Rabu, 14 Februari 2018

Ego Adalah Anugerah

Ego..., bagaimana anda memahami ego?, kenapa selalu anda permasalahkan ego tersebut, berlomba memangkas, membunuh, menghilangkan atau apapun itu. Perhatikan seseorang yang membicarakan atau menginstruksikan hal tersebut apakah dirinya sendiri telah melakukan apa yang dipaparkannya tersebut. Bagi anda yang benar-benar memandang kehidupan berdasarkan fakta kasunyatan, intruksi itu adalah cara membunuh  anda secara pelan-pelan.

Ego adalah anugerah ketetapan bahwa kita bisa menjadi manusia, ego harus diterima dan dikelola. Ego dibutuhkan untuk memaparkan ketegasan, membangun rasa percaya diri, menjadi daya dorong penggerak di dalam lencana hukum gravitasi kebumian ini. Kenapa..?, karena kita semua mahluk yang membumi. Jadi bagaimana anda  memangkas ego yang menjadi bagian dari nyawa anda tersebut?. Seiring meningkatkan level kesadaran justru kita lebih tau tahap tata peletakan antara IED dan Ego, keduanya harus dikelola seimbang. Kesadaran itu luas, penangkapan visi satu manusia dan lainnya tentu berbeda. Klaim memberi tanpa pamrih, berpamrih, tulus, merusak, membangun, berkarya nyata, berilusi, semuanya ada dalam lautan kesadaran. Salah atau benar semua juga lebelitas.

Semesta memiliki transformasi universal, sementara 10 perangkat sensorik dan auto sensorik manusia yang menjadi tempat menyerap atau memampukan-- menangkap visi Illahi dalam transformasi universal kemudian memfokuskan--menuangkan dalam kelinieritasan cara pandang dan berfikir, karena kasunyatan pararelitas tak selamanya berbanding lurus dengan kehidupan nyata manusia. Sebagai mahluk inderawi dan berakal terbatas. Kesadaran spiritual tidak berada pada matras kebenaran linier bahwa label sesuai "kasunyatan kapabilitas empiris setiap pribadi". Daya cerap setiap pribadi akan berbeda-beda dalam membelah medan kasat bagaimana antara ilusi, delusi, imajinasi berpendar dalam lembah kasat.  Seperti perihal omnipresence (sang maha hadir), anda menolak ilusi, imajinasi, namun anda menyatakan kemampuan mengakses Yesuss, wisnu, Tuhan atau apapun itu. Itu hanya label produk sejenis ilusi dan sekawanannya yang berbeda label. Jadi saya paparkan bahwa misteri itu selalu menjadi syarat probabilitas kuncinya hanya meyakini--- menjadikan iman. Dengan raduksi pencocokan sumber data-data dari tangkapan panca inderawi ataupun lokus vibrasi dari pendaran rasa sejati. Kemenyatauan seluruh lini-lini organisatorik perbendaharaan sistem inderawi sensorik dan auto sensorik, meliputi pemahaman (keluar; makrokosmos dan kedalam; mikrokosmos), empirisme, krentek hati, dan seluruh sistemik tersebut yang saya sebut sebagai Guru Sejati.  Yang berbuah pengertian dan penjelasan interpersonal. Kemudian direduksi atau di cocokan dengan multi personal.

Seperti pencocokan data pastlife, past life bisa di tropong dengan perpendaran energi  biomanetic yang tergabung dari Alpa omega yang ada di lokus pineal gland. Dalam teori newton metode ini adalah regresi. Namun kematangan alpa omega muncul pada alam kor (kaca rasa). Muncul saat pribadi melemahkan sistem berpikir otak. Dengan kondisi ektase (tirakat) antara lain puasa, terjaga, meditasi,  DLL.  Karena energi biomagnetic akan membuat resistance pada nerve endorfin yang ada pada prineal gland. Namun tingkat kejernihan visi  tergantung pada sel dominant/ bakat dasar/ serta kualitas esktase.  Kemudian data reduksi dicocokan dengan pengalaman individu dan sistem genetical. Namun ingat semua tetap ada keterbatasan manusiawi. Seperti penangkapan tentang unsur elien dan apapun. Mungkin yang dimaksud terjebak dan tersesat dalam llusi adalah pogresi linier pemikiran manusia yang menolak atau tidak adequate dalam menangkap beban empiris kasunyatan tersebut yang tertempel pada kesadaran multitrasenden.

Mungkin anda dan sayapun berhak tidak percaya sebagai mahluk ego yang berakal. Yang berfikir secara linier/ rasional. Tapi  saya tau apapun dibalik itu adalah benar. Begitulah Iman akan terbentuk Iman menjadi jembatan antara sadar dan kesadaran yang luas. Percaya tidak percaya itu hak daulat pribadi. Namun keterbukaan belajar dan belajar adalah utamanya. Apakah data past life itu penting?. Penting bagi yang menganggapnya penting yang mungkin memang kongkrit dengan apa yang dibutuhkan dan dialami saat ini karena vibrasi yang selaras satu sama lain. Dan tidak penting bagi yang sudah mampu memahaminya, atau yang tidak menganggapnya penting. Semuanya juga daulat pribadi hak transkrip jiwa.

Lanjut perihal ego yang disinyalir menjadi buah kesombongan. Lalu apa kesombongan itu menurut anda?. Kesombongan adalah sampah antara proses berfikir dan merasa yang muncul secara dominant. Dan kesombongan ini yang membuat manusia akan jauh dari rasa eling (sadar). Kemudian akan menumbuhkan kesengsaraan batin dan berbuah pada sakit psikis atau fisik. Yang dialami tanpa kesadaran yang menghasilkan keluh kesah berlebihan dan menjebak-menyesatkan. (Ini menjadi bedanya antara proses memprihatinkan diri/ ektase/ tirakat, kesengsaraan ini dilakukan dengan kesadaran, untuk mencapai diri sebenarnya diri). Ego menjadi alat manusia hidup dan mengupas ingatan waktu, yang menjadi daya bahwa dia adalah dia, aku ya aku, karena tanpa aku dan dia aku adalah hanya daging yang kelak membusuk. Jadi ego adalah seperti cover jati diri anda. Jadi jangan terburu-buru mencoba memangkasnya berlebihan, atau anda akan kebingungan dan hilang arah-semangat hidup.

Mungkin bagi sebagian orang kesombongan adalah yang selalu dikaitkan bahwa orang yang merasa bisa dalam potensi keahlian dianggap itu kesombongan. Padahal mereka memang benar-benar bisa dan menjadi keahlianya. Dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk memasarkan atau mengenalkan keahliannya tersebut sebagai cara atas rasa bersyukur dan bertahan hidup. Lalu orang yang menganggap dirinya rendah dari mereka dianggaplah orang yang jauh dari kesombongan, ini belum tentu benar. Bisa saja orang yang seperti itu adalah orang munafik yang malas belajar, dan tidak mau mengelola bakat talentanya. Menganggap dirinya buruk, rendah, bahkan seperti binatang sekalipun. Tidak menjamin diri jauh dari bentuk kesombongan. Melalui diri sendiri lebih rendah, hina, dari orang lain adalah salah satu tindakan sombong terburuk yang pernah ada, karena itulah cara untuk menjadi berbeda yang paling merusak. Atau dalam tahapan ekstrime ia menyangkal dirinya yang bertalenta, tidak bersyukur, dan minder-war hingga berkecil hati hingga bunuh diri, karena beban ketakutan menerima diri yang tidak sanggup melawan keadaan.

Lalu bagaimana mendeteksi kesombongan, tingkatkan rasa bersyukur, terima keadaan diri kenali ia baik-baik (kekurangan-kelebihan), terima keadaan bahwa kita hidup bersama-sama orang yang memiliki kapasitas-kapabilitas diri yang berbeda-beda. Jangan takut berlebihan pada keadaan sekitar. Sisanya periksa diri, mungkin kualitas aura energi kita fluktuatif (naik-turun). Mungkin dikarenakan banyak problem, terkena kasus rumah tangga, ekonomi, penghargaan diri, sehingga mengubah cara pikir yang tidak sehat, mudah menghakimi, DLL. Percayalah semua keadaan dan hal disekeliling kita entah tertulis, visual, tersirat, tersurat adalah bentuk-bentuk doktrin terselubung, entah nampak baik maupun buruk semuanya adalah genangan candu. Dan kita lah manusia yang senantiasa mengakrabkan diri pada candu-candu tersebut. Mengingat kita mahluk ber-ego yang memiliki hasrat dan perasaan. Entah atas nama kebebasan ataupun suatu hukum-hukum tertentu.

Jadi perhatikan lagi seksama, terus bergerak,  belajar, untuk mengantarkan diri pada proses peleburan. Jalan apapun berhak kau lewati. Namun utamanya  pilih satu dan tekuni. Mengingat banyaknya jalan yang terlampau universal justru membuatmu bingung dan tak sampai pada tujuan. Bukalah pikiran seluas-luasnya. Namun tentukan satu prinsip untuk memapah satu jalan. Kita akan bertemu dalam wadah yang sama. Salah-benar tidak berarti sebuah sendatan, namun lebih utama adalah kecocokan dan ketidakcocokan, karena dibalik itulah kebenaran berada bersama kita masing-masing.

Jangan takut dilabeli apapun, orang bijak entah tidak bijak, guru baik entah guru buruk, pecundang atau pemenang, pembawa jalan dharma atau pun jalan sesat. Itu tidak akan mengubah sama sekali jati dirimu yang telah tertancap dari pembawamu, dan perkuatlah dengan prinsip yang telah kau pilih dan temukan. Jadilah Tuhan yang senantiasa terbuka dicab dengan segala label dan nama, entah maha biasa maupun maha luar biasa. Kebaikan atau dharma hanyalah label justru bila fokus itu yang terlebih dulu diutamakan tanpa landasan yang kokoh dari pengertian yang mendalam dari kesadaran memahami hukum kesemestaan terlebih dahulu akan membuat jiwa kaget karena ketidak kuatan menyatakan bahwa nyatanya baik benar, hitam putih itu berimbangan dan menimbulkan tindakan yang justru disharmonis pada akhirnya, aturan dharma adalah lahir dari perangkat nurani manusia, yang menerangkan bahwa segala cipta itu adalah keindahan, kebaikan, penuh kasih. Padahal kasih itu adalah "Jangka-Kinebat" atau duduknya Tuhan ada ditengah antara benar-salah, baik-buruk, hitam-putih,. Dan memandang dan menyikapi keduanya adalah serupa tak sama. Senyatanya dualisme ini akan selalu ada selama kehidupan ini berjangka.

Menjalankan peran dharma merupakan pilihan atau mandat turunan dari hukum kemahaluasan beberapa bagian jiwa untuk tunduk pada aturan perlambatan, pertambatan, bumi untuk cepat hancur dan menimbulkan kerusakan. Namun nyatanya kodrat tetap berdaulat sekuat dan sekokoh apapun nuruti uripe karep atau berniat menyatukan umat  dalam dharma nyatanya hanya seperti menggarami lautan (tetap perpecahan dan kerusakan mengiringi jalannya). Namun justru dengan menyemaikan bibit kesadaran yang universal dan utuh akan memapah jiwa untuk mengambil, menyikapi, dan melakukan sesuatu yang sangat luas sesuai tempat, waktu, kondisi,  yang terus bergerak tersebut, dan memungkinkan dharma itu senantiasa tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Dan pohon kaweruh kesadaran menjadi butul (Mentok) menjadi cakra manggilingan. Akan tetapi proses itu juga bergantung pada asmo wadah musomo isi (bobot masing-masing individu). Sebagai mahluk kita hanya mat sinamadan (mengamati serta menempatkan diri). Berjalanlah terus dalam kasunyatan gerak, tumbuh, belajar, dan bersaing untuk menjadi dominant menjemput dan mengisahkan jalan takdir masing-masing hingga menuju daulat agung melebur-kiamat. Dan seterusnya.  Semua sudah begitu kasunyataannya, dan berakhir cerita yang sampyuh.

Rahayu, O La DHala, kuat, waras, akas, awas...

~ Tunjung Dhimas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...