Sabtu, 28 April 2018

Berserah

Sikap berserah itu bukan lantas menyerah yang berarti orang yang berputus asa serta kemudian melahirkan sikap apatis yang diakibatkan oleh tumpukan hasrat yang membuat pergumulan perasaan yang menutup kesadaran Illahi pada diri setiap pribadi. Sehingga mempengaruhi ketidakselarasan pada dirinya. Berserah adalah menyelami diri sedalam-dalamnya, untuk kemudian mengosongkan diri dari ramainya hasrat-hasrat keakuan yang membuat derivasi kesadaran illahi turun menjadi kesadaran manusiawi. Saat kesadaran manusiawi disuwungkan maka Tuhan atau Gusti akan mengisinya. Maka daya Gusti akan bekerja dengan sendirinya.

Sikap berserah adalah bentuk kepasrahan total dari inti diri (sumeleh/shareh). Menyerah dengan kesadaran: dalam kondisi sadar bahwa ada sesuatu yang besar, penuh welas asih, bijaksana, berwibawa di dalam diri sendiri yang bekerja hidup serta menghidupkan,   bukan dengan kebingungan, ketakutan, kekalutan, serta pergumulan. Maka munculah istilah mangening, prosesi menyelami diri untuk terhubung dengan Guru Sejati atau posisi meditasi/samadhi dalam kondisi ini diri sedang menjadi pengamat atas dirinya sendiri (aku mengamati/ menyaksikan) segala bentuk perbendaharaan seluruh realitas atas aku dan AKU. Realitas makro dan mikro kosmos.

Setelah itu munculah beberapa pengertian yang holistik tanpa batasan.Pengertian ini baru bisa disaksikan serta di pahami dengan bahasa rasa sejati (qolbu) atau kitab teles. Kemudian proses ini berlanjut pada istilah manekung/mangenung. Manekung/mangenung adalah proses merenungi dari apa yang tertangkap dari bentuk cerapan panca indriyawi (batin/rasa sejati) dari proses mangening untuk selanjutnya di cocokan dengan cerapan panca inderawi. Lebih sederhananya dimana prosesi ini adalah menerjemahkan bahasa rasa sejati dalam bentuk penalaran otak untuk kemudian menuju prosesi istilah Mangegung atau terbukalah segala lapisan hijab-hijab selubung diri.

Mangegung adalah tujuan atas pencarian serta penyempurnaan diri. Dimana bahasa rasa sejati bisa diterjemahkan oleh nalar. Proses dimana rasa dan pikiran selaras karena serangkaian laku penyingkronan yang telah dijalani. Maka berserah atau suwung akan dialami bagi mereka yang mau mengosongkan diri atau benar-benar tekun untuk menyelami dirinya sendiri, untuk  mendapat tuntunan dari sang guru sejati. Dengan begitu niscaya keselarasan, kebahagiaan, dan kecemerlangan hidup akan dicapai oleh setiap pribadi.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Ilmu Bukan Barang Dagangan


Sejatining ngelmu kui ora keno dol tinuku, Ilmu kui amung titipan dermo urip, mergo sarano ilmu, uong biso urup. Urup ngempakne panggraitane, iso mbel sak dulito ngurip ngurupi anggone sesandang, pangan, papan. Tumuju marang mapane urip  sampornane pati.

Artinya: Ilmu itu sejatinya memang bukan barang yang diperjual belikan, Ilmu itu hawa lembut titipan Gusti. Karena dengan  ilmu manusia bisa menyala. Menyalakan sifat penginderaannya. Bisa menggerakan sifat-sifat Gusti yang menggatra pada dirinya untuk menghidupi-merawat- mengangkat martabat atas gatra/organ-organ tersebut dengan kebutuhan sesandang, pangan, dan papan. Agar menuju hidup yang mapan, dan mati yang sempurna. Begitulah hakikat bersyukur yang sebenarnya.

Iilmu memang bukan suatu barang yang memang bisa diperjual belikan. Karena ilmu itu hawa pengertian dari yang maha mempribadi. Di tulis oleh-Nya dalam satu keutuhan tubuh pribadi. Sanepan filosofi ajaran jawa sangatlah bijaksana. Dari situ hendaknya setiap kata itu diungkap serta dimaknai agar tidak salah kaprah hingga memicu kesalahpahaman pada pengertiannya.

Ilmu itu sesuatu yang bisanya dibagikan, untuk memicu pengetahuan, pengertian, dan pemahaman pribadi dalam mencari penjelasan atas anugerah Sang Maha Mempribadi. Dibagikan dengan tulus dan penuh kasih. Ketulusan itu datangnya dari pusat hati, bukan sesuatu yang disuarakan oleh jebakan konsepsi lingkungan umum.

"Ilmu iku ketemune sarono laku, angel e yen durung ketemu"

Artinya: Ilmu itu ketemunya karena laku pembuktian-oserving, sulitnya bila belum ketemu.

Banyak cara orang untuk berbagi serta mencari tentang ilmu, ada yang menuliskan pada buku-lontar, ada yang berbicara langsung (verbal direction), lewat sarana prasarana institusi (sekolah, universitas, pesantren) entah yang formal ataupun non formal. Untuk pencarinya, ada yang melakukan serangkaian laku puasa, kungkum di air, naik turun gunung, atau menemukan guru dari alam sunya ruri ataupun pembimbing manusia.

"Jer Basuki Mawa Bea"

Artinya: Segala sesuatu untuk menggapai tujuan, butuh biaya.

Ketika seorang membagikan ilmunya melalui karya menulis, melukis, serta verbal linguisitik disitulah yang hendaknya dihargai. Bukan ilmunya yang dijual/dibayar, melainkan karya inovasinya dalam menyampaikan. Karena sejatinya hidup merekapun sama dengan yang lain. Butuh sanggeman urip, sandang, pangan, papan sebagaimana telah menjadi kasunyantan kehidupan.

Saat menulis, mereka butuh tenaga, bahan untuk mencetak buku, yang tentunya semua perlu pengeluaran finansial. Saat menyampaikan secara verbal juga membutuhkan makanan, minuman, atau rokok sebagaimana kebutuhan jasmaniah yang diperlukan. Atau ketika mengajar di institusi
tentunya tenaga ketubuhan si pengajar dan sarana-prasarana juga butuh finansial untuk pengelolaanya. Jadi kalau bicara soal ketulusan dan pengabdian itu tidak serta merta tentang sesuatu yang gratis. Namun lebih mengamati seksama, menyadari kasunyantan kehidupan. Utamanya meningkatkan kesadaran untuk membenahi mental miskin hingga berubah menjadi mental kaya. Agar hidup selaras sejahtera hingga berbuah suka cita dari dalam diri.

Jadi, yang tidak bisa dibeli atau dibayar itu adalah proses pencapaian ilmu dari perjalanan setiap pribadi. Namun media, alat, serta sarana-prasarananyalah yang tetap membutuhkan upah atau biaya sesuai tata letak penggunaannya. Yang sejatinya itu menjadi bagian dari kasunyatan laku semesta dan kehidupannya.

Klaten, 29 April 2018.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Healing Your Soul


Manusia memiliki musuh paling mengerikan dalam hidupnya yaitu siklus perasaan yang mengalami pergumulan. Pada saat seperti itu sering membuat dirinya kehilangan visitasi Tuhan, sehingga menimbulkan kekeruhan pandangannya dalam menyikapi fenomena kehidupan.

Saat kondisi siklus ini terus bergumul atau berputar, manusia akan sulit menerima pencerahan. Bahkan nasehat bijakpun minim terserap masuk dalam penalaran. Adanya justru katarsis pola pandang yang sehat menjadi pola pandang yang pendek, keruh, serta kehilangan arah. Tak jarang sang pemberi motivasipun kadang ikut teradiasi oleh energi dari si korban, sehingga ikut membuatnya merumit. Paling ekstream saat pandangan sehat ini terenggut, manusia bisa melakukan bunuh diri, dalam rangka memutuskan beban yang dideranya.

No, Man..., you still have choice for change. Saya beritahukan pada anda, bahwa anda salah besar jika melakukan hal bodoh tersebut.  Anda perlu tahu setiap adanya kita adalah keajaiban yang pernah ada, jangan rusak keajaiban itu dengan kutukan atas pergumulan perasaan tersebut. Mungkin  suami atau istri anda selingkuh, ekonomi sulit, bahkan orang-orang disekelilingi anda mengutuki/ menghakimi anda, atau entah hal apapun yang membuat anda porak-poranda. Tak perlu kawatir Tuhan ada didalam anda, Tuhan belum menyelesaikan naskah cerita anda. Semua terjadi untuk media pembelajaran jiwa-jiwa anda agar lebih matang.

Saat terjadi siklus pergumulan, yang perlu anda lakukan adalah penenangan. Jangan panik serta jangan mengambil keputusan apapun sampai suasana perasaan itu tenang/surut. Masuk ke ruang kosong. Atau sisakan waktu untuk anda sendiri. Cari waktu untuk intim dengan Tuhan. Jangan berkumpul dengan orang-orang yang membuat anda semakin kerdil dan rumit. Karena statement mereka yang tidak bertanggung jawab. Berkumpulah dengan orang-orang yang penuh keselarasan, memberi motivasi, peduli, serta tulus mendampingi anda selama masa penyembuhan.

Lebih utamanya, sabdakan diri anda bangkit bersama sesuatu yang besar. Ulangi afirmasi sabda itu sampai anda merasakan resapannya. Sadari bahwa anda mau untuk berubah, untuk kesembuhan serta pencerahan. Not worries, prepare your self, God sending great message for you. Sadari, bahwa kalau kita mau dipakai Tuhan untuk mengerjakan karya-Nya, kita persiapan sesuatunya mulai dari diri: Perasaan, mental, pikiran, serta materi. Apapun yang kita punyai. Karena sejatinya kita sedang mengingatkan Tuhan melalui diri kita sendiri, bahwa Ia pun butuh kita untuk berkarya sebagai rupa-Nya.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Bangkitlah Jiwa Agung Nusantara


Saya baru menyadari bahwa selama ini saya masih terselimuti oleh selubung paradigma pikiran serta ego sendiri. Walaupun sudah tekun belajar ilmu warisan leluhur yang konon piningit (rahasia sekali) yaitu ilmu Sastra Jendra Hayuningrat,  Ilmu yang dilarang disebarkan sembarangan dan harus dirahasiakan dalam tradisinya yang kini telah terlanjur menjadi budaya masyarakat. Hingga kemudian teman seperjalanan mengingatkan saya, bahwa leluhur kita mewariskan ilmu berdasarkan pendalaman budhi, yang tentunya memiliki nilai-nilai luhur untuk memapah jalan kehidupan. Ilmu ini juga tak kalah dengan ajaran-ajaran dari tanah sabrang yang kini membanjiri bumi nusantara. Pertanyaannya kenapa harus di pingit? atau dirahasiakan, sementara generasi kita nyatanya semakin dikebiri serta nyaris kehilangan jati dirinya.

Konon ilmu ini tidak boleh ditulis, saking rahasianya. Saya tegaskan itu salah kaprah, leluhur nusantara sudah mewarisi tradisi menulis sebelum peradapan tanah sabrang itu membukukan wahyu-wahyu nabinya dalam kitab-kitab untuk kepentingan ekpansional. Leluhur kita bahkan mengemasnya secara apik, mentransfer dalam benda pusaka keris, sisanya ditulis oleh empu dan resi-resi dalam sebuah lontar-lontar manuskrip dan disusun dalam berbagai kitab-kitab kuno. Terbukti darah kapujanggan sudah mengaliri kesadaran leluhur kita di masa itu.

Lebih dahsyatnya ajaran-ajaran itu diterakan dalam bentuk data biomagnetik atau komputerisasi canggih yang terkadang sulit di logikakan. Hardisk-hardisk itu adalah Candi yang memiliki daya energi baik serta ukiran-ukiran nan indah. Candi juga merupakan portal untuk mengakses data kelangitan agar tersambung dengan para leluhur agung yang sudah berada pada tataran dimensi Sumber (Tuhan). Namun sungguh memprihatinkan bahwa kepentingan ekpansional tanah sabrang atau asing telah membuat usaha untuk melenyapkan, merusak, serta menghapuskan warisan-warisan arif tersebut agar anak bangsa kehilangan jati dirinya.

Saya menangis ketika berkunjung ke salah satu candi peninggalan leluhur,  ketika melihat para pemuda-pemudi membuat tempat tersebut sebagai wahana wisata kehasratan semata,  serta kurangnya kesadaran penduduk setempat untuk menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan candi tersebut, membuat miris. Sudah sekronis inikah karakter bangsa ini semenjak kesadaran jati diri hilang pada setiap pribadi nusantara yang sebagian lupa serta lebih mengorientasikan  dan membanggakan pada tanah sabrang (asing) daripada tanah ibu pertiwinya sendiri.

Semenjak itu saya terpanggil untuk turut andil menyebarluaskan ilmu sastra jendra warisan nusantara, mungkin ini salah satu pengabdian saya pada tanah sumpah serapah ini. Tak ada yang dirahasiakan perihal ilmu arif ini, itu bentuk peninggalan pandangan  paradigma yang dibentuk oleh misionaris untuk kepentingan ekspansi. Justru ilmu yang harusnya dirahasiakan adalah ilmu pembuatan bom serta nuklir,  ini yang berbahaya karena ini jelas nyata dampak buruknya bagi peradapan kelangsungan hidup umat manusia.

Sastra Jendra adalah ajaran luhur yang tak lagi harus disengker atau dirahasiakan. Ajaran ini mengantarkan umat manusia menuju hakikat kesadaran yang luas, terbuka, berazaskan Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, keadilan serta pencerahan bagi tatanan hidup berdasarkan hukum realitas Agung. Sastra Jendra mawedarkan ilmu bab rasa sejati serta untuk menggapai tuntunan sukma sayekti (guru sejati) untuk mencapai tujuan hidup memayu hayuning bawana tata tentrem karta raharja.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Utamaning Sarira


(Nuruto karepe urip, ojo nuruti uripe karep) ikutilah kehendak hidup, jangan mengikuti kehendak obsesi diri. Ijinkan diri kita terus belajar menyadari pesan-pesan semesta, kemudian menangkap serta mengikuti alur semesta yang tepat diperuntukan pada kita, belajar dan belajar untuk meningkatkn level kesadaran. Rasa takut itu wajar, utamanya tugas kita melawan dan melampaui hal itu untuk bertumbuh. Jatuh bangun itu hanyalah sarana pembelajaran. Tak ada manusia bangkit  menjadi pejuang hebat, tanpa rasa sakit dan kejatuhan.

Semua semata-mata untuk mematangkan jiwa. Pandanganpun harus terus diperbaharui dan terbuka. Jangan menyerah pada nasib, serta situasi-kondisi. Karena apa yang kita pikirkan sekarang, belum tentu benar dimasa mendatang. Saya merenungkan bahwa dunia ini tidak permanen, namun berubah-ubah dalam siklusnya, jadi berani menjalani serta membuka diri pada setiap perubahan itu adalah tanda-tanda kesadaran Illahi sedang diproses untuk mengisi tubuh pribadi. Agar terbuka hijab-hijab dalam diri. Serta diri ini mampu menjalani perannya masing-masing dengan berkesadaran. (Sak olo-olone uong isik bejo wong kang eling). Seburuk-buruknya manusia masih beruntung dia yang berkesadaran, jadi lebih baik berlaku diskursus moral dengan berkesadaran, daripada bermoral  namun tidak berkesadaran/ hanya sebagai kedok.

Orang berkesadaran adalah unggulnya pribadi karena terhubung dengan Gusti, berani seksama mendengarkan dentum suara hatinya.  Berani menjadi diri sendiri dengan sadar akan segala kosekuensi. Keterbukaanpun terjadi, bisa menempatkan diri dimanapun, kapanpun, sesuai situasi dan kondisi (mapan lan papan). Hasilnya saat ajalpun menjemput mereka mengerti bahwa dualitas hanya perlu dilampaui. Dan tubuhpun terlepas dengan ringan tanpa kemelekatan saat berjalan ke dimensi lain.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Rabu, 11 April 2018

Ascended Master

Ascended master adalah pribadi yang telah mencapai kesadaran penuh kemenyatuan dengan Sang Sumber Hidup/Hyang Suwung.  Mereka telah mencapai kemurnian jiwa sehingga Kuasa Atmannya benar-benar nyata.  Dengan kata lain mereka adalah pribadi-pribadi yang telah tercerahkan.  Dengan begitu, mereka bisa meningkatkan vibrasi energinya ke frekuensi cahaya yang lebih tinggi.  Dengan mereka bisa datang dan pergi dari bumi tanpa melalui siklus kelahiran dan kematian.  Saya pribadi mendapatkan wawasan tentang Acended Master ini dari salah satu peserta Workshop Mahadaya Suwung yang juga anggota Teosofi, yaitu Pak Hardiman Wiratna.  Kami sering bertukar informasi; tentu saja darinya saya mendapatkan kajian spiritual dalam sudut pandang Teosofi termasuk mengenai Ascended Master ini.  Dan saya menimbang memang dalam banyak hal, ada kesamaan antara apa yang saya ajarkan dan tuliskan dengan ajaran-ajaran yang ada di Teosofi.  Karena itulah saya perlu menuliskan tentang Ascended Master.

Selain itu, praktisi Sastrajendra di masa modern, tentu saja bersentuhan dengan para Ascended Master ini, karena para praktisi Sastrajendra menjadi bagian dari Lightworkers (Pekerja Cahaya) di bumi.   Sementara para Lighworkers pada umumnya diasuh oleh atau terhubung dengan Ascended Master.  Saya hendak menyampaikan beberapa nama Ascended Master yang cukup popuer.
Yang pertama adalah Sanat Kumara. Ia diungkap dalam tradisi Sanata Dharma dan dipopulerkan oleh Helena Blavatsky, tokoh Teosofi.  Sanat Kumara semula ada di Planet Venus,  Ia datang ke Bumi menggunakan pesawat etherik ribuan tahun silam.  Dengan dibantu beberapa koleganya, Sanat Kumara berhasil membimbing manusia era kedatangannya untuk mencapai kesadaran tinggi, sehingga sempat terjadi jaman keemasan secara spiritual.
Sanat Kumara yang memang membawa missi penyelamatan Bumi, dikenal dengan nama lain dalam tradisi yang berbeda: di India ia dikenal sebagai Kartikeya, sementara di kalangan Sufi ia dikenal sebagai Nabi Khidir.
Nama berikutnya adalah Master Saint Germain.  Dia dikenal sebagai manusia paling misterius yang pernah ada dalam sejarah. Dia adalah salah satu mistikus paling terkenal di Eropa.  Dia sangat dihormati dan dianggap sebagai “Orang Suci” oleh berbagai kelompok esoteris seperti Theosofi, Rosicrucian, Freemasonry, Ascended Master Teaching serta komunitas New Age pada umumnya.

St Germain adalah salah satu dari Master Kebijaksanaan Kuno. Sebagai seorang Ascended Master, Saint Germain diyakini memiliki banyak kekuatan magis seperti kemampuan untuk teleportasi (berpindah tempat dalam sekejap), terbang melayang, berjalan menembus dinding, mengubah logam menjadi emas atau permata, menginspirasi orang dengan telepati dan sebagainya. Helena Blavatsky pendiri Theosophical Society mengatakan bahwa St. Germain adalah salah satu dari Masternya dan bahwa St. Germain telah memberikan dokumen rahasia ilmu Misteri Kuno kepadanya.
Berikutnya kita sebutkan El Morya.   Tokoh ini berinkarnasi sebagai Abraham yang dikenal sebagai nabi besar dalam tradisi Semitik, pria bijaksana Melchior, Arthur raja Britons, Thomas Becket, Thomas More, dan Sultan Akbar kaisar terbesar Mogul.  El Morya berasal dari Mercurius dan merupakan anggota Persaudaraan Putih. Dia bekerja dengan malaikat Michael dan ia adalah chohan atau master cahaya pertama. 

Saya mencukupkan menyebutkan tiga nama.  Tentu masih banyak Ascended Master lainnya yang dikenal di berbagai belahan jagad dengan berbagai nama.  Pesan pentingnya adalah, mereka bisa menjadi opsi dari Guru Suci/Guru Niskala bagi para pejalan spiritual berorientasi pada peningkatan kesadaran dan penyempurnaan jiwa.  Dalam laku spiritual yang kita jalani, bisa saja kita terhubung dengan mereka saat frekuensi vibrasinya selaras.  Dan yang pasti, disadari ataupun tidak, kita bekerjasama dengan seluruh Ascended Master itu dalam meningkatkan kesadaran kolektif dan menjadikan Bumi yang lebih damai dan penuh harmoni.

by: Setyo Hajar Dewantoro

Selasa, 10 April 2018

Bangkitlah Jiwa Agung Nusantara


Saya baru menyadari bahwa selama ini saya masih terselimuti oleh selubung paradigma pikiran serta ego sendiri. Walaupun sudah tekun belajar ilmu warisan leluhur yang konon piningit (rahasia sekali) yaitu ilmu Sastra Jendra Hayuningrat,  Ilmu yang dilarang disebarkan sembarangan dan harus dirahasiakan dalam tradisinya yang kini telah terlanjur menjadi budaya masyarakat. Hingga kemudian teman seperjalanan mengingatkan saya, bahwa leluhur kita mewariskan ilmu berdasarkan pendalaman budhi, yang tentunya memiliki nilai-nilai luhur untuk memapah jalan kehidupan. Ilmu ini juga tak kalah dengan ajaran-ajaran dari tanah sabrang yang kini membanjiri bumi nusantara. Pertanyaannya kenapa harus di pingit? atau dirahasiakan, sementara generasi kita nyatanya semakin dikebiri serta nyaris kehilangan jati dirinya.

Konon ilmu ini tidak boleh ditulis, saking rahasianya. Saya tegaskan itu salah kaprah, leluhur nusantara sudah mewarisi tradisi menulis sebelum peradapan tanah sabrang itu membukukan wahyu-wahyu nabinya dalam kitab-kitab untuk kepentingan ekpansional. Leluhur kita bahkan mengemasnya secara apik, mentransfer dalam benda pusaka keris, sisanya ditulis oleh empu dan resi-resi dalam sebuah lontar-lontar manuskrip dan disusun dalam berbagai kitab-kitab kuno. Terbukti darah kapujanggan sudah mengaliri kesadaran leluhur kita di masa itu.

Lebih dahsyatnya ajaran-ajaran itu diterakan dalam bentuk data biomagnetik atau komputerisasi canggih yang terkadang sulit di logikakan. Hardisk-hardisk itu adalah Candi yang memiliki daya energi baik serta ukiran-ukiran nan indah. Candi juga merupakan portal untuk mengakses data kelangitan agar tersambung dengan para leluhur agung yang sudah berada pada tataran dimensi Sumber (Tuhan). Namun sungguh memprihatinkan bahwa kepentingan ekpansional tanah sabrang atau asing telah membuat usaha untuk melenyapkan, merusak, serta menghapuskan warisan-warisan arif tersebut agar anak bangsa kehilangan jati dirinya.

Saya menangis ketika berkunjung ke salah satu candi peninggalan leluhur,  ketika melihat para pemuda-pemudi membuat tempat tersebut sebagai wahana wisata kehasratan semata,  serta kurangnya kesadaran penduduk setempat untuk menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan candi tersebut, membuat miris. Sudah sekronis inikah karakter bangsa ini semenjak kesadaran jati diri hilang pada setiap pribadi nusantara yang sebagian lupa serta lebih mengorientasikan  dan membanggakan pada tanah sabrang (asing) daripada tanah ibu pertiwinya sendiri.

Semenjak itu saya terpanggil untuk turut andil menyebarluaskan ilmu sastra jendra warisan nusantara, mungkin ini salah satu pengabdian saya pada tanah sumpah serapah ini. Tak ada yang dirahasiakan perihal ilmu arif ini, itu bentuk peninggalan pandangan  paradigma yang dibentuk oleh misionaris untuk kepentingan ekspansi. Justru ilmu yang harusnya dirahasiakan adalah ilmu pembuatan bom serta nuklir,  ini yang berbahaya karena ini jelas nyata dampak buruknya bagi peradapan kelangsungan hidup umat manusia.

Sastra Jendra adalah ajaran luhur yang tak lagi harus disengker atau dirahasiakan. Ajaran ini mengantarkan umat manusia menuju hakikat kesadaran yang luas, terbuka, berazaskan Ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, keadilan serta pencerahan bagi tatanan hidup berdasarkan hukum realitas Agung. Sastra Jendra mawedarkan ilmu bab rasa sejati serta untuk menggapai tuntunan sukma sayekti (guru sejati) untuk mencapai tujuan hidup memayu hayuning bawana tata tentrem karta raharja.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Berserah

Sikap berserah itu bukan lantas menyerah yang berarti orang yang berputus asa serta kemudian melahirkan sikap apatis yang diakibatkan oleh tumpukan hasrat yang membuat pergumulan perasaan yang menutup kesadaran Illahi pada diri setiap pribadi. Sehingga mempengaruhi ketidakselarasan pada dirinya. Berserah adalah menyelami diri sedalam-dalamnya, untuk kemudian mengosongkan diri dari ramainya hasrat-hasrat keakuan yang membuat derivasi kesadaran illahi turun menjadi kesadaran manusiawi. Saat kesadaran manusiawi disuwungkan maka Tuhan atau Gusti akan mengisinya. Maka daya Gusti akan bekerja dengan sendirinya.

Sikap berserah adalah bentuk kepasrahan total dari inti diri (sumeleh/shareh). Menyerah dengan kesadaran: dalam kondisi sadar bahwa ada sesuatu yang besar, penuh welas asih, bijaksana, berwibawa di dalam diri sendiri yang bekerja hidup serta menghidupkan,   bukan dengan kebingungan, ketakutan, kekalutan, serta pergumulan. Maka munculah istilah mangening, prosesi menyelami diri untuk terhubung dengan Guru Sejati atau posisi meditasi/samadhi dalam kondisi ini diri sedang menjadi pengamat atas dirinya sendiri (aku mengamati/ menyaksikan) segala bentuk perbendaharaan seluruh realitas atas aku dan AKU. Realitas makro dan mikro kosmos.

Setelah itu munculah beberapa pengertian yang holistik tanpa batasan.Pengertian ini baru bisa disaksikan serta di pahami dengan bahasa rasa sejati (qolbu) atau kitab teles. Kemudian proses ini berlanjut pada istilah manekung/mangenung. Manekung/mangenung adalah proses merenungi dari apa yang tertangkap dari bentuk cerapan panca indriyawi (batin/rasa sejati) dari proses mangening untuk selanjutnya di cocokan dengan cerapan panca inderawi. Lebih sederhananya dimana prosesi ini adalah menerjemahkan bahasa rasa sejati dalam bentuk penalaran otak untuk kemudian menuju prosesi istilah Mangegung atau terbukalah segala lapisan hijab-hijab selubung diri.

Mangegung adalah tujuan atas pencarian serta penyempurnaan diri. Dimana bahasa rasa sejati bisa diterjemahkan oleh nalar. Proses dimana rasa dan pikiran selaras karena serangkaian laku penyingkronan yang telah dijalani. Maka berserah atau suwung akan dialami bagi mereka yang mau mengosongkan diri atau benar-benar tekun untuk menyelami dirinya sendiri, untuk  mendapat tuntunan dari sang guru sejati. Dengan begitu niscaya keselarasan, kebahagiaan, dan kecemerlangan hidup akan dicapai oleh setiap pribadi.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...