Senin, 30 Oktober 2017

Buah Roh

Dalam hidup buah roh kata pastor favorite saya, Ko Philip Mantofa. Merujuk pada esensi sikap kasih sebagaimana wujud dari Tuhan yang mempribadi. Ko philip pernah berdiskusi tentang hal ini saat saya belajar memahami iman kristus. Sebagai seorang pastor dan ahli teologi. Beliau memaparkan bahwa iman rohani yang mendalam terhadap kristus adalah keintiman terhadap Tuhan.

Intim terhadap Tuhan, adalah suatu kondisi dimana " Ke-aku-an" dilebur, menggenapi dari sudut pandang Philip Mantofa. Bahwasanya "Ke-aku-an" sejatinya tidak bisa dilebur melainkan dilemahkan. Adapun mekanisme ke-aku-an merujuk pada kuatnya hasrat pikiran. Memang berpikir adalah lambang kemanusiaan kata Roodin, namun melalui pikiran pula manusia merusak dirinya dari lingkungan yang direasorbsi melalui proses berfikir.

Salah satu tindakan sebagai proses melemahkan ke-aku-an dalam iman kekristenan yang diajarkan Yessus adalah pentingnya sikap mengampuni atau memaafkan. Dari satu ajaran itu membuat jiwa saya menerima iman kristus sebagai maniefestasi pesan Tuhan. Tidak salah bilamana Yessus disebut Tuhan, karena ada empat teoritif untuk mengemukaan keberadaan dan wujud Tuhan.

Pertama ; Adalah Tuhan sebagai bentuk "kekosongan/ suwung" sesungguhnya memang awal mula dan asal muasal material ini adalah ketiadaan. Seperti keterangan Hawking tentang quantum fishikanya "bahwa terlalu berlebihan bilamana manusia menyebut Tuhan sebagai pencipta, nyatanya semestalah yang melakukan evolusi dan revolusi dalam memberadakan dan meniadakan materialnya".

Kedua; Tuhan sebagai bentuk realitas semesta tanpa batas meliputi alam fisik dan metafisik. Bumi, planet, bintang, air, api, laut, manusia dan apapun adalah wajah bentuk Tuhan. Atau perejawantaahan dari organ panel atau gatranya.

Ketiga; Tuhan yang mempribadi, bahwa ada keyakinan bahwa Tuhan mempribadi atau menyosok dalam bentuk manusia sebagai perwujudannya. Seperti Tuhan yang diyakini menyosok sebagai Wisnu dan Sri Krisna dalam kitab-kitab hindu. Dan dalam Al-kitab ia adalah menyosok sebagai Yessus Kristus. Mungkin secara fragmatis Tuhan juga menyosok sebagai Muhammad dalam Nur-Nya.

Keempat; Adalah Tuhan personal, inilah Tuhan yang diakui secara personal (pribadi) yang merujuk pada iman agamawi dan budaya skeptis. Misal orang Islam menyebut Tuhan sebagai Allah SWT, Orang Kristen menyebut Tuhan sebagai Yessus Kristus,  orang Hindu sebagai Sang Acintya, serta orang Budha sebagai Sang Hyang Widi. Yang merupakan stake holder kesadaran akan Tuhan dilevel dasar. Biasanya ini yang menjadi timbulnya skip-skip dalam suatu golongan.

Merujuk pada kasunyatan bahwa Tuhan sendiri adalah dimensi tanpa batas maka, saya pun menerima dengan kesadaran total sebagaimana keterbatasan saya dalam mengakses data Tuhan untuk kemudian menyelami terus-menerus sebagai proses belajar menjadi lebih bijak dan ringan yang merupakan wujud bakti dan sembah saya dalam iman yang luas dan lues. Walau secara raga saya harus menyesuaikan jasad saya dalam tradisi muslim. Dalam jagad batin sesungguhnya menghilhami dan menyerap dari semua sudut dan dimensi semesta yang luas dan melampaui pikiran saya.

Dengan kondisi seperti itulah niscaya buah-buah roh yang diungkap oleh Ko Philip Mantofa. Merupakan bentuk nyata dari seseorang yang sudah menyatu/ manunggal dengan Tuhan. Dimana segala sikapnya mencerminkan sikap Tuhan yang penuh kasih dan kewelasan. Lebih leluasa dalam menuntun dirinya sendiri pada jalan kristus sebagai cahaya kebenaran. Sementara secara universal saya memahami bahwa Tuhan setiap saat menuntun kita dari isi hati yang berlantun getaran suara tanpa rupa. Adapun iman adalah keyakinan yang mendalam atau kekusyukan dalam kepekaan menerima pesan dari sanubari. Dan melantunkan doa-doa, blessing, dan meditasi (laku-laku asketik spiritual) sebagai usaha melemahkan dan sedikit mengurangi dentum-dentum pikiran yang terlalu berlebihan yang membuat skip-skip presepsi yang samar-samar menjatuhkan dan membelokan.

~ Tunjung Dhimas

Foto by: GMS Sby.

Sedulur Papat Limo Maslahat


Keotentikan dari falsafah " sedulur papat limo maslahat" , sebenarnya membuka bahwa fenomena tersebut tak lepas dari zahir diri pribadi setia individu. Empat saudara itu sesungguhnya dzat saripati unsur alam yang melindungi setiap pribadi, merawat pribadi hingga kembali pada ajal yang menanti.

Empat saudara ini pula yang menyerupa menjadi nafsu adapun nafsu tersebut adalah mutmainah; air, supiyah; angin, amarah; api, muamah/ aluamah; bumi/ tanah. Unsur-usur inilah yang menjadi anasir syarat manusia hidup tumbuh dan berkembang. Menurut saya pribadi empat anasir adalah asisten Gusti, yang menjaga maniefestasi Gusti sendiri berupa " Nur Muhammad/ roh kudus/ fetus/ body satva/ atman" didalam wadag/ raga manusia.

Adapun yang disebutkan bahwa anasir ini juga menjadi nafsu/ goda kencana adalah ketika manusia sejati (nur didalam diri) tidak leluasa dikenali oleh suasana rangka manusia dalam tataran menyelami diri sejatinya dalam hukum tangga dasar kesadaran. Bilamana ia ber-Insan menjadi apa yang disebut itu khalifah/ pemimpin, niscaya ia telah mengerti dan berhasil membuka kotak wahyu yang menyimpan data Gusti dengan indikator kesadaran.

Menurut saya manusia adalah "hardiks" canggih karena merupakan kotak penyimpan data-data Gusti. Itu yang sering disebutkan bahwa manusia adalah mahluk sempurna. Melalui manusia banyak rahasia semesta terkuak termasuk data-data tentang keberadaan  Gusti/ Tuhan itu sendiri. Pada manusialah Gusti menitipkan pesan data rahasia. Yang kemungkinan terkuak apabila setiap manusia mau menyelami dirinya sendiri.

Manusia memiliki unsur sifat ke-utuh-an diantaranya.(1). Sifat iblis; yang mana adalah sifat-sifat tamak, destruktif, dan disharmonis. (2). Sifat binatang; kekurang santunan, anmoral. (3). Sifat Manusiawi; kebutuhan sandang, pangan, papan. (4). Sifat Malaikat; Ketundukan, kepatuhan, ketaatan. (5). Sifat Tuhan; Kebijaksanaan dan kebersahajaan.

Maka dari itu keseluruhan sifat-sifat tersebut bagian dari kesempurnaan, hanya perlu sikap laku asketik untuk proses membuka, mengenali, memahami dan mengendalikan sesuai tingkat kesadaran untuk laku kemaslahatan yang berindikasi sikap terbuka, luwes, luwas, asih, asah, asuh dan bijak dalam memapah laku hidup ber-umat, ber-berbangsa, ber-masyarakat, dan hidup berperi kemanusiaan.

~ Tunjung Dhimas

Minggu, 29 Oktober 2017

Kesadaran (Ketika aku menelan pohon pengetahuan, ketika aku menelan Tuhan)

Kesadaran sebagai kasunyatan bahwa hidup ini adalah "pola mengamati" dari keseluruhan gerak yang meliputi (gerak energi, gerak rasa, gerak pikir, gerak sel tubuh, dll). Mengamati dalam artian mengerti batas-batas kuasa segala organ tubuh entah itu yang material maupun imaterial. Jika anda mengerti bahwa mata hanya bisa melihat tanpa medengar, telinga mendengar tanpa melihat, dan batas-batas kuasa masing-masing organ yang terorganisir menjadi suatu kesatuan yaitu manusia hidup.

Lalu "mengamati" itu bagian dari proses kinerja matakah? Sementara kita sering mendengarkan suara hati padahal "perangkat mendengar" itu ada pada telinga. Bagaimana kedua pernyataan itu dibedah dan dijelaskan. Maka saya menyatakan bahwa kesadaran itu adalah lokal  komponen dari "rasa sejati" yang bervibrasi seperti sonar dari relung telenge manah (pusat hati). Kesadaran adalah daya wewenang, kehendak, karsa, eling yang mengerti akan keseluruhan kemengertian tanpa batas. Melebihi kata "tanpa batas"  itu sendiri. Namun sering dari kita membatasinya dengan nama " Tuhan".

Analogi praktis dari kesadaran adalah bilamana kita "memahami dari hukum kausalitas sebab akibat dan mampu menangkap signal dari vibrasi keseluruhan realitas semesta dan menuangkanya dalam laku, lakon, lelaku dengan eling dan peka" maka itulah kesadaran. Analogi teoritis jika Tuhan itu adalah lautan maka manusia adalah air laut yang ada di dalam gelas. Jika Tuhan itu tanpa batas (termasuk maniefestasi dari manusia itu sendiri) sementara manusia terbatas hijab yang berbentuk raga dan pikiran.

Namun sejatinya keduanya hanya satu. Indikator dari kesadaran adalah ketika seseorang menjalani hidupnya dengan sumeleh, sareh, lembah manah (bijaksana dan bersahaja). Tidak dikurung oleh pikiran mereka sendiri yang membatasi, terbukalah  hijab-hijab dalam lapisan diri.  Hidup terasa luwes dan luwas ringan tanpa tekanan. Karena sejatinya kita adalah Tuhan itu sendiri. Kita adalah kesadaran. Kesadaran bahwa Tuhan menjelma manusia (mahluknya) sebagai aktor dalam film yang disutradarainya. Jika manusia itu adalah wayang maka Tuhan adalah sang dalang. Namun ringkas daripada kesadaran adalah "kita yang mengamati dan kita yang diamati".

~ Tunjung Dhimas

Antara Surga dan Cinta (lupa bahwa Tuhan perlu jadi Manusia).

Surga dan cinta memaut rasa bahagia. Jangan katakan sesuatu bilamana masih dihukum ilusi semata. Engkau yang merasa sedang bahagia karena kecukupanmu dalam kemapanan hidup. Sesungguhnya itu bukan karena cinta namun karena hormon tubuhmu sedang ditipu kenikmatan jasadmu.

Bagaimana mampu diri ini menikmati surga? Jika menikmati hidup dibumi saja tidak kuasa. Apa bahagiamu itu hanya ungkapan rasamu yang nyaman ? Sesungguhnya tidak ada kenyamanan di bumi ini nyatakan ia hanya pergi silih berganti tiada ampun jika takdir telah merampas dan mengharuskan. Engkau katakan mari menebar cinta, namun nyatanya engkau masih terbawa suasana ketika membaca tulisanku, tingkah lakuku, engkau lupa bahwa kesadaranmu direnggut oleh ilusi kenyamananmu sendiri.

Engkau nyaman di deretan ruang-ruang kesadaran. Namun kau lupa bahwa kau tetap manusia yang tetap harus naik turun merawat dan meruwat tangga-tangga empati dan simpati. Jangan mencintai kebijaksanaan. Selagi jiwamu meninggalkan jiwa-jiwa lain yang masih butuh ditutun menapaki tangga dasar kesadaran. Atau segera pergilah ke surgamu dan bawa cintamu yang asing dari umat bumi ini.

Lupakah ? Bila kesadaran harus berpegang teguh pada keutuhan, keseimbangan dan keselarasan. Sehebat, seluas, selues apapun kesadaranmu menjadi realitas Tuhan. Bila tidak belajar merawat "tepo saliro/ menempatkan sesuatu sesuai porsi dan batasan" sebagai mahluk -Nya.  Maka misi memayu hayuning bawana itu sesungguhnya gagal.

~ Tunjung Dhimas



Jumat, 27 Oktober 2017

Melampaui Cetak Biru, DNA Melebihi Batas Berpikir

Sehubungan dengan proses pemikiran manusia ada salah satu hal yang ingin saya bahas. Kita percaya dan mengira bahwa otak memainkan peran paling penting dalam mengatur tingkah laku kita. Sesungguhnya sel-selah yang melakukannya, dan gen yang memerintahkan sel-sel tersebut. Otak berfungsi tergantung pada kinerja sel-selnya. Gen mengatur panel pengontrol utama tubuh kita. Menurut Murakami "jika memang benar kita bisa mengontrol  mekanisme nyala atau padam pada gen kita, kita harus lebih memahami lagi tentang gen kita". Maka dari itu akan lebih terperinci bila kita memperhatikan pesan-pesan yang kita kirimkan pada gen kita.

Bahkan tanpa disadari, kita terus-menerus terlibat dalam percakapan dengan diri kita sendiri. Pada saat sedih kita mengikuti skenario yang ditulis dari sisi negatif. Walaupun sel menuruti instruksi dari otak, pada saat yang sama, mereka juga merupakan organisme sendiri yang terpisah. Dalam kasunyatan kita semua melalui masa-masa ketika kita lelah, sakit, dan kehabisan tenaga. Anda mungkin menemui beberapa masalah entah itu kerja, putus cinta, atau mendapat kesulitan saat menjalin hubungan dengan orang lain.

Pada saat-saat seperti itu memang sulit untuk kita tidak terjatuh dan merasakan depresi. Bagaimana anda bisa melepaskan diri dari perasaan jatuh dan depresi? Yaitu dengan menyalakan gen yang memberikan tenaga. Anda dapat mempelajari bagaimana cara melakukan hal ini dengan mengumpulkan semua kebijakan yang telah anda dapatkan selama perjalanan hidup. Salah satu cara yang sarankan adalah membuat diri anda terinspirasi. Jika tidak ada yang menginspirasi anda saat itu, pikirkanlah kembali suatu saat ketika anda merasa termotivasi dan tergerak.

Inspirasi adalah kombinasi dari kegembiraan dan semangat yang menyenangkan. Pengalaman menjadi seorang peneliti sekaligus penulis amatiran. Saya pernah melakukan riset tentang pencak silat sebagai pemenuhan tugas akhir saya saat kuliah. Ketika proses penelitian saya lakukan, motivasi terus saya dapatkan dari beberapa sumber yang saya wawancarai saya merasa diri saya berkesan dengan semangat kecintaan saya pada pencak silat. Karena bertemu dengan orang yang sepemikiran dan seenergi dengan saya tersebut. Para ilmuwan pasti merasakannya, apalagi ketika baru menyelesaikan penelitiannya. Semangat dan bahagia saya rasakan setelah saya menyelesaikan dan menulisnya pada format jurnal penelitian yang diterbitkan kampus, makalah tersebut cukup diminati oleh kalangan pemerhati sosial dan pecinta silat.  Sekaligus membuat saya tergerak dan bangga. Saya pernah tidur memeluk berkas-berkas penelitian tersebut, yang membuat saya terinspirasi menjadi seorang peneliti.

Saya dapat merasakan rasa sehat, kuat, bertenaga merambat di seluruh sel-sel saya. Yang memberi inspirasi seseorang mungkin berbeda-beda. Bagi sebagian orang mungkin berupa pemenuhan hasrat melalui cinta, karier, menghabiskan waktu dengan keluarga atau menikmati  membaca buku motivasi serta berkebun,dan menikmati karya seni. Sesuatu yang tidak berhasil menyentuh satu orang mungkin akan sangat menggerakan orang lain. Sebagai contoh marilah saya perkenalkan Prof. Juan Santosa salah satu mentor saya di salah satu univ. di Jogja. Sebagai calon akademisi lanjutan beliau pernah bercerita kepada saya pada saat studi di Belanda. Tentunya cerita ini tak pernah saya lupakan. Beliau adalah seorang peneliti di bidang arkeologi, pernah suatu ketika beliau berhari-hari menghabiskan waktu dilereng gunung dan tempat yang memungkinkan untuk didapati data dari risetnya. Kala itu beliau bekerja sama dengan pusat penelitian arkeologi di Belanda. Kurangnya jam istirahat akhirnya membuat beliau jatuh dan divonis menghidap gangguan saraf yang rumayan parah.  Suatu saat ketika beliau hendak pergi berobat beliau seperti mendengar seruan dari hatinya. Seruan itu menyuarakan agar ia pergi ke perpustakaan kampus dimana beliau studi. Dengan seksama beliau mengikuti pesan suara itu, diantar salah
Seorang temannya beliau memutuskan menunda berobat dan pergilah ke perpustakaan tersebut lalu suara itu menuntun beliau pada rak buku yang salah satunya berjudul "Heiligenstadter". Diambilah buku itu dan dibawa kembali ke tempat tinggalnya. Lalu ia membaca buku biografi Beethoven tersebut.  Ketika kehilangan pendengarannya Beethoven sempat mempertimbangkan untuk bunuh diri dan bahkan telah menulis surat wasiat. Namun setelah melalui sebuah pergulatan batin, akhirnya ia memutuskan untuk tetap hidup. Saat itulah ia menuliskan buku " Heiligenstadter" sebagai ekspresi dari kesungguhannya. Di dalamnya, ia menulis, " Mungkin aku akan membaik, mungkin tidak; Aku telah siap. ...Terpaksa sudah menjadi seorang filosof pada usia muda. Oh hal ini tidak mudah, dan bagi seorang seniman jauh lebih sulit daripada siapapun."

Kata-kata tersebut menyambar Prof. Juan bagai kilat petir. "Penderitaanku ini tak ada apa-apanya, Beethoven telah mengatasi ketulian, sebuah cacat yang sungguh fatal bagi seorang musisi . Aku mungkin tidak memiliki bakat yang besar, tetapi aku punya badan besar normal dan sehat, jadi bagaimana aku bisa mengeluh? Aku akan menunjukan pada semua orang bahwa aku mampu mengatasi hal ini. Sejak itulah neurosis yang diderita Prof. Juan sembuh. Apakah yang membuat Prof. Juan mengalami kesembuhan secara sekejap? Menurut saya karena emosi yang mendalam yang di alami Prof. Juan mengaktifkan gen-gen  yang menyebabkan penyembuhan dan tenaga vitalitas. Ini seperti pandangan dan paparan Murakami pada bukunya Divine Message Of DNA. Pengalaman Prof. Juan dapat menginspirasi saya.

Sebagian orang mengatakan bahwa potensi manusia tidak terbatas. Mereka beranggapan apabila seseorang berusaha dengan tekun dan keras dia akan dapat melakukan atau menjadi apapun yang ia inginkan. Sebagian yang bersikeras bahwa ulat pasti menjadi kupu-kupu, batasan-batasan kita ditentukan sejak lahir. Kenyataannya memang kita tidak bisa melakukan apa pun kecuali jika telah terprogram dalam gen kita. Sesuai dengan pengertian itu, maka potensi dan kapasitas manusia memang terbatas.

Jika saya tiba-tiba memiliki sifat yang sebelumnya tidak tampak ; misal, jika saya tiba- tiba menjadi penulis, peneliti pantang menyerah, atau tenang; hal ini tidak lain adalah kemunculan dari sifat-sifat terpendam yang belum timbul ke permukaan. Entah bagaimana, mungkin tombol genetik bagi kemampuan - kemampuan tersebut telah pecah dan menyala atau tombol genetik untuk sifat-sifat seperti kemalasan atau pencari kesenangan telah dipadamkan. Kapasitas seseorang tersimpan secara keseluruhan dalam gen mereka.

Namun kita harus ingat bahwa 5 atau sebanyak -banyaknya 10 ℅ dari gen dalam keseluruhan genom (kumpulan informasi genetik) manusia yang dipercaya bekerja setiap waktu, sementara sisanya tetap dorman (Murakami, 2007: 75). Maka dari itu bila ungkapan potensi dari manusia terbatas, definisi akan kata "terbatas" sangatlah berbeda dari inteprestasi konvensional. Selalu ada kemungkinan untuk apapun atau sesuatu yang belum terjadi adalah probabilitas. Dalam pengertian itu bahwa pandangan potensi manusia itu tak terbatas memang tidak salah. Apapun yang dipercaya oleh otak kita mungkin terjadi, pastilah memang mungkin terjadi, dan apapun yang tidak terpikirkan oleh kita berada di luar dunia yang mungkin maupun tidak mungkin. Misalnya, pesawat terbang diilhami karena seseorang berpikir, " aku ingin terbang seperti burung." Walaupun secara ilmiah potensi manusia terbatas, kita tak perlu menyadari adanya batasan ini karena informasi yang tertulis dalam gen kita jauh melebihi apapun yang dapat kita bayangkan.

Pada saat ini, batasan manusia pada lari sprint Olimpiade berada pada hanya sedikit di bawah sepuluh detik. Dari sudut pandang bahwa potensi manusia tidak terbatas, rekor ini mungkin dapat dipangkas menjadi delapan detik, enam detik, atau bahkan lebih singkat lagi. Namun, secara pribadi saya meragukan ini akan terjadi karena menurut saya hal ini tidak termasuk dalam informasi genetik kita.

Hal ini mungkin akan membuat orang-orang betanya-tanya, " Saya mengerti bahwa saya tidak bisa melakukan apapun kecuali jika hal itu tertera dalam DNA saya. Tetapi tidakkah saya bisa berlari seratus meter dalam 10 detik? Pastinya hal itu juga telah tertulis dalam DNA saya." Kita tak bisa menarik kesimpulan bahwa alasan sebagian besar dari kita tidak dapat berlari secepat Carl Lewis adalah karena kita tidak memiliki kemampuan itu. Kemampuan itu mungkin hanya tergeletak secara kompleks karena gen-gen yang relevan denganya padam. Jika dikejar seekor anjing, siapapun di antara kita mungkin akan berlari seratus meter dalam sepuluh detik sebagai reaksi dari kondisi terdesak tersebut. Namun, seperti semua mahluk hidup, manusia tidak dapat melampaui batasan dari apa yang telah tertulis dalam gen mereka.

Dalam sebuah kisah Budha, " Perjalanan Mengambil Kitab Suci", karakter cerita Sun Go Kong, si kera sakti, ditantang oleh Bodisatva untuk melepaskan diri dari telapak tangannya.  Ia pun berjalan jauh dan menandai lima pilar di lima negara yang berbeda - beda untuk membuktikan ke mana saja ia telah menjelajah. Namun semua itu hanya sebuah ilusi. Ternyata, ia hanya menandai kelima jari tangan Bodisatva. Sun Go Kong menunjukkan kekuatan yang luar biasa, namun kekuatan ini masih tidak dapat melampaui kekuasaan sang  Bodisatva. Ini seperti ungkapan melampai cetak biru dan DNA melebihi batas berpikir kita yang saya tangkap dalam kesadaran saya. Sama halnya, kita mungkin menunjukkan kemampuan baru yang luar biasa, merasa dan berfikir kita telah menganalisa dan mengenali keterbatasan kita, dan kelebihan kita sebagai cetak biru. Namun kemampuan dan keterbatasan itu tidak bisa melampau data tanpa batas dalam gen kita, yang menunggu untuk ditemukan dan pecah menyala (telah diaktifkan). Inilah mengapa adanya proses terus menerus belajar tanpa henti, karena misteri DNA sangat luas melebuhi daya cipta, rasa, karsa kita sendiri. Bahkan gen kita dapat membuat hal-hal yang kita pikir terbatas dan tidak mungkin menjadi mungkin.

Keajaiban memang bisa saja terjadi. Kebanyakan keajaiban yang terjadi menyangkut terwujudnya sesuatu yang dianggap tidak mungkin oleh manusia. Namun, dari sudut pandang genetik, keajaiban adalah bagian dari program semesta pada DNA kita yang tak terbatas. Kita semua adalah maniefestasi Tuhan (Sang Maha Tanpa Batas) dengan potensi membelah Tuhan, dan potensi menjadi sang keajaiban itu sendiri. Mungkin kesadaran yang bangkit telah teraktifasi dari data-data DNA kita yang telah aktif. Dan memahami keseluruhan realitas. Saya menyatakan tak hanya satu cetak biru pada diri kita, kita masih memungkinkan berpotensi menemukan ribuan cetak biru dalam jagad DNA  kita yang menunggu dipecah dan diaktifkan.

Teori Murakami, " Ada tiga faktor yang terlibat dalam aktivasi gen; gen itu sendiri, lingkungan, pikiran".  Namun dalam kesadaran saya menemukan teori bahwa ada satu lagi pemicu gen untuk bangkit dan menyala aktif; yaitu adalah laku asketik jalur tempuhan laku spiritual meliputi; Puasa, Mandi disumber - sumber mata air, kondisi terjaga, meditasi/ samadi dan pola hidup meditatif. Saya masih berpendapat bahwa dari ketiga teori Murakami, gen lah yang paling banyak menimbulkan kesalahpahaman. Banyak orang yang percaya bahwa ciri-ciri yang diwariskan tidak pernah berubah. Jika mereka tidak pandai dalam sains atau matematika, dengan segera mereka menyalahkan kurangnya kemampuan orang tua mereka dan menunjang pikiran mepengaruhi sifat apatis. Begitu pula orang tua merekapun melepaskan ekspektasi akan anak-anak mereka karena percaya bahwa tidak ada yang dapat mereka lakukan. Memang benar bahwa kecerdasan dan kemampuan atletik berkaitan dengan gen. Namun, hal ini tidak berarti bahwa orang tersebut sama sekali tidak memiliki kemampuan tersebut. Kemampuan itu ada tapi belum dinyalakan. Jika tidak begitu, bagaimana kita dapat menjelaskan adanya orang-orang genius? Seorang genius adalah seorang yang gen-gennya, yang juga diwariskan dari generasi-gen rasi sebelumnya, tiba-tiba teraktivasi oleh sesuatu. Fakta bahwa anak dari seorang genius umumnya biasa-biasa saja, mungkin disebabkan tombol genetik menyala dan padam dari satu generasi ke generasi berikutnya. (Murakami, 2007: 78).

Mungkin gen kita tidak hanya mengandung memori dan kemampuan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, namun juga dari seluruh proses evolusi yang berlangsung selama beberapa miliar tahun. Embrio manusia selama dalam masa kehamilan mengulang proses evolusi di dalam rahim (ini juga salah satu katalis indikasi terjadinya kontemplasi reiinkarnasi), fakta ini mengesankan bahwa informasi ini telah tersimpan di dalam gen milik sel pertama dunia (reduksi ras cahaya). Potensi dari seluruh ras manusia terkandung dalam gen seorang individu. Inilah mengapa orang tua yang berhasil tidak seharusnya kecewa bila anaknya tidak berhasil. Performa yang biasa-biasa saja hanya berarti gen anak tersebut belum dinyalakan. Entah kapan sesuatu akan menstimulasi bakat mereka yang pulas tertidur akan terbangun dan menyala.

Jika anda memiliki hidup yang biasa-biasa saja, gen anda hanya akan berubah sangat sedikit. Perlu adanya pengalaman-pengalaman yang banyak, jangn takut terjatuh, sedih-duka, hidup terasa berat atau apapun karena saat anda tidak menyadari bahwa disaat seperti itu kemungkinan besar gen spektakuler anda akan bakit dan menyala. Banyak seorang besar dan cemerlang dimulai dari kisah hidup yang tak beruntung (kepahitan, kejatuhan, kedukaan). Tidak ada yang terlambat untuk mengembangkan potensi.

Segala sesuatu menjadi mungkin selama kita memiliki hasrat yang menggelora dan tenaga untuk melakukannya. Satu-satunya halangan bagi pencapaian ini adalah pemikiran "saya tidak bisa melakukannya". Jika tidak pernah ada kata terlalu awal untuk mulai membangun potensi, inilah mengapa  pendidikan pralahir sangatlah penting. Yang saya maksud pendidikan pralahir adalah ibu hamil yang sengaja memilih mendengar musik yang baik,  membaca buku yang bagus, mendengarkan kultum, dan menikmati karya seni yang indah serta menyabdakan cinta yang penuh kebijaksanaan pada bayi dikandunganya. Ini seperti konsep asketik leluhur jawa yang menyarankan mendidik jabang bayi sejak dalam kandungan, dengan menjalani tirakat dan pamalinya. Sebagaimana agar jabang bayi terbentuk rasa dan daya ciptanya semenjak dalam kandungan. Pendidikan seperti ini juga menghindari hal-hal yang menimbulkan emosi negatif, karena hal ini dianggap berbahaya bagi sang fetus.

Kita juga harus ingat bahwa gen setiap orang adalah unik. Seorang ayah mungkin pintar matematika, tetapi hal ini tidak secara otomatis berarti bahwa anak-anaknya akan pintar dalam pelajaran yang sama . Ada banyak sekali contoh seniman yang terlahir dari keluarga yang tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kemampuan artistik sebelumnya.

Anak-anak yang terlahir dari dua orang tua yang memiliki IQ tinggi tidak secara otomatis memiliki kepandaian yang lebih tinggi. Malahan, umumnya jauh lebih banyak dari anak-anak itu yang memiliki IQ lebih rendah, sementara anak-anak yang dilahirkan dari orang tua yang memiliki kepandaian rendah lebih memungkinkan memiliki IQ yang lebih tingggi. (Psikopediatri. Cetakan 1; 2001). Secara kongkrit alasan tersebut kurang rasional atau masih hipotesis, tidak tahu mengapa? Tetapi sepertinya ini adalah mekanisme semesta, gen bergerak menuju nilai rata-rata. Jika manusia terprogram dengan potensi yang meningkatkan kemampuan secara tak terhingga, mereka juga membawa potensi sebaliknya, yaitu penurunan kemampuan yang tak terhingga. Karena hal ini dapat membahayakan kelangsungan hidup seluruh ras manusia dan mahluk penghuni bumi secara material. Untuk menghindarinya seperti secara otomatis  semesta membuat semacam penyesuaian untuk menjaga kesetabilan/ keseimbangan. Tujuan dari semesta adalah keberagaman. Tidak masalah apakah orang-orang menikah antar sesama mereka yang ber- IQ tinggi, sebaliknya jika orang-orang ber-IQ rendah menikah antar sesama mereka, hal itu tidak akan memberi efek yang merugikan. Tanpa pengaruh oleh kombinasinya, potensi-potensinya akan tetap sama. Siapapun dapat membangun bakat-bakat (cetak biru) luar biasa yang masih terkurung menunggu dibebabaskan dan menyala di dalam diri masing-masing. Yang harus mereka lakukan adalah terus belajar dan belajar untuk menemukan dan mengaktifkan DNA-DNA mereka, terus bertransformasi dalam mekanisme kehidupan.

Oleh : Tunjung Dhimas Bintoro

Daftar Pustaka:

Murakami. 2007. The Divine Message DNA (Tuhan dalam Gen Kita). PT.Mizan Pustaka.

Psikopediatri. Cetakan 1. Makalah Jurnal Sport Sciene. International Press.

Dhimas, Tunjung. 2016. Implementasi Pemahaman Terhadap Filsafat Ajaran Pencak Silat PSHT Dalam Kehidupan Bermasyarakat Kab. Magetan Pada Masa Transisi Pengurus Organisasi. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya : PPs Uneversitas Negeri Surabaya.

Solso, Robert, dkk. 2008. Pskologi Kognitif. Edisi kedelapan. Terjemahan Mikael Rahardianto dan Kristanto Badtuaji. Jakarta. Erlangga.

Dhimas, Tunjung. 2017. Hipotesis laku asketik membangkitkan spiritual jiwa luhur Pencak Silat (pengaktif Cetak Biru dalam gen).

Jumat, 20 Oktober 2017

Teori Reiinkarnasi


Teori reinkarnasi menurut Islam
Dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 28 disebutkan, "Kenapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, kemudian Allah menghidupkan kamu, lalu kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali, kemudian kepadaNya kamu kembalikan."

Ayat ini sangat populer dijadikan sebagai justifikasi untuk membahas, mengkaji dan meneliti tentang ayat-ayat Alquran tentang reinkarnasi. Kemudian ada ayat lagi.

"Bangkitlah kamu, sesudah kamu mati agar kamu bersyukur." (Surat Al Baqarah ayat 56).

Dalam surat Al An'aam ayat 122: "Dan apakah orang yang sudah mati, lalu dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang ..."


Surat An Nahl ayat 97: "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, laki-laki atau perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan untuk mereka dengan pahala yang labih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

Surat Al Maidah ayat 60: "Apakah akan Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) di sisi Allah, yakni orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka dijadikan kera dan babi dan menyembah thaghut?. Mereka lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan lurus.

Surat Al A'raaf ayat 166: "Maka, ketika mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya, 'Jadilah kamu kera yang hina."

Surat Al Waqi'ah ayat 60-61: "Kami menentukan kematian di antara kamu dan Kami berkuasa merubah rupa kamu dan menciptakan dalam (bentuk) yang tidak kamu ketahui."

Seorang sufi Muslim dunia, Jalaludin Rumi menuliskan suatu karya sastra yang penuh dengan filosofi kehidupan. Tulisan itu oleh sebagian orang dikaitkan dengan teori reinkarnasi.

Aku mati sebagai mineral dan menjelma tumbuhan, Aku mati sebagai tumbuhan dan terlahir binatang, Aku mati sebagai binatang dan kini manusia. Kenapa aku mesti takut? Maut tak menyebabkanku berkurang. Namun sekali lagi, aku harus mati sebagai manusia, dan melambung bersama malaikat. Dan bahkan setelah menjelma malaikat, aku harus mati lagi. Segalanya kecuali Tuhan, akan lenyap sama sekali. Apabila telah kukorbankan jiwa malaikat ini, Aku akan menjelma sesuatu yang tak terpahami.

Kata “reinkarnasi” asalnya dari kata re+in+carnis. Kata Latin carnis berarti daging. Incarnis artinya mempunyai bentuk manusia. Sedangkan reinkarnasi adalah masuknya jiwa ke dalam tubuh yang baru. Jadi, jiwanya adalah jiwa yang sudah ada, tapi jasadnya baru. Maka, reinkarnasi juga dapat disebut kelahiran kembali. Kondisi ini disebut pula sebagai migrasi jiwa. Artinya, jasad lama ditinggalkan alias mati, dan pada suatu kesempatan jiwa tersebut masuk ke dalam jasad baru, alias menjadi bayi kembali. Dalam bahasa Inggris reinkarnasi disebut sebagai reborn atau reembodiment.

Bagi agama-agama di Timur, agama-agama yang tumbuh di India, Tibet, Cina, Jepang, dan di Kepulauan Nusantara; reinkarnasi bukan lagi sebagai hal yang aneh. Reinkarnasi bukan dipahami sebagai kepercayaan atau keimanan, tapi sebagai hukum alam.

Bagaimana dengan reinkarnasi di Dunia Barat? Sumber dasar filsafat Barat adalah budaya Yunani dan Romawi. Pada kedua budaya tersebut, reinkarnasi diterima sebagai kepercayaan. Di antara filsuf Yunani kuno, Plato yang hidup pada abad ke 5–4 seb. M, percaya bahwa jiwa tidak pernah mati, dan mengalami reinkarnasi berkali-kali. Lalu, kapan reinkarnasi itu berakhir? Ya, segala sesuatu pasti berakhir. Menurut agama Hindu, reinkarnasi berakhir bila sang manusia mengalami moksa. Menurut agama Buddha kelahiran kembali tak akan terjadi lagi bila roda samsara telah berhenti. Sang Jiwa selanjutnya ke alam nirwana.

Sebagaimana saya kemukakan di awal tulisan, saya disini tidak membahas perdebatan tentang re-inkarnasi dari sudut dalil Ayat-Ayat atau Hadist karena kalau anda ingin mengetahui silang pendapat tentang itu bisa anda dapatkan dengan mudah dengan hanya mengetik kata “Re-Inkarnasi Menurut Islam” di google, dan disana akan banyak sekali artikel yang berhubungan dengan hal tersebut. Pada kesempatan ini saya ingin membahas tentang re-inkarnasi menurut hakikat atau menurut apa yang diyakini dalam masyarakat berhubungan dengan arwah atau roh para wali yang konon katanya bisa ber re-inkarnasi kedalam jasad orang-orang yang masih hidup dan hal ini nyata terjadi dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat kita.

Apa Benar Roh Wali Allah Bisa Memasuki Jasad Orang Lain?

Anda yang bergelut dalam dunia gaib tentu hal ini bukan suatu yang aneh, kemasukan roh wali, kemasukan sahabat Nabi dan saya sendiri sewaktu kecil menyaksikan sendiri orang yang kamasukan roh saidina Umar bin Khatab, berbicara dalam bahasa Arab yang fasih, membentak banyak orang termasuk imam mesjid, semua orang takut karena yakin yang masuk dalam tubuh dia adalah benar-benar saidina Umar.

Kalau kita merujuk kepada al-Qur’an dan Hadist, bahwa roh seseorang ketika meninggal akan berada di alam lain, dia tidak akan kembali lagi kedunia termasuk roh para Nabi. Rohani para Nabi dan Wali yang telah disucikan akan berada di dalam Ketuhanan, tidak lagi mengurus urusan duniawi. Keabadian rohani para Nabi atau Wali bukan berarti mereka kemudian mengurus segala urusan duniawi apalagi masuk ke dalam raga orang lain. Atas kuasa Allah SWT, siapapun yang menyebut nama kekasih Allah, berdoa dengan memohon berkat dari Wali-Nya, maka Allah akan mengabulkan permohonan tersebut, yang mengabulkan bukanlah rohaniah Wali Allah akan tetapi Allah sendiri. Atas kuasa Allah juga, para wali kemudian membantu para murid-muridnya, dalam jarak dan waktu yang berbeda, semasa hidup Allah sudah memberikan kehendak-Nya kepada Wali Allah maka setelah Wali Allah meninggal dunia juga Allah tetap memberikan kehendak-Nya.

Fenomena “kematian” itu ternyata kompleks.  Dan mencermati fenomena ini, membuat kita benar-benar belajar tentang kehidupan dan bagaimana menjalani hidup secara tepat.  Dalamartikel ini penulis hendak menguraikan beberapa kesadaran terbaru penulis mengenai realitas yang terkait dengan “kematian” dan kehidupan pasca “kematian”.

Mati Sulit, Hidup Juga Sulit

Penulis pernah menjumpai seorang nenek yang 2 tahun hanya bisa terbaring di tempat tidur. Tubuhnya telah demikian kurus, tulang tinggal berbalut kulit.  Ia pun tak bisa meluruskan kakinya.  Dua tahun kakinya tak bisa ditekuk.  Ada juga seorang kakek yang 8 bulan megap-megap kesakitan di ranjangnya. Tubuhnya juga sudah demikian kurus, hanya tinggal tulang berbalut kulit. Menyaksikan realita ini, wajar jika kita bertanya-tanya, mengapa hidup mesti berujung pada kondisi demikain.  Itu jelas sebuah penderitaan tak terkira, bagi yang menjalaninya maupun bagi anggota keluarga yang merawatnya.

Semua yang terjadi – termasuk pada sang nenek dan kakek tersebut - tak lebih dari konsekuensi sebuah pilihan hidup.  Gusti sudah memberi kehendak bebas pada manusia. Dengan kehendak bebas itu, bahkan Gusti tidak melarang ketika manusia memilih untuk terjun ke jurang.  Nah, mengenai derita yang muncul akibat tindakan itu, itu adalah bagian dari hukum semesta yang berlaku pada siapapun.

Dalam banyak kasus, muncul persoalan ketika seorang manusia pernah membuat pilihan tertentu yang membuat sukma mereka terikat pada raga, walau raga sebenarnya sudah rusak.  Ketika membuat pilihan itu, tentunya ada unsur ketidakcermatan.  Ketika ketidakcermatan ini terjadi pada situasi genting, tentu saja konsekuensinya menjadi sangat berat. 

Ternyata kehidupan ini memang kompleks.  Raga manusia ini sebenarnya produk istimewa di jagad raya ini.  Ia laksana kendaraan high class dan super canggih yang bisa dipergunakan untuk melakukan penjelajahan hebat.  Nah, ras-ras lain di jagad raya ini, tidak sedikit yang ingin mendapatkan kegunaan dari raga yang dimiliki manusia. 

Maka, mereka bisa menggoda manusia dan memancing manusia agar berada dalam kekuasaan mereka.  Dan itulah yang acapkali terjadi.  Hasrat-hasrat tertentu manusia- yang sebagian besar sangat halus dan tersembunyi, menjadi pintu masuk ras-ras lain untuk mengambil alih kendali dan jika mungkin, menguasai. Ras-ras itu umumnya menawarkan bantuan untuk mendapatkan apa yang dihasratkan manusia.  Ketika manusia setuju, transaksi terjadi.  Dan masuklah ras-ras tersebut ke dalam raga manusia lalu merubah tatanan di sana.  Maka, terjadilah keterikatan itu dan manusia bisa tak lagi memegang kendali bahkan sampai tak punya kuasa atas raganya sendiri.

Pada jangka pendek, ikatan dengan ras lain, biasanya belum terlihat dan terasa buah penderitaannya.  Malah bisa jadi berdampak sesuatu yang terkesan membawa kegunaan.  Sesuai yang dihasratkan manusia.  Tapi pada jangka panjang, ujungnya adalah penderitaan.  Salah satu bentuknya, manusia menjadi sulit mati tapi hidup pun menderita.  Atau, jikapun bisa mati, sukma yang telah berpisah dengan raga, tidak mencapai ketuntasan sebagaimana wajarnya. Sukma tertahan di atmosfer bumi tak bisa meneruskan perjalan ke tempat yang sewajarnya ditempati.

Fenomena manusia yang sukma atau jiwanya sulit berpisah dengan raganya, bisa dijelaskan sebagai berikut. Ras lain yang sudah mendapatkan persetujuan (baik secara sadar maupun tak sadar) akan masuk ke dalam raga dan menjadikan raga itu sebagai perangkat atau rumah barunya.  Dari dalam ia mempengaruhi pikiran, perasaan, dari orang yang raganya ia tempati.  Ras tersebut lalu menjadi pengendali bahkan penguasa terhadap orang yang raganya ditempati itu. Dan akan mendorong orang tersebut untuk bertindak sesuai kepentingannya.  

Proses selanjutnya, ras ini tak mau kehilangan raga itu.  Walaupun raga itu sebenarnya telah rusak, ras ini memberikan energi yang dimilikinya. Sehingga raga tersebut tetap punya daya hidup.  Walaupun seseorang sebetulnya sudah punya kehendak meneruskan perjalanan ke dimensi baru dan lepas dari raga itu, ia tak bisa melakukannya.  Nyawanya tak kunjung lepas, karena terikat.

Mereka yang sukmanya tertahan dalam raga yang telah rusak, bisa dibantu oleh pribadi berkesadaran yang dipenuhi Kasih Murni.  Pribadi yang sadar ini yang mengalirkan energi kasih murni, dan melakukan negosiasi dengan ras-ras yang memasuki raga, agar mereka bisa mengikuti aturan main semesta, dan terjadi kepulihan pada pribadi yang semula terikat.

Dengan kasih murni, segala sesuatunya dipulihkan, diharmonikan, dikembalikan pada proporsionalitasnya.  Ketika ras-ras yang semula memasuki raga itu bersedia keluar, memutus ikatan, dan raga kembali pada kemurnian, orang-orang seperti yang digambarkan di atas, bisa kembali ke jalan kehidupan yang tepat dan proporsional baginya. Lugasnya, mereka bisa meninggal dunia dengan tenang, untuk kemudian menjalani fase kehidupan baru di dimensi berbeda.

Arwah-arwah Tertahan

 

Penulis memiliki rekan-rekan seperjalanan yang sering membantu arwah-arwah yang tertahan di dimensi yang jika dibahasakan dalam bahasa manusiawi, “penuh dengan ketidaknyamanan.”  Rekan-rekan penulis di Magelang yang sama-sama belajar laku spiritual Jawa Kuna , tidak cuma 1-2 orang yang memiliki pengalaman membantu arwah-arwah tertahan.  Nyaris semua rekan di sana pernah mengalaminya.

Sebagai contoh, rekan penulis bernama Giok yang suatu saat ke Madura guna mendampingi rombongan peziarah.   Saat rombongan peziarah itu mulai berdoa di makam tujuan, Giok memilih tempat sepi untuk bermeditasi. Ternyata, dalam meditasi itu ia malah didatangi oleh arwah-arwah yang minta disempurnakan.  Dalam penuturannya, ia seperti dikerubuti oleh tubuh-tubuh energi yang berterbangan mengerubutinya.  Maka, sesuai dengan kesadaran yang ia miliki, Giok mememenuhi permintaan arwah-arwah itu dan mengalirkan energi murni dari pusat hatinya sambil menyabda kesempurnaan bagi para arwah.  Maka, arwah-arwah itupun melesat naik dan memasuki terminal penantian sebelum terlahir kembali dengan raga baru.

Mengapa arwah-arwah ini tertahan? Jawaban sederhananya, karena mereka terlalu melekat dengan berbagai kesenangan ragawi dan pikirannya juga terikat dengan apa yang ia tinggalkan di Planet Bumi. Saat di penghujung kehidupan dan menghembuskan nafas terakhir jiwanya tidak jernih, justru penuh dengan gejolak.  Termasuk yang membuat arwah tertahan adalah pikiran yang dipenuhi dogma dan ketakutan yang ilusif akibat dogma tersebut.

Dimensi Vertikal dan Horizontal

Ada hasil perbincangan penulis dengannya yang perlu diungkap dalam bagian ini, yaitu mengenai dimensi vertical dan dimensi horizontal di jagad raya ini.  Dengan memahami ini kita bisa mengerti apa yang terjadi pada arwah atau sukma yang telah lepas dari raganya.

Secara sederhana dimensi vertical menjelaskan keberadaan lapisan-lapisan semesta dari aspek kehalusan/kepejalan energi yang membentuknya.  Semakin tinggi dimensi, ia semakin halus karena semakin murni.  Sementara semakin rendah, semakin pejal bahkan kasar.

Nah, arwah atau sukma yang telah lepas dari raganya, memasuki dimensi vertical ini sesuai dengan tingkat kesadaran dan ketuntasan dalam menjalankan missi dan tugas kehidupannya.  Mereka yang berkesadaran rendah, tidak menuntaskan missi, dan melekat pada bumi, akan ada di dimensi rendah yang membawa ketidaknyamanan. 

Arwah atau sukma yang semula ada di dimensi ini disempurnakan, dalam artian dinaikkan posisinya, diangkat ke terminal terdekat di mana ia bisa menunggu kelahiran baru dalam kenyamanan.  Nah, kata “terminal” ini adalah pembahasaan manusiawi saja. Pada esensinya ia hanya sebuah tempat atau dimensi lembut dimana sukma berhenti sejenak, beristirahat, sebelum kemudian mendapatkan kehidupan baru dengan raga baru.

Nah, dimensi vertical ini tak bisa diungkap ada berapa lapis.  Yang pasti, semakin tinggi ia semakin halus.  Dan ada sukma-sukma yang kesadarannya demikian tinggi, jiwanya jernih, sekaligus telah menuntaskan missi kehidupannya, yang setelah berpisah dengan raga mendiami dimensi yang sangat halus.  Di dimensi ini mereka hidup tanpa raga sebagaimana manusia yang ada di bumi.  Pada tataran tertingginya, bahkan keberadaannya omnipresence, tidak terikat ruang dan waktu sehingga bisa ada dimana-mana, dan  

Sementara itu, dimensi paralel berkaitan dengan keberadaan semesta pada dimensi fisiknya, yang terdiri atas planet, bintang-bintang dan galaksi. Dimensi paralel inilah yang menjadi tempat tinggal bagi sukma-sukma yang karena tingkat kesadarannya dan kejernihan jiwanya, masih harus hidup dengan raga tertentu dan berada pada ruang tertentu.

Orang-orang yang semula berada di Planet Bumi, saat sukma telah berpisah dengan raganya, bisa kembali ke Planet Bumi atau menempati satu planet baru di semesta yang demikian luas ini.  Ada tempat yang tak terbatas jumlahnya guna menjadi panggung kehidupan baru bagi jiwa-jiwa yang langgeng.

Sebelum menempati raga baru di salah satu tempat di dimensi paralel inilah sukma-sukma berada di terminal yang sesuai dan berada dalam kenyamanan.

Moksha

Dalam kesadaran penulis, mokshabukanlah berarti usainya lakon kehidupan sang jiwa.  Tapi itu hanya satu capaian tertinggi dari satu jiwa, ketika ia bisa mencapai tataran tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu, dan tidak mesti hidup dengan raga tertentu.

Mereka yang moksha, tidak meninggalkan sampah raga di muka bumi.  Mereka bisa mengurai raganya dan mengembalikan semua unsur itu kepada asalnya dengan kesadaran. Yang api kembali pada api, yang tanah kembali pada tanah, yang air kembali pada air, yang udara kembali pada udara.  Dan tinggallah jiwa yang murni.  

Lebih jauh, mereka yang moksa bisa memutus mata rantai reinkarnasi dan terus melanjutkan perjalanan menuju kehidupan baru yang lebih murni. Moksa dengan demikian, adalah kata yang menggambarkan kondisi sempurna yang dicapai manusia.  

Mereka yang kamuksan hidup dalam dimensi vertical yang sangat halus. Tidak beraga, tidak pula terikat ruang dan waktu, bisa omnipresence, ada dimana-mana.  Namun, karena pagelaran kehidupan di jagad raya ini tak pernah usai, mereka yang telah mencapai kamuksan pun tidak menutup kemungkinan bisa kembali ke muka bumi, jika diperuntukkan demikian, tanpa membuat mereka menderita layaknya orang kebanyakan yang hidup di bumi. Mereka kembali ke bumi bukan karena daya tarik bumi dan keterpaksaan, tapi karena tugas tertentu.  Sosok-sosok demikianlah yang dalam kesadaran penulis bisa dimengerti sebagai para avatar di Planet Bumi.

Apakah ada reiinkarnasi ?

Idealnya, setiap manusia yang pernah hidup di muka bumi tidak mesti kembali ke muka bumi atau mengalami reinkarnasi.  Mereka bisa terus melanjutkan kehidupan dengan mendiami planet lain, baik di galaksi yang sama atau galaksi yang berbeda. Capaian itu sesuai tataran perjalanan mereka ketika hidup di muka bumi. Bahkan idealnya manusia bisa mencapai tataran ketika tidak lagi terikat oleh dimensi ruang dan waktu, benar-benar bettransformasi menjadi keberadaan dalam gatra energi murni yang omnipresence, bisa ada di mana-mana.

Tetapi kenyataannya, manusia yang dilahirkan di Planet Bumi memilikifree will.  Maka selalu ada kemungkinan manusia bertindak yang menyimpang dari penugasan atau missi sebagaimana tertera dalam cetak birunya.  Manusia juga bisa membuat jiwanya melekat pada Bumi dan segala perkara menarik yang ada padanya.

Faktor kemelekatan inilah yang menjadi pemicu manusia mengalami reinkarnasi.  Dalam perbincangan dengan R Aprilia Gunawan, partner penulis dalam menyelenggarakan Pelatihan Medseba, penulis mendapatkan konfirmasi terhadap apa yang tumbuh dalam kesadaran penulis.  R Aprilia Gunawan yang diberi talenta bisa membaca perjalanan jiwa, mengungkapkan penyaksiannya bahwa jiwa mengalami reinkarnasi karena berbagai faktor.

Jiwa-jiwa yang pada saat hendak memasuki “kematian” yang merupakan gerbang kelahiran baru, pasti mengalami reinkarnasi ketika ada dalam kesadaran yang tidak jernih dan tidak benar-benar berserah diri total.  Ketika seseorang pada ujung kehidupannya di Planet Bumi ini masih memiliki hasrat ragawi yang bergolak, masih ada rasa penasaran karena ada kesenangan ragawi yang belum puas dinikmati, ia pasti mengalami reinkarnasi.

Demikian pula, ketika seseorang yang berada dalam ujung kehidupan, masih memikirkan apa yang dia tinggalkan, entah itu pekerjaan yang belum selesai, keluarga yang sangat disayangi, harta benda yang melekat kuat pada jiwanya.  Reinkarnasi adalah kepastian.  Bagi  yang seperti ini, daya tarik bumi menjadi demikian kuat sehingga menarik sang jiwa untuk kembali.

Bahkan orang-orang yang memiliki pengetahuan spiritual luas, bisa saja mengalami reinkarnasi, kembali ke Planet Bumi.  Faktor penyebabnya antara lain karena merasa diri sebagai “orang suci” atau “orang terpilih”. Kesenangan yang mempertebal keakuan karena dianggap sebagai mahaguru juga bisa menjadi factor pemicu reinkarnasi.

Tentu saja, tidak semua orang mesti dan pasti mengalami reinkarnasi. Namun ada hukum semesta yang memungkinkan orang kembali hidup di Planet Bumi.  Pada ujungnya, kita sendirilah yang menentukan apakah akan bereinkarnasi kembali di Planet Bumi atau meneruskan perjalanan ke dimensi baru yang lebih halus dan sempurna.

(Tunjung Dhimas)

Sumber:

~ Musaf Sufi tafsir - Jalalalyn (23-56).
~ Kajian Islam Nusantara (Prof. Soepartono).
~ Re-inkarnasi, Inkarnasi, dan panitis (Deny Supoyo)
~ Islam Dinamis (E. Ainun Nadjib).
~ Islam Abangan; Puisi (Gus Mus).
~ Metseba (S.H. Dewantoro)
~ Dharmagandul ( Damarshasangka)

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...