Hari-hari akan kejam, lingkungan juga bengis merusak kita melalui pikiran. Apa yang kita dambakan menjadi sirna. Iblis menyusupi orang-orang dekat kita. Dimana pekerjaan "sandang, pangan, papan" menjadi skala prioritas yang menyiksa kita melalui perut-perut yang serakah. Dunia semakin menggila, banyak dari mereka mampu membeli gadget. Tapi abai pada jiwa-jiwa mereka sendiri yang gersang. Pohon-pohon yang tumbang.
Dipenuhi tower-tower pemancar kehidupan generasi maya. Anak-anak mengalami pertumbuhan yang semakin cepat. Cepat-cepat merayap menjadi dewasa. Dewasa gayanya. Hacur karakter moralnya. Ini akibat percepatan yang diseret dengan paksa. Waktu-waktu semakin cepat dalam siklus putar. Dimana dihentikan oleh nikmatnya beronani. Onani pada layar maya.
Aku bingung, kaupun bingung, kita bingung. Kreatifitas tergilas. Bakat terjerat. Cetak biru blur menjadi kelabu. Dimana kita hanya dibodohi penyakit milenial ini. Lebih suka jadi followers. Berat sekali bangkit, bangkit menjadi diri yang produktif dan kreatif. Mau meninggi terseret dimensi teman-teman baik yang berbisik mengutuki. Mau melambung dilemahkan keluarga yang tertulari radiasi zaman ini.
Ya sudah. Kita boleh berada disana untuk seseorang. Tapi jangan tinggalkan diri kita sendiri jauh dibelakang. Mari belari. Mari kembali mengingat warisan diri pribadi. Itu harta terakhir Tuhan. Kehidupan bermasyarakat menjebak batin sendiri. Padahal aku dan kamu mati sendiri. Menanggung jawabkanyapun juga sendiri-sendiri. Jadi jangan terlalu peduli pada siapapun. Sebelum dirimu diselamatkan dari kutukan zaman ini.
~ Tunjung Dhimas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar