Jumat, 31 Agustus 2018

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak atas rinduku yang terbelenggu. Tak ada cinta tanpa syarat bagi seorang pejalan kesunyian.

Cinta sejatinya ialah jalan yang berasal dari satu sifat kemanunggalan yang disebut kasih. Karena cinta adalah ketunggalan sifat kasih yang membelah menjadi dua antara pria dan wanita, antara cita dan lara. Manusia adalah janin yang turun melalui jalan sutra maskulin dan feminin. Yang tumbuh menyatu oleh hembusan angin.

Wahai pertapa ketahuilah hidupmu adalah pamong rasa, tirakatmu ketika berhadapan dengan cinta. Yang membuatmu mengerti bahwa dirimu adalah fana. Sementara yang abadi adalah cinta. Aku membutuhkanmu kekasih untuk mengenal makna kasih. "Aku membutuhkanmu untuk mengenal siapa diriku."

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Foto by: Bayu Ristiawan

Saila Azkiya

Kamis, 23 Agustus 2018

Saloka Ngilmu Rasa

Saloka adalah suatu kiasan bagi seorang pejalan  spiritual  dalam proses  menemukan kesejatian. Mengingat puncak spirit ialah bilamana seseorang telah mencapai tataran bagaimana ia cermat menggunakan rasa-sejatinya; Dimana sasmita/tuntunan guru sejati betahta. Dalam tradisi laku asketik jawa itulah yang disebut pamoring manunggaling kawulo gusti/ hakikat kejumbuhan dengan sang gusti.  Tidak mudah memang bagi pelaku spiritual untuk menemukan jati dirinya. Perlu disiplin dan tekun mengabdikan diri pada sanubarinya. Saloka adalah salah satu instrumen pemicu agar sang pejalan tidak lagi mengurai jawaban pertanyaan/pernyataan dengan nalar melainkan dengan rasanya.

Saloka di berikan oleh mursyid/guru bersamaan seorang murid harus menempuh laku asketik; puasa, melek, ngebleng, meditasi dan lain sebagainya. Yang merupakan sarana proses menurunkan kuantitas pikiran-nalar yang mepengaruhi kinerja lokus rasa sejatinya. Kedisiplinan ini dimaksudkan agar sang murid tidak ingkar pada hatinya. Dimana ia harus berlatih setia pada hatinya. Menggunakan kepekaan rasanya untuk menangkap pesan dari guru sejatinya.

Dalam kehidupan mungkin manusia akan ditawarkan dengan ribuan bahkan jutaan konsepsi atau kepercayaan yang beragam. Entah yang berbentuk petuah bijak spiritual maupun hasil konklusi sains moderen. Disitulah letak hambatan bagi pejalan spirit mengira telah menampung pengayaan kasanah petuah pencerahan sebagai hasil capaian kesadaran, nyatanya masih terbentur pada jebakan penalaran. Karena cenderung menelan ribuan kepercayaan itu tanpa mengujinya satu persatu dengan laku prihatin (tirakat) agar terhubung dengan rasanya.  Bagi saya berspiritual untuk menggapai tataran kesejatian itu amatlah sulit butuh proses yang amat mendalam dan dinamis. Karena seorang pejalan akan memasuki salah satu portal ketanpabatasan yaitu batin  (rasa). Dimana untuk mencapai batin itu sendiri ada 7 lapis hijab yang menutupi diantaranya: 1. Pranala Wadag: Tubuh daging yang kecenderungan membusuk dan menyumbat laku sari sukma yang berada pada sel darah  saat dimasuki makanan berlebih; maka seorang spiritualis harus memperhatikan betul apapun yang hendak di makan. 2. Jalma brojo: Tubuh listrik dimana cakra mempengaruhi unsur alam yang berada pada tubuh listrik yang mana seorang sepiritualis hendaknya tidurnya pada jam-jam tertentu mengikuti siklus pergantian waktu alam raya. Untuk mengontrol pola elektromagnetik yang ada pada dirinya. 3. Gondo Prono: Tubuh Sutra dimana lapisan otot sutra yang merupakan jelmaan kakang kawah adi ari- ari  yang memberi pengaruh pada insting dan naluri. Seharusnya seorang spiritualis melakukan nyungsang (merasakan nafas dalam sela-sela waktu sehari semalam) untuk mengendalikan kekuatan kakang kawah: insting dan adi ari2: naluri agar selaras. 4. Boko Kencana: Pamoring sedulur papat/ nafsu eleman empat. Dimana supiyah/angin: berwujud hasrat seks, Amarah/api: hasrat amarah, Mutmainah/air: hasrat ingin dipuji serta diperhatikan, Aluamah/tanah: Hasrat keserakahan dan kemelekatan. Dimana seorang spiritualis harus melakukan puasa pada hari kelahirannya dimana hari kelahiran merupakan menyatunya akasik record (catatan perjalanan jiwa manusia) meliputi ajal, urip, susah, senang, sakit, serta penghidupan rejeki.  Tirakat pada hari kelahiran menghasilkan daya untuk menaklukan kekuatan sedulur empat untuk kemudian dijinakan atau diselaraskan mengikuti laku kesemestian dan ketetapan illahiah. 5.  Pamoring kawulo gusti (pancer): Tubuh matrix illahi: Dimana guru sejati bertahta di kedalaman batin/rasa. Seorang spiritualis hendaknya tekun melakukan samadi dengan merasakan nafas mengahadap timur dan barat Karena timur adalah aksara jejeran matahari sebagai bapa, barat aksara welas asih  bulan sebagai ibu. Jika menghadap barat meditasi dimulai pukul 12 siang hingga 12 malam, 12 malam hingga 12 siang menghadap timur. Untuk mendapat tuntunan setiap saat. 6.   Sunya Nirkumala: Tubuh hukum realitas, dimana siang malam merupakan pijakan jabang bayi manusia menghirup nafas dan menggembalakan rasanya. Hendaknya seorang spiritualis selalu bermantra, berdoa, atau bersabda sebelum dan sesudah tidur agar pikirannya dilindungi dari kekuatan jahat yang menimbulkan bebendu atau sengkala (marabahaya). 7. Ajali Kauri: Tubuh ketiadaan (mati sakjroning urip). Dimana manusia akan mengalami keterpisahan tubuh dan jiwanya (mati). Hendaknya seorang spiritualis memelihara batin - rasanya dengan tekun tirakat mengurangi makan untuk proses mati yang tidak berat karena ubun-ubun (cakra mahkota) tidak tersumbat oleh endapan sari-sari makanan, membau/mencium aroma tubuhnya sendiri (kulit) sebelum tidur malam dan sesudah tidur agar senantiasa penuh kesadaran dimanapun berada.  Begitulah prosesi saya sebelum dan sesudah  menemukan puing-puing kesejatian. Diwedarkan dan dibimbing oleh guru saya di masa lalu.

Adapun contoh saloka yang pernah diwejangkan kepada saya sebagai berikut: bilamana seorang murid bertanya tentang hakikat jati diri.

"Golekono Gong Susuhe Angin; Carilah dimana angin bersarang", Mapane atine banyu perwitosari; dimana jantung hati air perwitosari", tapak e kuntul nglayang; jejak burung bangau terbang", Mapane galihe kangkung; letak kayukeras/galih di dalam tanaman kangkung. "Yen wes tinemu jawab e,  saloka sakbanjure yoiku ngudari urip iku sejatine opo, mati iku sejatine opo; bobote pati karo urip yen ditimbang abot endi; setelah mendapat jawabannya saloka berikutnya adalah hidup itu sejatinya apa, mati itu sejatinya apa, berat mati dan hidup kalau ditimbang berat mana. " Rasa welas asih iku teko ngendi watese? Yen shiro turu, melek e mapan ning ngendi, yen shiro melek mapan turu ono ngendi; selanjutnya rasa welas asih itu sampai mana batasnya, ketika kamu tertidur dimana letak terjagamu, ketika kamu terjaga dimana letak tudurmu. "Iki Saloka ngajur-ajer kang kudu diudari naliko pengen nggoleki sejatining diri, anggayuh wedaran kaweruh tuo Sangkan paraning dumadi piwedare Kanjeng Nir Sunan Kalijaga. Laku meper howoning sedulur papat kanggo nggayuh sasmithaning Guru Sejati Kang Dumunung Ing Pancer e diri; Ini adalah saloka Ngajur-ajer (laku arah angin) yang harus dikupas diurai jawabnya ketika hendak mencari jati diri, memaknai llmu hakikat sastra jendra: sangkan paran (jati diri) yang pernah diwedarkan Kanjeng Sunan Kalijaga. Menaklukan kekuatan saudara empat untuk diselaraskan menuju tuntunan murni guru sejati yang berada di pusat hati."

...... ............ ............ ............  ..................

Iki lakuku mbiyen piwulange guruku, dadi nggayuh kaweruh kui yo kudu kuat lakon, laku, njur lekakon, ben ngerti bab rasa, ora mung laku sumebyare klangenan wae njur dadine kegoda pepaese rerupan kang awujud cipto gambare klangenan sedulur papat kang awot howo nepsu.  Mesu  rogo, mesu budhi sudo dhahar kelawan nendro. Kebak wadah jangkep ing pangisi.

; itulah salah satu ajaran guruku, jadi untuk mendapat pencerahan itu harus kuat menjalani proses agar mengerti ilmu bab rasa, tidak hanya tergoda ilusi angan-angan semata ditampaki sosok ini itu yang jatuhnya hanya cipta gambar/ jelmaan mahluk entitas bawah yang memperdayai. Bahkan saudaramu empat jika tak kau taklukan untuk kemudian diselaraskan dia akan menjadi goda kencanamu yang berwujud apapun bahkan konsepsi kesadaran yang menjebak. Harus mau memprihatinkan raga serta  batin, puasa mengurangi makan mengurangi tidur demi terpangkasnya hasrat yang berlebihan yang menjadikan duka cita yang menggelapi perasaan. Begitulah sempurnanya insan yang dipenuhi daya gusti.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Kamis, 19 Juli 2018

Divine Authority

Tidak usah berkompromi saat anda sedang mengalami cobaan dalam hidup anda. Dalam setiap percobaan Tuhan menaruh otoritas -Nya. Tetaplah memenuhi komitmen yang anda cita-citakan, pegang peranan serta prinsip untuk merawat iman anda masing-masing. Siapa beriman atau meyakini sesuatu tanpa bergeser karena percobaan atau mengalami dinamika kehidupan, sesungguhnya dialah yang akan selamat.

Kokohnya kita karena merawat iman bukan dengan mudah  menyerah pada nasib serta keadaan saat mengalami cobaan. Maka anda harus menentukan kedaulatan anda dengan mengenali personalitas serta identitas. Indentitas adalah sesuatu yang membentuk anda setiap hari; lingkungan, pergaulan, ilmu pelajaran, budaya, atau kebiasaan. Sementara personalitas adalah bahan otoritas Illahi yang tertera pada setiap pribadi; talenta-watak, atau karakter dasar (blueprint). Analoginya sebuah pisau yang dibuat dari bahan baja dan titanium tentu berbeda. Bahan baja saat menjadi pisau saat ditempa dan diasah perlu berkali-kali untuk menajamkannya. Sementara bahan titanium tanpa terlalu banyak diasah ia tetap mudah tajam.

Jadi, seperti pisau mengapa saat proses pengasahan kita sering menjumpai kesulitan, karena kebanyakan orang hanya mengaku- menyadari diri sebagai identitas. Tidak pernah benar-benar merenungi ada personalitas di dalam dirinya. Mungkin seorang profesor akan dilihat sebagai profesor oleh rekan-rekannya. Atau dia sendiri menyadari bahwa ia profesor. Ini rata-rata penyimpulan manusia atas dirinya. Padahal profesor itu bentukan identitas bukan personalitas.

Mungkin anda selalu bosan dengan apa yang anda jalani saat ingin menentukan tujuan. Misal dalam kasanah spiritual, ada beberapa orang bermeditasi yang satu mampu melesat pada peningkatan kesadaran yang signifikan, yang lainnya kesulitan untuk mencapai yang seperti dikehendakinya. Padahal mereka sama-sama menggunakan instrumen yang sama. Atau mungkin dalam hal lain. Kencenderungan manusia itu selalu mengukur dirinya dengan orang lain, yang tentunya semuanya tak ada yang benar-benar sama. Mereka hanya kelelahan karena mengira semua hal dalam kehidupan itu sebagai kompetisi termasuk perihal perjumpaan dengan Tuhan (diri sejati).

Saya katakan tak perlu merisaukan apapun, teruslah berjalan serta bertumbuh. Alami segala proses dinamika kehidupan untuk menajamkan diri. Tetap berkomitmen dengan prinsip kasih, hidup ini bukan lini kompetisi atau ukur-mengukur. Kehidupan ini ladang belajar berkomitmen menebar kasih pada sesama. Bersikaplah murah hati pada sesamamu, jangan membenci, jangan mudah patah arah, karena setiap dari anda adalah benih pelita yang datang dari lorong kegelapan. Naiklah hingga dimensi cahaya tertinggi. Ini baru di bumi kelas dimana anda di berikan mata kuliah dengan segala dinamikanya. Jadi terang cahaya untuk menyinari sudut-sudut bumi yang masih gelap gulita.

Dalam bahasa Inggris, murah hati itu "kindnes" dan tidak sama dengan "fondness". Hanya karena kita tidak suka seseorang bukan berarti kita tidak bisa mengasihi dan menunjukan kebaikan kepadanya. Sebab kebaikan adalah sebuah komitmen, dan murah hati adalah prinsip kasih mendalam dari sanubari, disanalah otoritas Illahi  (divine authority) selalu menjalin kemesraan dengan setiap pribadi ! Renungkanlah kebenaran yang yang memerdekaan diri. Bukan pembenaran yang melumpuhkan nurani.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Minggu, 08 Juli 2018

Enlightment

Your day to day life may only persuade you just get by. I want to persuade you to grow and change.
I have experienced the same thing as those who are not aware that their day to day life forces us to surrender to thought. Many people are stuck in a routine of just getting by instead of growing. These people read the daily newspaper headlines full of bad news and think to themselves, “That’s terrible. How can I make it in such an awful world? I’m not talented. I’m not rich. My mother is sick. I’m deeply in debt, my wife / husband is having an affair....... life is tough.”
As your day to day lulls you into settling to just get by, I want to persuade you to grow. I am aware that we need wisdom to understand what God has given us. However, I do not believe that it is better to keep ourselves in a place where we are not able to go after our dreams or hope the bounty of God’s grace.
Remember that you have a deep reservoir of hope inside you that many call God. He is the miracle that is always with you. He is giving you strength every day to solve your problems and walk your own path of destiny. He grants you great fortune, perhaps not in material things, but in the form of your own personal talents, or perhaps exceptional people we know, or strangers that are soon to become friends, or just friendly faces we see in the street. Often we fail to see these daily miracles because our minds are too preoccupied with the riddles and dramas of our daily lives. What a shame it is to miss out on a miracle because we are worried that our bank account isn’t big enough, or that the object of our affections does not feel the same way as we do, and all the other mini tragedies that play out over and over.
We go through life with all the different trials that humans face, each a series of story panels that are written and illustrated by God. Although it may not seem like it sometimes, God has a bigger plan for us. God is in absolute control. If something bad happens, don’t curl up into a ball and tell yourself, “agh.... this sucks. If I can just grit my teeth and hold on for another year.......”
Take a deep breath and put your foot down and say, “I am not just going to get by. I am going to grow. I will move forward no matter what obstacles confront me.”
A friend of mine told me that her life was a mess and she had been suffering through her marriage for years. She had tried her best to hang in there, but that it wasn’t working. She said to me, “Tunjung, at least I’m able to hang in there even though my life and husband are (messed up) like this.” She had a kind of satisfaction in getting by, but I let her know that in her current state she was powerless, and that she had lost her spirit. She was a beautiful young woman, but she had lost her zest for life. I could see she was losing the sparkle in her eye.
I let her know that she can get past this stage in her life, but she cannot continue living in a mindset of just getting through the day. God gives us new opportunities all the time. He gives us the miracle of new challenges that push ourselves to be more than we were the day before. Living by the creed of “just getting by” prevents you from receiving God’s gift. Shake off that idea and tell yourself, “God, I promise on my soul and body that whenever you put me in danger or difficulty I will accept it and use it for my own good. I will go through fire, hunger, floods, inner strife, but I know that this is the time for humility and to receive your miracles. This is the time for me to witness your greatness, which is bigger and more powerful than my own limited mind can imagine. I know you have a bigger plan for me.”
Guard your faith and you will continue to grow and you will find within yourself the solution to all your problems, both of the body and the spirit. I want you to look for opportunities for God to take you to ever greater heights. Look to this year as the best year so far!
I have experience in growing your faith to make it ever more fertile, helping you to keep your joy, and healing your sorrow. This is the advice I give you based on my own experience:
1. Be faithful, say positive things to yourself every day.
2. Give respect to yourself, because you are all you need in your life. Remember to reward
yourself with time for recreation and relaxation. 3. Smile more at all times.

4. Get together with positive people who support you, who have equal vibration in mind and inner feelings.
5. Care about all creatures, great and small, plants and animals, and, of course, people too. When it comes to people, take time to make positive affirmations to all different kinds of people. For example, you could reach out to long lost friends and those who used to be close to your heart. Don’t be afraid to send them a short message with a blessing. You could say, one morning, “Good morning! Hope you have a great day to day. I hope it is a blessed day, full of energy and happiness.”
(Tunjung Dhimas Bintoro)
———————————————————————————————————————————-
There are those who say that just showing up and getting through the day will bring happiness , but I say create your strength and grow so your happiness will bear fruit from inside of you. Happiness that bears fruit is a form of peace.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Kamis, 28 Juni 2018

Cinta


Tau apa kau soal cinta? Cinta bukan sekedar bagaimana dirimu bertatap muka dengannya. Bukan juga selalu berpelukan mesra di ranjangmu yang indah seperti taman surga itu. Cinta itu anugerah, anugerah jika dirimu telah benar-benar nyata mengalami cinta dan kebenaran bahwa dirimu hidup. Tak mudah menggapai cinta dan tak semua manusia bisa menggapai mandat cinta.

Sebagian dari mereka gagal menerima cinta, karena yang mereka temukan hanyalah ikatan serta kehasratan. Sebagian lagi tercabik-cabik dan hancur bahkan dalam pekat serangan kesepian mereka melampiaskannya dengan berganti pasangan bahkan ikatan-ikatan lain. Mengira cinta semudah itu digapai, sungguh ironis. Cinta adalah proses penyucian menuju penyatuan bukan ikat-mengikat raga yang dipalung hukum adap-beradat, cinta memanunggalkan bukan meninggalkan.

Jalannya berat teramat, sedih, duka, lara, remuk redam, hingga sesak dada membuat pribadimu dimatangkan menuju kemenyatuan bahwa cinta adalah anugerah besar menuju keselarasan bukan gapaian bahagia semata. Namun sejatinya cinta itu awal mula okhestra Tuhan di dalam dada yang abadi digenggam pembawanya. Biarpun segalanya memudar namun ingatan waktu akan kembali membangunkan dua sejoli yang berawal dari "SATU" yang membelah menjadi dua untuk kembali menyatu lagi sebagai sarana pemberadaan atas milyaran nafas di jagad raya yang mengisi kisah manusia di alam fana.

.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Saila Azkiya

Selasa, 29 Mei 2018

Berdikari

Berani jujur pada diri sendiri adalah jalan mengenal Tuhan paling sederhana.  Tidak perlu takut dicap atau dilabeli dengan nama apapun entah terburuk atau terbaik.  Kesombongan bukan berarti selalu terproyeksi bagi mereka yang berderajat atas saja yang menduduki pangkat,  derajat,  atau kelas status sosial, justru bagi mereka yang menerima diri apa adanya serta menanamkan sebagai otoritasnya adalah bentuk syukur atas anugerah kehidupan.

Terkadang merasa dan mengaku rendah diri dari orang lain adalah sikap berbeda yang paling merusak,  bisa juga ini adalah kesombongan yang memantul dari kemunafikan karena tak berani jujur pada talenta yang dimiliki.  Kesombongan hadir dari ciptaan lingkungan,  seseorang yang terjebak putaran siklus lingkungan, maka mereka akan merusak mentalnya sendiri.  Selama itu terjadi sesungguhnya mereka telah memvonis diri sendiri untuk menyerah pada nasib.  Dan kutukanpun mengunci paradigma pandangan mereka sendiri. 

Tak perlu campur tangan iblis, selama seperti itu mereka telah jatuh pada neraka yang dibuat oleh sudut pandangannya sendiri.

~ Tunjung Dhimas Bintoro

Fanatik

Saya muslim secara aturan manusia, namun saya bersikap terbuka. Karena Islam tidaknya saya itu adalah hak prirogatif Gusti kata Mbah Nun. Sebagai manusia normal  saya mengaku memilih/ dipilihkan agama oleh lingkungan saya. Namun saya juga menyadari apapun di dalam kehidupan ini adalah probabilitas (bisa iya bisa tidak; bisa A bisa B). Karena Gusti itu Maha Sakarepe Dewe (semaunya sendiri) karena Dialah Sang Maha Penguasa atas perbendaharaan semesta.

Tentunya alasan tersebut membuat saya untuk belajar membuka diri dengan segala hal tentang keberagaman. Karena dalam serangkaian penciptaan semesta ini terdiri dari beragam-ragam, bukan seragam. Saya Islam, tapi juga terbuka untuk berkumpul dengan saudara yang memiliki kepercayaan lain. Selain untuk sesrawungan/silahturahmi antar kemanusiaan, saya juga terbuka untuk belajar tentang apa yang diajarkan oleh agama/ kepercayaan mereka anut.

Simpelnya penalaran saya seperti ini, kehidupan adalah sekolah dan mati adalah ujian akhir. Untuk kemudian menjadi penentuan lulus ke jenjang kelas surga atau neraka. Serta agama dan kepercayaan adalah kurikulum mata pelajarannya. Sementara malaikat kubur diperintah Gusti menjadi juru tes atas ujian tersebut. Lantas mengapa saya islam, tapi membuka diri untuk belajar segala hal tentang pengertian segala aliran, agama, kepercayaan, dan keyakinan dalam kehidupan? Karena semua masih rahasia illahi dan probabilitas. Dan saya memahami selama hidup untamanya manusia itu adalah belajar.

Saya Islam dan tekun belajar ayat-ayat berteks bahasa arab, sementara saya mati ternyata malaikat memberi soal ujian dengan teks bahasa jawa, yahudi, inggris, dll. Nah celakalah saya. Sementara kematian adalah tertutupnya pintu tobat serta keterlambatan berbuat. Paling parah yang saya kawatirkan malaikat bilang "Kamu itu di hakkan oleh Gusti menjadi seorang kejawen/kristen/budha? terus kamu sok-sok berani mengaku islam dan tidak mengakui atau mau terbuka belajar tentang materi agama/kepercayaan lain, selama hidupmu. Kamu bebal sekali hingga sekarang kamu gak lulus tes alam kubur. Sudah sana semua terlambat, masuk neraka paling bawah (paling inti). Rapormu merah semua. Pasti selama hidup kamu ini sombong suka nasehatin orang pakek ayat tapi kamu gak mengupas makna ayat itu. Memalukan junjunganmu Nabi Suci Rasulluloh! ".  Terkutuklah kamu !

~ Tunjung Dhimas Bintoro

.................... ......................... ..................... ..............

Foto by: IG. Conciousfibrancy

Jalan Sutra

Cinta ini kupendam dalam hingga tak beraturan. Membuat semuanya serba berbenturan. Aku menyadari cinta pernah membuatku menjadi pemberontak...