikiran kacau dicekam rasa takut. Akhirnya, keputusan-keputusan itu justru menciptakan masalah yang lebih besar. Dampak keputusan yang salah amatlah merugikan. Banyak orang menderita, karena kesalahan kebijakan yang dibuat pemerintah. Sayangnya, banyak kebijakan tersebut dibuat atas dasar rasa takut akan masa depan. Rasa takut mengaburkan kejernihan berpikir, dan memperbesar masalah yang sudah ada sebelumnya.
Dari mana akar ketakutan semacam ini? Saya melihat, akar ketakutan terletak pada kegagalan memahami arti hidup sesungguhnya. Artinya, ketakutan lahir, ketika orang gagal memahami kenyataan apa adanya. Ia melihat dunia hanya semata dengan pikiran dan perasaannya, yang seringkali dianggap utopia. Menurut saya karena kita anggap hidup ini terlalu serius. Padahal hidup ini hanya senda gurau saja. Engga percaya? Banyak orang menghindari rasa sakit. Mereka takut akan rasa sakit. Berbagai cara dilakukan, mulai dari yang masuk akal sampai dengan yang mistik, untuk menghindari rasa sakit. Padahal, rasa takut akan rasa sakit adalah rasa sakit itu sendiri. Usaha untuk menghindari rasa sakit akan menghasilkan rasa sakit itu sendiri. Ketika orang berusaha untuk menghindari rasa sakit, maka rasa sakit itu akan bertambah.
Banyak orang berusaha mencari kedamaian dalam hidupnya. Banyak yang melihat agama sebagai jalan menuju kedamaian. Banyak pula yang mencari jalan lain, guna memperoleh kedamaian di dalam hatinya. Namun, keinginan untuk merasa damai justru menciptakan perasaan tidak damai. Segala upaya untuk mencapai kedamaian hanya akan menghasilkan ketegangan. Ketegangan itulah yang menjadi akar dari rasa tidak damai.
Banyak orang menghindari rasa takutnya. Mereka mencari berbagai cara, supaya bisa melampaui rasa takutnya. Mereka bekerja keras untuk menemukan keberanian di dalam hidupnya. Padahal, keinginan untuk berani adalah tanda dari ketakutan. Semakin kita ingin berani, semakin ketakutan akan mencekam hidup kita. Orang yang mencari segala cara untuk melampaui ketakutannya justru akan selamanya dijajah oleh rasa takut di dalam hatinya. Banyak orang takut memberi, karena mereka takut kehilangan. Akhirnya, mereka menjadi pelit. Mereka menutup diri dari dunia, dan hidup semata untuk dirinya sendiri.
Padahal, di dalam hidup ini, semakin banyak kita melepas, semakin banyak kita mendapat. Orang harus keluar uang, guna mendapat uang. Orang harus memberi, guna mendapat. Orang harus melepaskan keinginan untuk damai, jika ingin memperoleh kedamaian di dalam hidup.
Semakin kita mengontrol orang dengan ketat, semakin semuanya kacau. Namun, semakin kita memberikan ruang kebebasan di dalam manajemen, maka produktivitas dan kebahagiaan anggota organisasi akan meningkat. Kontrol yang keras akan menghasilkan kebencian dari pihak yang dikontrol.
Banyak orang mencari pengetahuan di dalam hidupnya. Mereka pergi ke sekolah dan perguruan tinggi ternama. Mereka mencari pengetahuan di negara lain, jauh dari tanah air mereka. Padahal, pengetahuan yang sesungguhnya bisa dicapai, jika kita berhenti dan berdiam diri. Pengetahuan yang sejati tidak berada di luar diri kita, melainkan di dalam diri kita. Ketika bergerak dan berbicara, kita justru akan terlepas dari pengetahuan yang sejati. Kita lalu hanya akan terjebak di dalam jutaan pendapat yang mayoritas adalah omong kosong.
Jadi gimana seharusnya? Menurut saya dan pengalaman saya hidup di atas usia 50, caranya, ya, lepaskan semua ambisi yang berlebihan. Maknailah keseharian kita sebagai cara Tuhan berdialog dengan kita. Hadapi keseharian kita dengan senyum. Mengapa? Semua peristiwa itu adalah cara cinta Tuhan untuk melatih kita sabar, rendah hati, ikhlas. Soal peristiwa yang terjadi itu hanya senda gurau saja. Itulah hebatnya Tuhan. Orang bego aja yang anggap hidup serius amat. Dan lihatlah Jokowi, dia bisa melakukan hal yang luar biasa karena dia mampu melawan rasa takut. Nyatanya aman-aman aja. Dia masih bisa santai piara kambing dan kodok. Orang lain saja yang tiap hari stress pakai baper segala, bawa orang demo segala…Mau ngapain?
“Ya, Pak. Luas sekali pemahaman bapak menilai seorang Jokowi. Saya sudah tekad akan menjadi salah seorang yang akan berada di samping Pak Jokowi. Bapak memberi jalan saya menemukan pesan cinta dari Tuhan, bahwa memilih Jokowi adalah itjihad orang beriman yang berahklak baik."
Bersambung.
Sumber: Buku Jalan Sepi (sedang proses edit design & layout). AB. Christian via Tunjung Dhimas Bintoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar