Senin, 08 Januari 2018

Bersuka Citalah (Kamu bukan kendali atas dirimu secara penuh)

Setiap manusia, memiliki karakteristik dasar yang berbeda-beda. Jangan meletakan "harapan" pada manusia sekalipun ia kau lihat, kau anggap orang hebat-guru spiritual dan apapun indentitas latar belakangnya. Karena mereka tetap manusia yang berpotensi menyakiti, dan kitapun berpotensi tersakiti. Sebagai manusia yang di warisi hasrat-perasaan oleh Sang Gembala.

Kita hanya diberi kuasa saling menghormati-menghargai saja. Tidak ada teman spiritual yang ada hanya teman sosial. Teman sejati hanyalah diri sendiri dan kebenaran. Sementara Kebenaran itu hadir melalui apapun dan siapapun. Ketika kebenaran itu kita ambil dari seorang Guru-pembimbing maka ambil itu sesuai porsi tepat guna.

Tidak perlu berkecamuk dengan apa yang dilakukan guru/ manusia pemberi ajaran tersebut entah dia mengaplikasikan atau tidak ajaranya, pada sikap dan tutur tindakannya mengingat iapun manusia yang mutlak diikuti syarat keterbatasan. Itu hanya menyakiti diri kita karena kemelekatan mengganggap guru-panutan harus menjadi yang kita paksakan sesuai sudut pandangan kita. Padahal semua itu tidak ada ukuran standart idealnya-cuma anggapan kita saja sebagai manusia yang suka melabeli sudut pandangan.

Letakan harapanmu pada Tuhan bukan manusia, karena ia tak akan membuatmu kecewa. Tanamkan itu dalam hatimu karena ia akan merawat-Nya hingga bertumbuh menjadi pohon iman yang berbuah lebat kebijaksanaan. Sehingga segala bentuk duka-sukacita, baik-buruk kita pandang sama. Jangan bunuh harapanmu dengan merasa bahwa dirimu adalah Tuhan.

Kita bukan Tuhan. Kita mahluk yang penuh keterbatasan. Kita hanya dipakai Tuhan. Biarkan segala tutur, tindakan, sikapmu dipakai Tuhan. Ia telah mempersiapkan kita sesuai kapasitas, talenta, keunikan kita. Jangan takut apapun. Perang terbaik adalah melawan rasa takut dan menebar kesukacitaan. Jangan mengeluh Tuhan bersama kita. Tidak mengeluh perdetik adalah ivestasi masadepan yang penuh hikmat kesukacitaan.

Serupa tak sama, ketiadaanpun mengada karena kita mengijinkannya untuk "terjadi" berdasarkan kesepakatan bersama. Tuhan telah berkata pada dirimu bahwa dia ada, dirimu sendiri yang menjadi saksi melalui detak-jantungmu sendiri. Kita kekasih dari Sang Maha Kasih, berjalan bersamanya, tumbuh bersamanya, jangan nestapa difakirkan cinta. Karena ia mencintai manusia yang mengijinkan Tuhan untuk mengambil alih kedudukan hati hambanya yang sering lapuk dan berkarat.

Ketika aku bertutur, membuatmu nyaman, dan teduh maka itu bukan pekikan suaraku, melainkan Tuhan bebicara padamu melalui pita suaraku.  Jangan lantas jatuhkan harapan dan hatimu pada aku. Bisa jadi besok atau lusa aku mengecewakanmu. Karena aku bukan tempatmu melakukan apapun yang kau anggapi.

~ Tunjung Dhimas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...