Minggu, 16 April 2017

Penyair Bisu

Hutan rimba metropolitan Aku adalah penyair bisu, aku adalah penyair tanpa bahasa, aku adalah senyuman kenestapaan... Air mataku lahir karena cinta buta sepasang manusia yang hidup bercinta dan menjalani secercah peran.... Air mataku terjatuh ditanah kering yang dipinggirkan, surga yang semu diceritakan para penceramah metropolitan... Menabur asaku direlung harapan, hijau sekelilingku terancam terenggut oleh perampok bersaham peradapan... Aku menangis sementara mereka terus meringis, aku mengais sementara mereka terus menulis, karena mereka mengaku jurnalis dan aku hanya pengemis yang berangan... Aku tertegun sunyi di bawah langit sama antara semua ciptaan, di metropolitan mereka terus menipu dengan berjabat tangan, sementara aku disini hanya mananti sesuap makan bersama anjing jantan... Mereka sering menyerukan persaudaraan atas nama kebinekaan, namun menikamku yang terbuang di tanah surga pinggiran... Menceritakan banyak mecusuar harapan tentang perihal pemujaan, membuatku tersesak dalam angan dan mati dalam anggapan.. Aku diajari cinta untuk menebarkan kasih namun mereka memaksaku untuk mengesampingkan kemanusiaan... Dan aku bukan siapapun, bahkan apapun, namun aku berusaha ramah merasakan senyuman dan sentuhan Tuhan... Tanah pinggiran, 13 April 2017 By : Tunjung Dhimas

Sabtu, 08 April 2017

Empat Baris Melankolis


Rembulan tanggal diujung tangis.. Merapuhkan pelanaku dan karya tulis... Cinta yang dibawa peradapan malantis hilang bersama hujan gerimis...
Sepasang sayap cinta picisan terpisah antara optimis dan pesimis...
Hatipun merajut tamparan hasrat dibalut luka yang mengiris...
Jalan kasih diprakarsai tawa dan pelukan iblis...
Meludahi kebenaran cinta yang tampak muram dalam pena idealis...
Masihkah berjibaku pada kisah yang berujung dramatis...??
Ataukah bertahan di karamnya simetri alunan melankolis...
Egois adalah rajut baris pertama ...
Eksis adalah rajut baris kedua...
Bukankah semua berakhir dilematis ?? Lalu bertahankan melawan baris ketiga yang kupanggil hedonis..
Atau menyerah dibaris ke empat yang mencengkram bait nama epistemologis..yang kupanggil realistis.. Logika, estetika, dan etika adalah kebenaran yang semu dalam cinta yang bengis...
Ataukah masih menyanggah bahwa deretan empat baris melankolis adalah harapan besar akan sempurnanya hidup dalam cinta yang berakhir romantis..?? Jantung hati yang puitis bukan akhir dari karya tulis empat baris melankolis, melainkan doa yang diungkap oleh pandangan filosofis yang mengawali setiap kisah cinta yang memerlukan indahnya alunan melodis yang terus berdialegtika dengan luasnya samudera premis...
Hari ini telah terlukis wajahmu di coretan penaku yang penuh puitis dan salamku sebagai penulis ...

Sidoarjo, 08 April 2017
Tunjung Dhimas

Note : Ketika aku telah memilihmu, maka aku telah meletakan cinta Tuhan di dalam hatimu. Ketika engkau mengabaikan maka tanyakan ulang pada hatimu.

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...