Islam bukan sekedar agama,bukan pula sekedar hukum yang mengatur manusia, islam bukan sekedar budaya ketimur tengahan, serta ladang pencari pahala semata dalam ilusi apriori. Islam tak berawal dan tak berakhir hadirnya sebelum muhammad wadag lahir, bahkan sebelum Allah SWT mengembuskan nur Muhammad dalam badaniyah manusia-manusia.
Dalam kajian ilmiah dan intelektualitis penulis mencoba mengkaji benang merah daripada hakikat islam yang hadir dimuka bumi ini. Atau merupakan wahyu Allah SWT yang agung melalui ke-Muhammad-an-Nya sebagai jalan pewahyuan. Islam secara harfiah dalam fiqih memiliki matriks-matriks sebagai landasan bahwasanya islam itu bergerak secara dinamis melalui umat manusianya. Matriks itu ada enam landasan menurut kitab kalamullah diantaranya ; wajib; harus/mutlak ada, sunnatul; sebaiknya ada, makruh; sebaiknya tidak ada, haram; harus/mutlak tidak ada, halal; baik untuk ada, serta bit'ah; sebelumnya tidak ada. Enam matriks dasar tersebut melengkapi subtansial dasar dari pokok Islam yang menyerukan atau ultimatum Allah SWT bahwa "manusia wajib beribadah pada Allah SWT" atau "ibadah" merupakan pokok jantung daripada Islam tataran syariat. Ibadah sendiri ada dua yaitu ibadah magdhoh/wajib dan ibadah muamallah.
Dalam Al' Quran Surat Almaidah ayat 54 bukan 51 tertera bahwa Islam itu terus bergerak atau dinamis melalui umat manusianya. Maka dari itu umat Islam harus mampu terus berfikir dinamis mengikuti ke-Islam-anya. Enam matriks selalu menjadi landasan dalam melakukan dua ibadah dalam islam, lalu apa beda ibadah wajib dengan muamallah? Ibadah wajib adalah ibadah yang berdiri mutlak atau baku dalam syarat agama yang sederhananya adalah "Jangan lakukan apapun, kecuali yang Allah perintahkan". Serta ibadah muamallah adalah kebalikan dari ibadah magdhoh/wajib yaitu "lakukan semua hal, kecuali yang Allah larang".
Jadi inti dari penerapan atau pengamalan enam matriks dan ibadah dalam islam baik dan buruknya tergantung perilaku manusianya. Analoginya begini; beras itu halal secara statis tapi bila beras tersebut hasil mencuri maka hukumnya haram inilah yang penulis maksud sebagai sistem dinamis. Maka sesungguhnya umat islam wajib menganalisa secara dinamis, maka inilah yang membuat penulis prihatin ketika muncul saudara muslim yang fanatik tentunya mereka selalu berada di hukum statis (tetap). Padahal sejatinya sistem Allah SWT selama mengikuti ruang waktu maka semua akan dinamis.
Membuat begitu mudahnya dari mereka mengumpat kata kafir pada saudara kemanusiaannya. Gus Dur pernah ditanya "Gus, bagaimana para habieb itu dengan mudahnya menuduh anda sesat dan kafir?"
" la kok bingung gampang, tinggal ucapkan dua kalimah syahadat saya sudah muslim lagi" ungkap Gus Dur.
Ada lagi yang pernah bertanya pada penulis "Mas bagaimana hukumnya mengucapkan selamat natal, katanya haram?"
"Hmmm..., saya juga umat Islam tentunya sedikit banyak saya juga belajar tentang agama saya tersebut biar tidak keblinger. Tau ayat yang bunyinya "bagimu agamamu, bagiku agamaku" coba dikaji dan dipahami secara implisit (mendalam) secara harfiah saja kutipan ayat tersebut sudah jelas bahwa itu ketegasan dalam batas wilayah kita masing-masing. Kita boleh tegas tapi tidak boleh ada kekerasan (pemaksaan) dalam perihal beragama kususnya agama islam kita. Lalu saya tanya apakah ketika seseorang mengucapkan selamat natal dia menjadi kristen atau menjadi bagian dari mereka? Natal itu adalah budaya, budaya memperingati kelahiran Nabi Isa kalau setau saya begitu. Apakah islam melarang adanya berbudaya? Jika kamu pergi diundang suatu pernikahan seseorang apakah kamu wajib ikut menentukan kecocokan jodoh dari mempelai tersebut? Kan tidak ! Nah sekiranya makna ucapan natal itu seperti itu. Lalu ada yang menyebut melanggar aqidah, bit'ah, kapir. Saya sudah jelaskan aqidah itu bisa berlaku karena umat yang dinamis dalam menerapkan Islam. Bit'ah ? Maulid nabi menurut saya juga bit' ah, lalu kenapa meneriaki bit'ah pada yang sana? Ingat dinamis."
Ungkap saya.
Ingat bangsa kita ini cenderung memudahkan segala hal sebagai komoditas. Bahkan dalam hal beragama, sebagai rakyat atau umat yang cerdas sebaikan tidak memakan mentah-mentah informasi dari ceramah-ceramah dan media yang mengadu domba. Tak ada kebenaran dari siapapun termasuk dari saya karena kebenaran adalah mutlak milik Allah SWT. Semua dimuka bumi ini bersifat impermanent (tak mutlak) termasuk kebenaran-kebenaran dalam berbangsa, berumat, bernegara. Jadi kedinamisan berfikir serta diikuti kepekaan kitalah yang mampu menjadi umat Islam yang benar-benar rahmatan lil alamin dalam berkemanusiaan, berbangsa, dan bernegara.
Dalam ranah tataran kemakrifatan Islam menyentuh hakikatnya melalui sepiritualnya (tauhid) Hakikat Islam adalah keseluruhan dari organisme dan pengorganisasian awal mula semesta dan kehidupan dari statis menuju dinamis atau tak berawal dan berakhir. Dari beberapa sesepuh yang pernah dimursyid i penulis menganalisa bahwa Islam sejatinya adalah keseimbangan dalam sistem kemahakuasaan Allah SWT dan kesempurnaan dalam penataletakan sistem Allah SWT itu sendiri. Kematian dan kehidupan adalah Islam karena sifatnya sebagai keseimbangan, kematian-kehidupan-kelahiran adalah islam sebagai kesempurnaan pengorganisasian, daun jatuh dan trubus adalah islam, laju darah, regenerasi sel, detak jantung manusia adalah islam. Manusia dan Allah SWT adalah Islam. Keterbatasan ( hijab ) menjadi syarat mutlak dalam islam tanpanya semesta tak seimbang dan sempurna.
Manusialah yang menjadi wadah dasar menyampaikan langsung keterbatasan-Nya. Kita hendaknya bersyukur bisa berirama dan dipermudah oleh Allah SWT dengan adanya keterbatasan. Kita makan hanya tinggal memetik, mengambil, memasak dan mengunyah. Namun sisanya seperti pengendalian sistem tubuh sel, darah, otak, pengolah makanan dalam perut kita, serta tumbuhan dan binatang yang kita makan tentunya adalah kemahakuasaan Allah SWT yang mengerjakanya. Maqom melihat tentunya juga bersyarat keterbatasan tanpanya batal syarat keseimbangan dan kesempurnaan Sistem Semesta ini.
Bagaimana tidak, jika keterbatasan itu tak ada maka pakaian yang kita kenakan pun tak berguna lagi karena gugurnya syarat. Cobalah kita sedikit bersyukur bahwa semuanya serba indah, seimbang, dan sempurna itulah hakikat Islam. Hendaknya kita selalu beribadah (mengingat/eling) dalam ribuan detak jantung dan hembusan nafas kita karena itulah Islam yang sebenarnya.
By: Tunjung Dhimas
28/09/2017
Sumber:
~ https://youtu.be/wm54apyCFY4
~ https://youtu.be/zcKyAaiU0Gg
~ Kitab Suci Al-Quran
~ Mistik Islam Nusantara
~ Observasi Penulis