Tidak usah berkompromi saat anda sedang mengalami cobaan dalam hidup anda. Dalam setiap percobaan Tuhan menaruh otoritas -Nya. Tetaplah memenuhi komitmen yang anda cita-citakan, pegang peranan serta prinsip untuk merawat iman anda masing-masing. Siapa beriman atau meyakini sesuatu tanpa bergeser karena percobaan atau mengalami dinamika kehidupan, sesungguhnya dialah yang akan selamat.
Kokohnya kita karena merawat iman bukan dengan mudah menyerah pada nasib serta keadaan saat mengalami cobaan. Maka anda harus menentukan kedaulatan anda dengan mengenali personalitas serta identitas. Indentitas adalah sesuatu yang membentuk anda setiap hari; lingkungan, pergaulan, ilmu pelajaran, budaya, atau kebiasaan. Sementara personalitas adalah bahan otoritas Illahi yang tertera pada setiap pribadi; talenta-watak, atau karakter dasar (blueprint). Analoginya sebuah pisau yang dibuat dari bahan baja dan titanium tentu berbeda. Bahan baja saat menjadi pisau saat ditempa dan diasah perlu berkali-kali untuk menajamkannya. Sementara bahan titanium tanpa terlalu banyak diasah ia tetap mudah tajam.
Jadi, seperti pisau mengapa saat proses pengasahan kita sering menjumpai kesulitan, karena kebanyakan orang hanya mengaku- menyadari diri sebagai identitas. Tidak pernah benar-benar merenungi ada personalitas di dalam dirinya. Mungkin seorang profesor akan dilihat sebagai profesor oleh rekan-rekannya. Atau dia sendiri menyadari bahwa ia profesor. Ini rata-rata penyimpulan manusia atas dirinya. Padahal profesor itu bentukan identitas bukan personalitas.
Mungkin anda selalu bosan dengan apa yang anda jalani saat ingin menentukan tujuan. Misal dalam kasanah spiritual, ada beberapa orang bermeditasi yang satu mampu melesat pada peningkatan kesadaran yang signifikan, yang lainnya kesulitan untuk mencapai yang seperti dikehendakinya. Padahal mereka sama-sama menggunakan instrumen yang sama. Atau mungkin dalam hal lain. Kencenderungan manusia itu selalu mengukur dirinya dengan orang lain, yang tentunya semuanya tak ada yang benar-benar sama. Mereka hanya kelelahan karena mengira semua hal dalam kehidupan itu sebagai kompetisi termasuk perihal perjumpaan dengan Tuhan (diri sejati).
Saya katakan tak perlu merisaukan apapun, teruslah berjalan serta bertumbuh. Alami segala proses dinamika kehidupan untuk menajamkan diri. Tetap berkomitmen dengan prinsip kasih, hidup ini bukan lini kompetisi atau ukur-mengukur. Kehidupan ini ladang belajar berkomitmen menebar kasih pada sesama. Bersikaplah murah hati pada sesamamu, jangan membenci, jangan mudah patah arah, karena setiap dari anda adalah benih pelita yang datang dari lorong kegelapan. Naiklah hingga dimensi cahaya tertinggi. Ini baru di bumi kelas dimana anda di berikan mata kuliah dengan segala dinamikanya. Jadi terang cahaya untuk menyinari sudut-sudut bumi yang masih gelap gulita.
Dalam bahasa Inggris, murah hati itu "kindnes" dan tidak sama dengan "fondness". Hanya karena kita tidak suka seseorang bukan berarti kita tidak bisa mengasihi dan menunjukan kebaikan kepadanya. Sebab kebaikan adalah sebuah komitmen, dan murah hati adalah prinsip kasih mendalam dari sanubari, disanalah otoritas Illahi (divine authority) selalu menjalin kemesraan dengan setiap pribadi ! Renungkanlah kebenaran yang yang memerdekaan diri. Bukan pembenaran yang melumpuhkan nurani.
~ Tunjung Dhimas Bintoro