Rabu, 28 Februari 2018

Tujuh Lapisan Realitas Tubuh Manusia

Tujuh lapisan realitas tubuh manusia yang perlu dikenali sebagai jalan menuju kesadaran tunggal yang sejati. Yang kelak kembali tumpah pada "Asmo Wadah Musomo Isi" atau kekosongan. Kesadaran pakem diberikan oleh Guru Penulis dari Gunung Lawu K.H. Muhammad Umar (maniefestasi banyu kahuripan) yang membabar kaweruh Syahadat Pesinggahan Pageran Alam Padang. Adapun wejangannya sebagai berikut;

1. Shula Sarira

Ini adalah lapisan badan kita secara fisik sebagaimana yang kita lihat secara kasat mata saat ini. Tersusun dari sari-sari makanan dan terdiri dari lima elemen dasar materi [panca maha bhuta]. Lapisan badan ini adalah yang paling kasar. Badan ini penting karena kita butuhkan sebagai wahana bagi evolusi bathin kita di alam material [lahir sebagai manusia]. Tapi badan ini juga sifatnya sangat sementara dan sangat palsu [sangat tidak identik dengan realitas diri kita yang sejati]. Karena itu banyak guru yang memberi nasehat : sadari kalau diri kita yang sejati bukanlah badan ini.

WUJUD : Tubuh kita yang telanjang, sebagaimana saat kita pertama kali dilahirkan ke dunia ini. Ketika kita mati badan fisik ini otomatis terurai.

DIHALUSKAN DENGAN : Asana atau Hatha marga

2. Linga Sarira

Ini adalah lapisan badan kita secara fisik yang lebih halus, yang merupakan kembaran identik dari badan fisik kita yang kasat mata. Badan halus ini tidak dapat dilihat dengan indriya biasa, sebab ada di dimensi alam [loka] yang lebih halus. Lapisan badan ini dapat terpisah dari shula sarira [badan fisik] kita -pada saat kita mati-, akan tetapi tidak dapat dipisahkan sangat jauh. Saat kematian datang, lapisan badan ini selalu berada di dekat mayat atau di tempat yang tidak jauh dari mayat.

WUJUD : Wujudnya sangat identik dengan badan fisik kita sendiri. Kalau ada diantara kita ada yang punya bakat khusus atau kemampuan untuk melihat ke dimensi alam [loka] yang lebih halus, kita bisa melihat Linga Sarira ini sebagai “hantu” dari orang yang sudah meninggal. Sebenarnya yang dilihat adalah linga sarira dari orang yang sudah meninggal. Umumnya linga sarira atau “hantu tanda kutip” ini diselimuti warna agak keungu-unguan.

PRALONO : Secara umum linga sarira akan perlahan-lahan terurai secara bersamaan dengan terurainya shula sarira [badan fisik] kita. Inilah satu-satunya alasan mengapa Hindu mengajarkan kita melakukan kremasi atau ngaben [pembakaran mayat] saat ada yang meninggal. Dengan pembakaran shula sarira [badan fisik], akan menyebabkan shula sarira [badan fisik] secepatnya terurai kembali menjadi lima elemen dasar materi [panca maha bhuta] yang membentuknya. Terurainya shula sarira [badan fisik] berarti terurai pula linga sarira, sehingga yang meninggal itu terbantu untuk bisa segera melanjutkan perjalanan memasuki dimensi alam [loka] berikutnya dan tidak perlu lama-lama bergentayangan menjadi “hantu tanda kutip”.

Penjelasan di atas adalah untuk yang secara umum, ada dua kasus lainnya tentang linga sarira. Pertama bagi orang yang sudah maju secara spiritual [bathinnya bersih, menyambut kematian dengan damai dan keikhlasan sempurna], begitu kematian menjemput dia langsung pergi ke alam-alam luhur dan linga sarira-nya langsung terurai tanpa perlu menunggu shula sarira [badan fisik]-nya terurai. Kedua sebaliknya, orang yang lumpur kekotoran bathinnya pekat atau orang yang keterikatan duniawi-nya begitu kuat [sehingga dia tidak rela meninggalkan dunia ini], dia bisa lama bergentayangan dengan linga sarira-nya walaupun shula sarira [badan fisik]-nya sudah terurai.

3. Pronomoyo Koso

Ini adalah lapisan badan energi [energi prana]. Energi yang memberikan gerak kehidupan kepada badan fisik [materi] kita. Alam semesta ini diselimuti oleh samudera besar energi pemberi kehidupan fisik yang disebut energi prana. Setiap organisme, mulai yang terkecil [mikroba] s/d yang terbesar, saat punarbhawa [kelahiran kembali], menarik ke dalam dirinya sendiri energi prana dari samudera energi prana semesta ini. Kekuatan hidup [prana] yang terdapat di dalam diri kita inilah yang disebut sebagai badan energi [pranamaya kosa].

WUJUD : Kemilau warna ke-emasan. Saat kematian datang, lapisan badan ini keluar dari dalam shula sarira [badan fisik] dan semua lapisan badan lainnya, kembali kepada samudera energi prana.

4. Sukmo Sarira

Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari pikiran yang kasar, yaitu keinginan, hawa nafsu dan emosi negatif. Kalau setelah mati kita lahir di alam-alam bawah, ini adalah lapisan badan yang akan kita gunakan di alam-alam bawah tersebut. Kalau ini yang terjadi, dari alam-alam bawah ini kita akan langsung mengalami kelahiran kembali ke dunia untuk melanjutkan evolusi jiwa kita, tanpa sempat pergi ke alam-alam luhur [alam para dewa].

WUJUD : Wujud dasarnya mirip dengan kabut atau awan tanpa bentuk, dengan warna yang selalu berubah-ubah sesuai dengan isi pikiran kita sendiri. Orang yang biasa mengikuti nafsu indria dan emosi negatifnya [marah, benci, iri hati, dll], sukmo sarira-nya cenderung kasar, tebal dan padat. Sebaiknya orang yang telah maju di dalam spiritualitas, sukmo sarira-nya wujudnya lembut, cerah dan berpendar.

Kalau ada diantara kita ada yang punya bakat khusus atau kemampuan untuk melihat dimensi yang lebih halus, kita bisa melihat Sukmo Sarira ini sebagai “aura”. Sebenarnya yang dilihat adalah sukmo sarira.

Dalam literatur spiritual timur di dunia barat, sukmo sarira sering disebut sebagai astral body [badan astral]. Hal ini tidak salah, terutama karena bagi seorang  yang waskita, sukmo sarira-nya bisa dia bentuk dengan wujud seperti apa yang dia inginkan, mungkin bentuk yang identik sama dengan shula sarira [badan fisik]-nya. Atau bentuk yang lain. Dan dengan memakai sukmo sarira-nya itu, dia bisa bepergian ke segala tempat yang sangat jauh di berbagai dimensi alam [loka] dengan sadar.

[Sedikit catatan tambahan : bahwa di alam-alam bawah, banyak mahluk-mahluk gelap yang bisa menggunakan sukmo sarira [dirubah wujudnya/ cipto gambar] untuk menipu kita. Wujudnya Dewa, orang suci atau orang yang kita kenal dekat, tapi sebenarnya bukan. Tapi jangan khawatir, kalau bathin kita bersih, apalagi “kesadaran tuntunan guru sejati”, mahluk-mahluk ini tidak akan tertarik mendekati kita]. Dan gambar tersebut akan pecah bila tidak berwujud aslinya.

Aspek lain dari sukmo sarira adalah memiliki sifat dapat menarik energi-energi suci alam semesta yang baik, yaitu melalui penyucian diri melalui media air [melukat], dll. Dengan cara demikian pikiran kita dimurnikan.

Ketika bathin kita makin bersih dan makin terkendali dari sad ripu [ kegelapan bathin], wujud sukmo sarira akan semakin lembut, semakin cerah dan semakin berpendar. Ketika sad ripu lenyap dari bathin kita, ketika kita mati lapisan badan ini akan terurai dan kita akan lahir di alam-alam yang luhur [alam para dewa]. Semua dapat disampurnakan dengan pengendalian indriya dan pikiran, penyucian diri melalui media air [melukat] atau pembangkitan kundalini [secara benar]. Dalam kesadaran banyu kahuripan yang bersifat menumbuhkan dan menjernihkan.

5. Karono Sarira

Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari energi yang mencipta pikiran yang halus, yaitu pikiran yang bersih, penuh welas asih dan kebaikan tanpa pamrih. Kalau setelah mati kita lahir di alam-alam yang luhur [alam para dewa], ini adalah lapisan badan yang kita gunakan di alam-alam luhur tersebut. Kita akan tinggal di alam dewa untuk jangka waktu yang sangat lama, akan tetapi di titik ini roda reinkarnasi/ nitis [kelahiran kembali] belum berhenti. Kita masih akan mengalami kelahiran kembali ke dunia untuk melanjutkan misi agung atau atau penyelesaian karma.

6. Margamaya Patrapan Sunyo

Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari kesadaran manusia sejati (sang pembawa/ avatar). Menyadari hakekat riak-riak pikiran, tanpa [ke-aku-an] bebas dari dualitas [suci-kotor, baik-buruk, benar-salah, dll]. Kalau setelah kita mati lapisan badan yang lebih kasar terurai dan kita menggunakan badan ini, roda reinkarnasi  [kelahiran kembali] berhenti dan kita akan melanjutkan evolusi jiwa kita di alam-alam yang sangat luhur [alam para kesadaran kosmik]. Dengan kebebasan memilih turun kembali ke bumi atau tidak.

Dalam lapisan badan ini mengalir pengetahuan ke-Tuhanan, kebijaksanaan sejati dan pengetahuan universal. Di lapisan badan ini tidak ada pembatasan. Kita dapat merasakan secara mutlak kesadaran mahluk lain juga tercakup di dalam kesadaran kita sendiri. Sebab realitas-nya mahluk lain juga bagian dari diri kita.

WUJUD : Tidak termanifestasi.

7. Nayantaka Ajali Kauri

Ini adalah lapisan badan kita yang tersusun dari banyu kahuripan; quak yang transenden, lebur dalam syahadat pesinggahan bibit sekawit [kesadaran sempurna].

WUJUD : Tidak termanifestasi.

MOKSA-Suwung

Ketika seluruh lapisan badan ini semuanya melepas tumpah dalam wadah kekosongan, di-titik itulah kita mengalami moksa-Suwung [pembebasan sempurna], menjadi satu dengan realitas absolut. Sering di-istilahkan dengan istilah “MANUNGGAL”, sebab di titik itulah kita “sadar” bahwa sebenarnya semuanya satu, trillyunan trillyunan trillyunan [tak terhingga] bentuk itu sejatinya adalah satu : Bibit sekawit; manungso - manus; Suwung-banyu kahuripan.

~ Tunjung Dhimas

Anima Mundi (Naskah Kehidupan; Tujuan Penciptaan)

Serangkaian penciptaan semesta adalah kreasi Sang Maha Agung dalam menulis naskah alur cerita kehidupan. Dalam dimensi penciptaan terjadi komposisi yang beragam. Melahirkan dualisme yang saling melengkapi sebagaimana keseimbangan menjadi syarat mutlak dalam tradisi bulan dan matahari. Sebagaimana pula naskah cerita yang selalu melakonkan manusia dan lingkungannya sebagai gambaran pengkisahan.

Kejahatan yang dilahirkan dari sudut kegelapan akan selalu mengiringi kebaikan yang dilahirkan dari sudut terang cahaya. Keduanya senantiasa menimbulkan pergolakan dan pertentangan satu sama lain. Untuk mengisi naskah cerita Sang Maha Agung. Lalu apakah tujuan kesadaran spiritual dalam memaknai kehidupan manusia? Lalu bagaimana misi memayu hayuning bawono atau syarat akan kedamaian dunia yang menjadi tujuan mereka bersama dalam tradisi apapun yang ditemukan manusia dari para leluhur sebelumnya?.  Jagad ini terlalu kompleks dan luas tanpa batas, dalam segala kisah cerita tentang kehidupan manusia beserta kaum dan bangsanya adakah yang mengkisahkan kedamaian kekal didalamnya?. Maka yang ditemukan dimana ada kedamaian disitu pasti juga ada peperangan, sudut pandang konflik akibat perbedaan, sekecil apapun itu.

Bila ada sebagian kaum yang ingin berusaha mendamaikan jagad dari kesalahapahaman dan konflik apapun. Maka mereka itu sesungguhnya hanya memaksa menggarami lautan. Juga lupa bahwa hal yang terlihat sedikit ngotot itu juga bagian dari "ego" mereka sendiri yang berbeda dalam sudut pandang level kesadaran. Bila menyatakan tujuan spiritual adalah menemukan dan menciptakan kedamaian untuk tujuan bersama dalam suatu bangsa bahkan jagad maka semua itu masih ada pada level kesadaran tingkat rata-rata. Kadang ditengah konflik dua kubu yang berbeda ada sebagian yang memposisikan diri jadi penetral atau neutralism. Tak  masalah itupun juga pilihan. Tapi jika ia merasa hal itu solusi untuk menjadi bijak maka mereka masih salah kaprah. Posisi neutral ini justru malah seperti kehilangan arah Iman dan keyakinan. Karena akan sama dengan seseorang yang terbawa angin kesana kemari.

Dalam tradisi matahari tujuan spiritual adalah mengenal jati diri setiap pribadi; mengupas wadah, bakat, kekurangan, serta menemukan tuntunan Sang Maha Agung yang berada dalam diri dengan begitu jiwa akan lebih mantap dan matang untuk menjalani peran dimuka bumi sesuai pag atau jobdisk masing-masing. Dalam kehidupan spirit sejatinya manusia tidak mengikuti keinginannya, namun lebih seksama mengikuti keinginan laku semesta yang hendak kemana membawanya. Lalu dengan begitu mereka akan mampu menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi yang sedang terjadi saat itu (ketitiwancian). Kesadaran spiritual mengupas tuntas sesuatu di balik diri sendiri. Entah berkadar iblis atau pekerja cahaya semua memang begitu adanya. Pikiranlah yang tak  selalu selaras dan menerima setiap laku kasunyatan tersebut.

Adanya peperangan dan konflik merupakan laku semesta untuk memanggil dan menempatkan seseorang pada posisi dan tempatnya. Menjadi syarat pemicu mana pekerja cahaya mana pekerja kegelapan. Bila pekerja kegelapan datang untuk merusak dan menciptakan disharmonis maka akan pula memicu pekerja cahaya untuk kembali menangkal dan mengharmoniskanya. Dan begitu sebaliknya ketika pekerja cahaya memapah jalan kedamaian, melindunginya. Suatu saat pekerja kegelapan akan muncul menghancurkannya. Telah dikisahkan secara menarik pada ilusi perang bratayuda jayabinangun. Justru pada saat perang terjadi maka penempatan posisi akan memanggil manusia dalam perannya memapah jalan kisah kehidupan sesui job disk masing - masing ; mana yang menjadi kesatrya yang melindungi dan menjaga, mana yang menjadi ratu yang menjadi pemimpin, mana yang menjadi pinandita sebagai penasehat, mana yang menjadi begawan yang menjadi penyampai Wahyu agung. Dan lain sebagainya.

Seperti kehidupan sekarang,spiritual sesunguhnya menjadi dasar akan makna pengenalan jati diri. Sebagaimana seorang pemimpin dan bawahan dalam suatu perusahaan sesunguhnya berderajat sama dalam menjalankan perang masing-masing. Tentunya seorang Bos tidak akan mampu melakukan pekerjaan seorang OB begitu sebaliknya. Kesadaran spiritual yang melandasi makna untuk mengenali diri dan menerima kuasanya masing-masing. Berjalan Serta bekerja bersama dalam pengelolaan perusahaan / kerajaan masing-masing. Untuk berperang memenangkan petisi sandang, pangan, papan, yang tak jauh dari perang persaingan. Dan sebenarnya itu juga perang untuk memicu pembelajaran setiap jiwa.

Perang dan kedamaian akan selalu mengisi ruang kehidupan, karena merupakan tujuan akan penciptaan agar menjadi apik, dalam ragam pengkisahan, yang menjadikan kehidupan ini berhakikat "sesuatu yang bergerak". Semua akan terjadi begitu seterusnya, hingga naskah kehidupan ini selesai kiamat atau sampyuh. Jadi tujuan spiritual adalah mengenal jati diri, mengenal guru sejati yang kemudian menunjukan siapa kita dan apa peran kita dalam setiap ketikan karya film yang disutradai-Nya. Bukan perihal mencipta kedamaian besar di luar diri mikro semata. Namun lebih mendalam, kedamaian yang tenang didalam diri karena telah bertemu apa yang menjadi hakikat atau mandat dari keberadaan setiap kita dimuka bumi. Sebagai pijakan kehidupan. Tak harus berperan baik atau buruk namun apa yang benar, sesuai takdir mutlaknya. Karena kebenaran tidak selalu baik bahkan menawarkan keindahan, namun ia sejati dan benar dluar batas pemikiran.

"  See your origin divine, do something from destination your creation by God. You are me. We are from same place, not heaven, not hell, but we call them are "SUWUNG".

~ Tunjung Dhimas

Rabu, 14 Februari 2018

Ego Adalah Anugerah

Ego..., bagaimana anda memahami ego?, kenapa selalu anda permasalahkan ego tersebut, berlomba memangkas, membunuh, menghilangkan atau apapun itu. Perhatikan seseorang yang membicarakan atau menginstruksikan hal tersebut apakah dirinya sendiri telah melakukan apa yang dipaparkannya tersebut. Bagi anda yang benar-benar memandang kehidupan berdasarkan fakta kasunyatan, intruksi itu adalah cara membunuh  anda secara pelan-pelan.

Ego adalah anugerah ketetapan bahwa kita bisa menjadi manusia, ego harus diterima dan dikelola. Ego dibutuhkan untuk memaparkan ketegasan, membangun rasa percaya diri, menjadi daya dorong penggerak di dalam lencana hukum gravitasi kebumian ini. Kenapa..?, karena kita semua mahluk yang membumi. Jadi bagaimana anda  memangkas ego yang menjadi bagian dari nyawa anda tersebut?. Seiring meningkatkan level kesadaran justru kita lebih tau tahap tata peletakan antara IED dan Ego, keduanya harus dikelola seimbang. Kesadaran itu luas, penangkapan visi satu manusia dan lainnya tentu berbeda. Klaim memberi tanpa pamrih, berpamrih, tulus, merusak, membangun, berkarya nyata, berilusi, semuanya ada dalam lautan kesadaran. Salah atau benar semua juga lebelitas.

Semesta memiliki transformasi universal, sementara 10 perangkat sensorik dan auto sensorik manusia yang menjadi tempat menyerap atau memampukan-- menangkap visi Illahi dalam transformasi universal kemudian memfokuskan--menuangkan dalam kelinieritasan cara pandang dan berfikir, karena kasunyatan pararelitas tak selamanya berbanding lurus dengan kehidupan nyata manusia. Sebagai mahluk inderawi dan berakal terbatas. Kesadaran spiritual tidak berada pada matras kebenaran linier bahwa label sesuai "kasunyatan kapabilitas empiris setiap pribadi". Daya cerap setiap pribadi akan berbeda-beda dalam membelah medan kasat bagaimana antara ilusi, delusi, imajinasi berpendar dalam lembah kasat.  Seperti perihal omnipresence (sang maha hadir), anda menolak ilusi, imajinasi, namun anda menyatakan kemampuan mengakses Yesuss, wisnu, Tuhan atau apapun itu. Itu hanya label produk sejenis ilusi dan sekawanannya yang berbeda label. Jadi saya paparkan bahwa misteri itu selalu menjadi syarat probabilitas kuncinya hanya meyakini--- menjadikan iman. Dengan raduksi pencocokan sumber data-data dari tangkapan panca inderawi ataupun lokus vibrasi dari pendaran rasa sejati. Kemenyatauan seluruh lini-lini organisatorik perbendaharaan sistem inderawi sensorik dan auto sensorik, meliputi pemahaman (keluar; makrokosmos dan kedalam; mikrokosmos), empirisme, krentek hati, dan seluruh sistemik tersebut yang saya sebut sebagai Guru Sejati.  Yang berbuah pengertian dan penjelasan interpersonal. Kemudian direduksi atau di cocokan dengan multi personal.

Seperti pencocokan data pastlife, past life bisa di tropong dengan perpendaran energi  biomanetic yang tergabung dari Alpa omega yang ada di lokus pineal gland. Dalam teori newton metode ini adalah regresi. Namun kematangan alpa omega muncul pada alam kor (kaca rasa). Muncul saat pribadi melemahkan sistem berpikir otak. Dengan kondisi ektase (tirakat) antara lain puasa, terjaga, meditasi,  DLL.  Karena energi biomagnetic akan membuat resistance pada nerve endorfin yang ada pada prineal gland. Namun tingkat kejernihan visi  tergantung pada sel dominant/ bakat dasar/ serta kualitas esktase.  Kemudian data reduksi dicocokan dengan pengalaman individu dan sistem genetical. Namun ingat semua tetap ada keterbatasan manusiawi. Seperti penangkapan tentang unsur elien dan apapun. Mungkin yang dimaksud terjebak dan tersesat dalam llusi adalah pogresi linier pemikiran manusia yang menolak atau tidak adequate dalam menangkap beban empiris kasunyatan tersebut yang tertempel pada kesadaran multitrasenden.

Mungkin anda dan sayapun berhak tidak percaya sebagai mahluk ego yang berakal. Yang berfikir secara linier/ rasional. Tapi  saya tau apapun dibalik itu adalah benar. Begitulah Iman akan terbentuk Iman menjadi jembatan antara sadar dan kesadaran yang luas. Percaya tidak percaya itu hak daulat pribadi. Namun keterbukaan belajar dan belajar adalah utamanya. Apakah data past life itu penting?. Penting bagi yang menganggapnya penting yang mungkin memang kongkrit dengan apa yang dibutuhkan dan dialami saat ini karena vibrasi yang selaras satu sama lain. Dan tidak penting bagi yang sudah mampu memahaminya, atau yang tidak menganggapnya penting. Semuanya juga daulat pribadi hak transkrip jiwa.

Lanjut perihal ego yang disinyalir menjadi buah kesombongan. Lalu apa kesombongan itu menurut anda?. Kesombongan adalah sampah antara proses berfikir dan merasa yang muncul secara dominant. Dan kesombongan ini yang membuat manusia akan jauh dari rasa eling (sadar). Kemudian akan menumbuhkan kesengsaraan batin dan berbuah pada sakit psikis atau fisik. Yang dialami tanpa kesadaran yang menghasilkan keluh kesah berlebihan dan menjebak-menyesatkan. (Ini menjadi bedanya antara proses memprihatinkan diri/ ektase/ tirakat, kesengsaraan ini dilakukan dengan kesadaran, untuk mencapai diri sebenarnya diri). Ego menjadi alat manusia hidup dan mengupas ingatan waktu, yang menjadi daya bahwa dia adalah dia, aku ya aku, karena tanpa aku dan dia aku adalah hanya daging yang kelak membusuk. Jadi ego adalah seperti cover jati diri anda. Jadi jangan terburu-buru mencoba memangkasnya berlebihan, atau anda akan kebingungan dan hilang arah-semangat hidup.

Mungkin bagi sebagian orang kesombongan adalah yang selalu dikaitkan bahwa orang yang merasa bisa dalam potensi keahlian dianggap itu kesombongan. Padahal mereka memang benar-benar bisa dan menjadi keahlianya. Dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk memasarkan atau mengenalkan keahliannya tersebut sebagai cara atas rasa bersyukur dan bertahan hidup. Lalu orang yang menganggap dirinya rendah dari mereka dianggaplah orang yang jauh dari kesombongan, ini belum tentu benar. Bisa saja orang yang seperti itu adalah orang munafik yang malas belajar, dan tidak mau mengelola bakat talentanya. Menganggap dirinya buruk, rendah, bahkan seperti binatang sekalipun. Tidak menjamin diri jauh dari bentuk kesombongan. Melalui diri sendiri lebih rendah, hina, dari orang lain adalah salah satu tindakan sombong terburuk yang pernah ada, karena itulah cara untuk menjadi berbeda yang paling merusak. Atau dalam tahapan ekstrime ia menyangkal dirinya yang bertalenta, tidak bersyukur, dan minder-war hingga berkecil hati hingga bunuh diri, karena beban ketakutan menerima diri yang tidak sanggup melawan keadaan.

Lalu bagaimana mendeteksi kesombongan, tingkatkan rasa bersyukur, terima keadaan diri kenali ia baik-baik (kekurangan-kelebihan), terima keadaan bahwa kita hidup bersama-sama orang yang memiliki kapasitas-kapabilitas diri yang berbeda-beda. Jangan takut berlebihan pada keadaan sekitar. Sisanya periksa diri, mungkin kualitas aura energi kita fluktuatif (naik-turun). Mungkin dikarenakan banyak problem, terkena kasus rumah tangga, ekonomi, penghargaan diri, sehingga mengubah cara pikir yang tidak sehat, mudah menghakimi, DLL. Percayalah semua keadaan dan hal disekeliling kita entah tertulis, visual, tersirat, tersurat adalah bentuk-bentuk doktrin terselubung, entah nampak baik maupun buruk semuanya adalah genangan candu. Dan kita lah manusia yang senantiasa mengakrabkan diri pada candu-candu tersebut. Mengingat kita mahluk ber-ego yang memiliki hasrat dan perasaan. Entah atas nama kebebasan ataupun suatu hukum-hukum tertentu.

Jadi perhatikan lagi seksama, terus bergerak,  belajar, untuk mengantarkan diri pada proses peleburan. Jalan apapun berhak kau lewati. Namun utamanya  pilih satu dan tekuni. Mengingat banyaknya jalan yang terlampau universal justru membuatmu bingung dan tak sampai pada tujuan. Bukalah pikiran seluas-luasnya. Namun tentukan satu prinsip untuk memapah satu jalan. Kita akan bertemu dalam wadah yang sama. Salah-benar tidak berarti sebuah sendatan, namun lebih utama adalah kecocokan dan ketidakcocokan, karena dibalik itulah kebenaran berada bersama kita masing-masing.

Jangan takut dilabeli apapun, orang bijak entah tidak bijak, guru baik entah guru buruk, pecundang atau pemenang, pembawa jalan dharma atau pun jalan sesat. Itu tidak akan mengubah sama sekali jati dirimu yang telah tertancap dari pembawamu, dan perkuatlah dengan prinsip yang telah kau pilih dan temukan. Jadilah Tuhan yang senantiasa terbuka dicab dengan segala label dan nama, entah maha biasa maupun maha luar biasa. Kebaikan atau dharma hanyalah label justru bila fokus itu yang terlebih dulu diutamakan tanpa landasan yang kokoh dari pengertian yang mendalam dari kesadaran memahami hukum kesemestaan terlebih dahulu akan membuat jiwa kaget karena ketidak kuatan menyatakan bahwa nyatanya baik benar, hitam putih itu berimbangan dan menimbulkan tindakan yang justru disharmonis pada akhirnya, aturan dharma adalah lahir dari perangkat nurani manusia, yang menerangkan bahwa segala cipta itu adalah keindahan, kebaikan, penuh kasih. Padahal kasih itu adalah "Jangka-Kinebat" atau duduknya Tuhan ada ditengah antara benar-salah, baik-buruk, hitam-putih,. Dan memandang dan menyikapi keduanya adalah serupa tak sama. Senyatanya dualisme ini akan selalu ada selama kehidupan ini berjangka.

Menjalankan peran dharma merupakan pilihan atau mandat turunan dari hukum kemahaluasan beberapa bagian jiwa untuk tunduk pada aturan perlambatan, pertambatan, bumi untuk cepat hancur dan menimbulkan kerusakan. Namun nyatanya kodrat tetap berdaulat sekuat dan sekokoh apapun nuruti uripe karep atau berniat menyatukan umat  dalam dharma nyatanya hanya seperti menggarami lautan (tetap perpecahan dan kerusakan mengiringi jalannya). Namun justru dengan menyemaikan bibit kesadaran yang universal dan utuh akan memapah jiwa untuk mengambil, menyikapi, dan melakukan sesuatu yang sangat luas sesuai tempat, waktu, kondisi,  yang terus bergerak tersebut, dan memungkinkan dharma itu senantiasa tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Dan pohon kaweruh kesadaran menjadi butul (Mentok) menjadi cakra manggilingan. Akan tetapi proses itu juga bergantung pada asmo wadah musomo isi (bobot masing-masing individu). Sebagai mahluk kita hanya mat sinamadan (mengamati serta menempatkan diri). Berjalanlah terus dalam kasunyatan gerak, tumbuh, belajar, dan bersaing untuk menjadi dominant menjemput dan mengisahkan jalan takdir masing-masing hingga menuju daulat agung melebur-kiamat. Dan seterusnya.  Semua sudah begitu kasunyataannya, dan berakhir cerita yang sampyuh.

Rahayu, O La DHala, kuat, waras, akas, awas...

~ Tunjung Dhimas

Senin, 12 Februari 2018

TWIN FLAMES

Terlalu hebat engkau bisa mempelajari tradisi kosmos entah bulan entah matahari entah siang entah malam. Namun aku hanya bertanya jawablah jujur? Bagaimana jika suatu saat engkau pergi di suatu tempat dan engkau merasa bertemu cinta sejatimu?. Tubuhmu yang perlahan tenang terkoyak oleh tarikan dan debar jantung yang dahsyat.  Mungkin cinta tak  pernah kau pikirkan dalam dunia manusia fana.

Tapi tanpa cinta mungkin engkau berdiri di muka bumi dengan serangan sepi yang memperparah kesendirianmu. Ketika cinta itu tak pernah tumbuh dari dalam jiwamu. Ketika beranjak menua kesepian adalah kekalahan abadimu. Dan engkau akan mempercayai dunia adalah tempat hina dan memalukan. Dan berbicara setiap malam tanpa putus tentang kesalahan orang lain. Mungkin dirimu menjadi seperti mereka. Yang diubah oleh kesendirian dan kesepian menjadi hakim-hakim dunia fana.

Kegelapan sebenarnya adalah pikiranmu sendiri. Serangan kepanikan, kekawatiran, mencipta kesedihan batin. Tak  ada yang gelap, dalam pekat malam. Yang gelap adalah pikiran-pikiran yang kalut. Senyatanya cinta itulah penerang bila ia tumbuh subur dari seseorang  yang menjadi cinta sejatimu maka kegelapan itu lenyap dan gugur sebagaimana tidur nyenyakmu sepanjang hari.

Cinta selalu menjadi abadi dalam sejarah kehidupan yang terus berkembang. Kini kesepian dan kesendirianku dilenyapkan oleh pelukan sang cinta sejatiku.  Menggugurkan rindu yang bersarang mengusung kesepian. Tak ada ikrar abadi selain memandang mata dan tidur lelap didalam hatimu. Seluruh tubuh ini akan hancur namun cinta akan tumbuh dan menggenangi kisah penemu dan kekasihnya.

~ Tunjung Dhimas

TWIN FLAMES THE POWER OF MULTIDIMENSIONAL LOVES

Who are the Twin Flames, where they come from and what´s their mission on Earth?

A little history of their multidimensional origin:

The soul of every human being in 3rd dimension in this planet, is in 6th density (what we know as the Higher Self).

This soul has no defined sex, it contains both polarities together or unified in perfect balance. This is clearly shown in the Hindu deities which are represented with androgynous features.

In order to experience, in 5th, 4th, 3rd, 2nd and 1st density, it was necessary for the soul to be divided into two polarities: male and female. Many legends, myths, sacred texts, ancient beliefs, etc, they have repeated this story over and over again. Even the Catholic-Christian Bible refers to the myth that God created man and then takes a part of this man (Adam) and transformes it into his feminine complement (or Eve).

Some authors and experts on the subject say that these souls are graduate 6th density souls, meaning souls who had passed all their incarnations and initial evolutionary process, but now return to give a service to the planet. To get back again to lower levels implies that the soul is separated into two polarities and descend and incarnate in two different bodies. Both polarities, male and female, had already experienced thousands of incarnations in 3rd density not only on Earth, but also on other 3-d planets like ours.

This planet is about to enter its 4th density or planetary ascension as a result of overcoming the terms to support human life after more than 75,000 years of continuous and repeated incarnations in the 3-d. This great cycle of 75,000 years divided at a time into 3 small cycles or processions of the equinoxes around the great central sun. Each spin or galactic cycle has approximately 25,000 years. The Earth has filled those mentioned cycles.

Those Twin Flames that will meet in this incarnation will do so with a very defined spiritual aim, it´s inscribed within themselves: unite their energies opposed but complementary, to help this sphere to ascend to the 4th density. Their union will anchor Divine light to assist this process.

Only 2 or 3% of humans will find their twin here and now. This number is sufficient for the necessary consciousness awakening for their multidimensional important meeting.

These Twin Flames have come to remember ... to awaken from their earthly hypnosis of the mind / emotions / desires that moved them away from their true spiritual role here and now. Many books, videos, lectures, people, coincidences and synchronicities will be part of the process of their personal awakening.

Some Twin flames special features

- They have similar or complementary skills. They have 75-80% of similarity (tastes, qualities, desires) and 25-30% of differences / tolerances between them.

- There will be intense and strange sexual attraction. If this doesn´t happen, they would only be soulmates. Remember: their desire to be together and unified, is not from this dimension.

- They will not necessarily came to make a predictable and routinary life like getting married, have children, pay bills, go on Sunday to mom´s house, etc. they may not wish paradigms like these. Their sense of total freedom and unconditional love are above social dogmas taxes. They want an open and untethered freedom. They will love, but without manipulating or enslave their Twin Flame.

- They are supremely independent in every way. They must be at peace / love with their opposite polarity (healing wounds). that´s the only way their reunion by destiny will be fluid and smooth. Many when they meet will not have fully healed their ego and the traumas of the past, even past lives, so the meeting initiates a process of intense healing so they will increase their vibrations in unconditional love, and will drop the ego.

- Both are very metaphysical, esoteric, and open in mind and spirit. They will seek together or on their individual ways the awakening of consciousness. They will support each other in this crucial aspect and if they are physically together, they can work together on this mission.

- You don´t search for the Twin Flame: they find you at the right time. He/ She will sit beside you and both will flow magically like old, wonderful, millenary and multidimensional friends.

- Sexual, mental, emotional and psychic-spiritual connection eventually will be developed. All this will flow magically without conscious effort of both. Seeing two Twin Flames together the casual observer will see a beautiful, harmonious and loving couple with everyone and with the Universe. There will be magic, sweetness and charm at their pace without conscious effort of them.

- Both may have been through catalyzing experiences with soulmates, souls that they previously agreed to meet, surely souls of the same family or known in past lives, which paved the path towards their Twin Flame. Previous relationships ended with people who had a special connection, and left a very valuable learning and teaching to facilitate a new union.

- The journey of healing and reunion with the Twin Flame is not easy, not mere romanticism, it´s not about traditional relationship, or the end of a fairy tale (though of course, involves one of the greatest happiness experienced in the world ).

They require a lot of inner work, healing old wounds, psycho-spiritual work, drop the ego and operate from the heart. Work a lot with the heart chakra, unlock it; women understand and heal their masculine side, and men understand and heal their feminine side. These relationships bring everything up in order to heal wounds, even past life traumas. That´s why at the beginning there is a tendency to escape, and not to face the connection, blaming the other person for what each one is healing.

Actually it´s a gift of love that is rarely initially valued, but ultimately is understood and appreciated, since the person is healed of all their psychological, emotional and spiritual burdens.

With the twin flame union on Earth in the light and unconditional love of their ONE 6th density sovereign soul, they will contribute unconditionally as they are: magical and powerful beings for the elevation and transmutation of dense energies, karmic and chaotic in this 3-d planet. They come to energetically cleanse this sphere and then to raise spiritually from the center of their hearts full of light, peace and unconditional, Christic and multidimensional Love.

"We haven´t come to learn anything ... we have come together to remember"

By: Tunjung Dhimas  ....…................................... Source:

Twin Flames Eternal .2014. Us. Lone-Wolf.

Chen, Alexsia. 2017. Twin Flames; Belahan Jiwa. Tanggerang Salatan.Javanica: publication.

Coeleho, Paulo. 2016. Brida. Jakarta. Gramedia.

Visi Tuhan Ada Di Dalam Diri Hamba-Nya


Dapatkan visi spiritual yang tepat dari Tuhan, kita harus menyadari bahwa kita hidup disekeliling orang-orang yang diciptakan dengan pemikiran-pemikiran yang berbeda. Jangan memaksakan untuk menyenangkan orang lain. Seseorang belum benar-benar hidup bila mereka harus menyenangkan orang lain, karena mereka sesungguhnya telah mati karena dijajah spiritualnya. Benih kasih Tuhan pada setiap diri hamba di  digersangkan pemikiran yang kerdil.

Kita hidup bukan untuk menyenangkan orang lain. Kita hidup untuk visi  Tuhan yang besar, yang tak terjangkau dengan pemikiran manusia. Mengasihilah untuk Tuhan yang menjaga harapan kita masing-masing. Benih kebahagiaan itu pilihan yang sudah ada didalam diri kita. Jadi kita pun menjadi orang lain bagi orang yang merasa ingin dibahagiakan atau disenangkan, sementara visi Tuhan ditinggalkan, dengan memakai visi manusia yang kerdil dan terbatas oleh pikirannya masing-masing. Ingat kita hidup untuk menjalin keintiman dengan Tuhan, orang-orang sekeliling hanya melengkapi keberadaan satu sama lain sebagai kalifah di bumi.

Jadi mulai sekarang terima apa yang memang menjadi fakta keberadaannya. Sehebat apapun anda di muka bumi ini, entah titisan Taresa, Wisnu, Yessus, entah mampu membangkitkan orang mati dihadapan mereka sekalipun, tetap akan ada orang yang membenci, tidak menyukai pikiran, bahkan apa yang seperti anda ingin. Jangan berekpektasi di hadapan manusia, tapi pergilah pada lembah Tuhan yang ada pada setiap berkat dalam dirimu. Apalagi ketika anda mulai muncul menjadi public figure, membenarkan pepatah lama seiring pohon itu tumbuh besar, samakin pula angin menerpanya. Sayapun belajar di ruang itu Sekarang, agar seiring angin itu datang saya kebal tidak mudah masuk angin. Alias dirusak hati saya oleh mereka yang selalu berlawanan dengan saya tersebut.

Saya menyadari sebagai pamong rasa saya sendiri, saya mengingat visi Tuhan, ketika saya melakukan tirakat dan perenungan DOA, beberapa tahun yang lalu. Saya mendengar getaran dari suara tanpa rupa dari relung saya. Suara itu jelas bukan laki-laki ataupun perempuan namun lebih interpersonal. Ia mengatakan " Kau adalah mahluk perjanjian, dengan penciptamu. Ajarkan kasih-Ku  melalui kasihmu pada sesamamu, sadar dan sabarlah berada dijalan-Ku. Bahkan ketika kau harus menjadi korban, kehilangan nyamanmu, reputasi, harga diri, materi, bahkan hal yang memalukan sekalipun. Karena engkau adalah kekasih-Ku yang sedang kupakai dan kupersiapkan untuk kehadiratan-Ku, tidak ada yang lain sepertimu. " 

Intinya seperti itu suara itu dulu berbahasa jawa, kita lihat dan kupas pesan yang saya bahasakan kedalam bahasa yang lebih universal tersebut. Pro-kontra akan selalu terjadi pada kehidupan kita tapi ketekunan merawat diri di jalan Tuhan adalah pilihan. Tuhan telah menciptakan setiap hamba menjadi kekasih-Nya. Dia mengasihi semua hamba-Nya. Dia menciptakan Tunjung Dhimas dan tak  ada stok lain yang mirip atau cadangan lain. Sama pula Dia menciptakan anda semua dengan stok anda ya anda tak  ada yang sama atau lainnya. Dan itulah anugerah terbesar kita. Yang masing-masing memiliki talenta dan bakat luar biasa. Jadi biarlah kita menjadi korban dan tumbal Tuhan untuk membawa mereka pada jalan mengenal kasih-Nya.  Biarkan mereka menyerang, mengutuk, membenci, mencibir, berbelok jalur, membuat ruang dan berseberangan. Namun tetaplah kita senantiasia mengampuni, mengasihi, mendoakan mereka menuju jalan pencerahannya masing-masing.

Tuhan menginginkan kekasih-Nya belajar dan belajar setia pada hatinya sendiri, mereka pun memiliki jalannya sendiri, kita hanya perlu menegaskan bahwa dalam perbedaan kita tetap saling menjalin hubungan, seperti dalam keluarga ataupun perusahaan kita memiliki penegasan dalam jalin hubungan dan komunikasi, dalam menyelaraskan perbedaan-perbedaan tersebut. Jangan turut menjadi kepahitan namun serahkan diri pada muara kasih yaitu Tuhan atau kealpa Omega dari segala hierarki keberadaan. Tuhan punya rencana dan proyek besar dalam diri kita semua. Dewasa bersama-Nya, memahami keindahan kasih-Nya.  Mungkin mereka yang memusuhimu menganggap jalan pikiranmu keliru, sedang berusaha mengakrabkan diri pada kasih Tuhan yang belum nampak pada pemahamannya. Bersabarlah syafaati mereka waktu Tuhan akan merengkuhnya. Mungkin mereka belum lulus mengasihi manusia jadi Tuhan yang akan menjamah dan menggetarkan dirinya dengan Jalan Tuhan sendiri.

Ingat sekali lagi Tuhan punya proyek dan rencana besar pada setiap hamba-Nya. Tuhan mengerti prioritas pada kita, mana yang harus didahulukan atau diutamakan untuk kita. Jadi bersabarlah dalam setiap keadaan anda. Mungkin kita selalu memutuskan bahwa ini salah, Tuhan tidak adil, dan kita kecewa pada diri, Tuhan, dan kehidupan kita. Pernah kita melakukan niat baik menolong seseorang, tapi malah diri kita lebih buruk dari seseorang yang kita tolong, anak kita hancur sekolahnya, masalah keluarga justru menimpa kita. Lalu segera wabah "kekecewaan" menyerang diri kita.  Tenanglah, bersabarlah Tuhan belum kelar dalam menyelesaikan proyek dan rencana-Nya pada anda.

Pernah saya menjadi saksi Tuhan mengajarkan saya lewat apa yang saya lihat, saya pernah menghadiri acara pameran lukisan di Surabaya, pada saat itu saya memandangi salah seorang pelukis melukis dengan melemparkan kuas cat pada kanvas yang seakan dilakukan secara tidak teratur dan terkesan asal-asalan. Lalu kanvas itu tampak lebih buruk dari kaidah lukisan biasanya. Segera pikiran saya memutuskan menghakimi pelukis itu, " Ah, apaan ini? Anak kecilpun bisa melakukannya, ini hanya corat-coret awuran, saya pun bisa melakukannya. "

Namun tak lama saya mencoba menunggunya beberapa saat sampai pelukis tersebut menyelesaikannya. Karena rasa penasaran saya. Selang beberapa waktu saya tercengang waow ...amazing..., ternyata lukisan itu berakhir dengan sempurna seekor leopard yang bersandar diatas dahan pohon. Dengan tata artistiknya yang menakjubkan. Ditangan seorang ahli atau maestro sebuah project berakhir sempurna dan menakjubkan. Tidak seperti saya yang amatiran. Ternyata penyimpulan saya pada awalnya salah besar, jugde saya di awal coretan meninggalkan sesal dan malu pada pelukis tersebut.

Begitulah Tuhan, kita jangan buru-buru menyimpulkan pada Tuhan bahwa Dia tidak adil, kecewa dengan permulaan project, atau puzle-puzle yang direncanakan-Nya pada kita. Yang mungkin dengan mudah kita tebak-tebak. Namun rencana Tuhan lebih luas dan besar dari pikiran kita. Ingat Tuhan belum kelar menyelesaikan lukisan-Nya pada kita. Tuhan kita adalah Pelukis Agung, kita adalah kanvasnya, dan kisah kehidupan adalah media alat pewarnanya.  Jadi, temukan visi Tuhan. Setia pada jalan-Nya, tekun mengelola diri di hadapan-Nya.

Kata "Tuhan" bukan serta merta delusi ataupun ilusi bila kita menyadari bahwa diri kitalah saksi akan keberadaannya yang meminjam tubuh dan keseluruhan dari kita sebagai manusia. Tak perlu memperdebatkan hukum teologi, okultisme, jawasentrisme, atheisme. No...no...!! Just be patient, and do anything, prove way to your life. We are face and shape from what do you call with "GURU SEJATI" or "GOD".

~ Tunjung Dhimas

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...