Rabu, 13 Desember 2017

Dialektika Hujan dan Rindu bulan Desember

Saat sebuah pemahaman jauh lebih dalam dari sekedar terhujamnya lapisan dermis oleh dingin yang berlalu, dan jauh lebih kelam dari lintasan- lintasan hitam putih yang berkelebat di kepala. Mengilusikan seseorang yang begitu jauh maka aku harus tahu percakapan metafora antara rindu dan hujan. Yang sering menjadi jebakan bahwa jarak adalah senjata pembunuhan bagi para pecinta. Yang menjadi refleksi dari hati yang terbelenggu.

Hujan menginterpretasikan kedatangannya sebagai pengingat bagi para manusia. Menciptakan lintasan kenangan. Padahal rindu adalah pemilik yang sebenarnya. Hujan dan rindu bersimbiosis. Terkoneksi melalui cara-cara Ilahi, hubungan mereka terlalu misterius. Seolah rindu menjadi lebih kuat karena hujan. Dua mahluk Ilahi ini pembawa kesenduan di bulan Desember.

Rindu begitu setia menemaniku caranya memperlakukanku istimewa. Mendekapku dengan sentuhan hangatnya. Saat hujan menari dengan begitu riangnya diantara aku dan rindu yang duduk melihatnya. Hujan tertawa sembari menebarkan kesejukannya. Rindu dan hujan adalah sahabat yang baik bagi penyendiri sepertiku. Yang begitu suka menghilang dalam gelap.

~ Tunjung Dhimas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...